EMANG DASAR KERJA NAFSU KEPARAT!

709 4 0
                                    

Setelah Tresna pergi, keadaan sempat canggung. Malam terasa merangkak lebih lambat untuk mereka berdua yang ada di rumah mewah itu. Tak ada percakapan meskipun tadi Gita sempat berpapasan dengan Jevi saat membereskan meja tamu sesaat setelah majikannya itu membukakan pintu pagar untuk Maminya setelah pamit pulang. Semuanya diam, bahkan Jevi sengaja buang muka karena merasakan ada yang meronta-ronta di dadanya tapi sangat sulit untuk dilepaskan.

Gadis itu sekarang berada di depan cermin. Angker melihat penampilannya sendiri karena selalu terbayangi dengan kejadian sore tadi. Beberapa bekas kebejatan Jevi dan kepasrahan dirinya terdapat memenuhi leher beserta dadanya ketika daster itu diturunkan sedikit. Untung saja sebelum pintu dibukakan untuk Ibu majikannya tadi, Jevi sempat berinsiatif untuk memberinya sepotong alas meja yang digunakan untuk penutup kepala. Fungsi aslinya sih bukan itu, fungsi aslinya adalah menutupi noda-noda merah yang terdapat pada leher Gita karena ulah Jevi yang menghisapnya tanpa merasa menyesal dengan dosa-dosa yang sudah dia lakukan terhadap gadis tersebut.

Telah berulang kali dari tadi Gita mencuci muka dan berwudu, shalat wajib serta sunat, dan juga mengaji. Tapi ntah kenapa hatinya belum tenang juga, rasa berdosanya belum hilang sepenuhnya, dan sekarang dia mengkuatirkan Ibu dan Ayahnya di alam sana apakah mereka akan diminta pertanggungjawaban karena salah mendidiknya sehingga Gita jadi begini adanya.

Sekarang dia bertanya-tanya, kenapa dalam waktu yang tak lebih dari sepuluh menit itu dia bisa kalap dengan apa yang Jevi perbuat terhadapnya. Mengingat itu rasanya ada malu yang menyusupi, menyelusuri, lalu membuatnya takut untuk bertemu pria itu lagi.

Sudah jam setengah delapan. Harusnya ini adalah batas waktu untuk Tuan muda itu makan malam agar kesehatannya tetap terjaga. Gita akhirnya beranikan langkahkan kaki keluar kamarnya, berniat membeli nasi goreng kesukaan Jevi dari Bang Rojak yang biasanya komplek mangkal di dekat portal komplek. Tapi tak berapa lama melangkah, ternyata di meja makan sudah ada Jevi yang sedang menikmati makan malamnya sendirian.

"Nggak makan lu Git?"

Kaki Gita lemas, terkaget dengan suara Jevi seakan mencegatnya untuk pergi keluar. Ingin berbalik untuk pura-pura tak dengar itu bukanlah ide yang baik karena sekarang Tuan muda itu sudah menatapnya penuh selidik.

"Hai Om, ini mau beli keluar makanannya," ucap Gita sambil garuk-garuk kulit kepalanya yang tak gatal.

"Udah gue beliin, buruan makan, ntar keburu dingin. Sini duduk!"

Sepertinya Jevi sama sekali tak menganggap kejadian sore tadi sebagai kejadian penting dalam hidupnya. Lagian menurut Gita, laki-laki ini sudah biasa bermain peran sebagai penjahat kelamin untuk kalangan para wanita, harusnya sudah kebal dengan semua perasaan yang membelenggunya ketika melakukan sesuatu yang menurut sebagian orang masih tabu itu.

"Woi duduk, ngapain lu garuk-garuk kepala? Kutuan lu? Makanya mandi itu yang bersih, jangan cuman 3 menit doang kayak mandi itik. Duduk buruan!"

Gita akhirnya menarik kursi yang berhadapan dengan Jevi, meletakkan nasi goreng itu ke piring, lalu makan dengan jantung yang berdegup kencang.

"Uhuk, uhuk."

Jevi segera menyodorkan air pada pembantunya tersebut, Gita langsung meneguknya karena kerongkongannya sudah perih karena ada nasi salah masuk.

"Lu kenapa sih Git? Nggak santai amat gaya lu. Oh iya, minggu ini kita liburan, lu gue bawa, soalnya rumah ini mau gue kosongin."

Gita mengangguk saja. Lagian mau nolakpun, dia tak tau alasannya apa. Semakin banyak bicara dengan majikannya ini dia tak akan sanggup juga, karena kejadian sore tadi selalu berputar-putar di benaknya tanpa mau berhenti.

Padahal dia tak punya perasaan apa-apa dengan Om-Om ini, semuanya murni hanya karena malu sebab sisi dirinya yang lain diketahui Jevi

"Git? Hei!"

Ini Om-om ngapain lagi manggil-manggil, apa susahnya sih duduk diam aja, mau tak mau kini Gita terpaksa mengangkat wajahnya yang sudah merah padam.

"Lu demam? Merah amat tuh muka."

Gita menggeleng untuk menunjukkan dia baik-baik saja.

"Terus?"

"Mungkin karena kecapekan aja sih Om!"

"Kejadian sore tadi?"

Alis Jevi terangkat, Gita tak kuat jika laki-laki ini menyodori topik yang ingin dia hindari agar tidak dibahas. Seketika itu juga Gita menaikkan badannya dan berlari untuk minggat dari ruang makan. Jevi sampai senyum-senyum sendiri dibuatnya, berhasil juga memecahkan kecanggungan untuk adirinya sendiri. Padahal tadi di kamar, pria itu juga sempat uring-uringan dan berdosa setengah mati. Bagaimana bisa anak Mbak Sumi yang notabene-nya adalah orang yang berjasa terhadap hidupnya hampir dia cabuli. Emang dasar kerja nafsu keparat, bisa-bisanya menutup akal sehat.

---

Gita baru menyalakan telepon selularnya yang baru selesai dicharge, lalu memainkannya sambil di posisi tiduran menunggu terlelap dan bermimpi malam ini. Di kolom pemberitahuan terdapat beberapa pesan masuk dan panggilan terlewat sore tadi ke handphonenya itu. Tapi yang paling menarik minatnya adalah pesan dari Fares, pria yang menghabiskan waktu bersama dengannya lebih dari lima jam lamanya tadi siang.

Fares: Kamu gimana Git, aman? Kok pesan ku nggak dibales? Om mu marah besar ya? Maafin aku karena udah lancang ngajak kamu keluar rumah tadi siang ya. Aku nyesal.

Gita tau jika Fares sudah menantinya untuk membalaskan pesan itu. lalu dia sentuh touchscreen handphonenya dengan segera.

Gita: Maaf Res, baru bales. Tadi HP Gita mati kehabisan baterai dan baru dinyalakan lagi saat ini. Gita baik-baik aja, Om Jevi juga nggak marah di rumah. Gita senang kok diajak jalan-jalan, bahkan ke timezone aja Gita baru dua kali sama yang tadi siang. Jadi ingat Ayah dulu pernah bawa Gita ke kota dan main permainan itu 10 tahun yang lalu.

Fares sepertinya masih terjaga, ya wajar masih jam 8 malam. Gita saja yang jadwal tidurnya kadang kecepetan. Dan tak lama pesan itu dibalaskan juga.

Fares: Syukurlah kamu baik-baik saja, ntar ketemu lagi 3 hari lagi ya Git, waktu ujian masuk universitas. Kamu nggak dianter Om kamu kan? Kalau nggak, kita bisa main lagi, ntar aku balikin kamu lebih cepat dibanding tadi.

Gita sangat antusias dengan kata "main" dari Fares. Dia merasa Fares banyak memperkenalkan kehidupan perkotaan pada dirinya yang kaum urban ini.

Gita: Iya Res, semoga kita bisa main ya, Gita nggak sabar juga jadinya.

Fares yang sedang menikmati malam bersama temannya di kafe langsung berjingkrak-jingkrak seperti tepat menebak angka judi online. Teman-temannya di sekitarnya malah kebingungan kenapa pria yang tadi diam kayak gundah gulana, malah kini tingkahnya seperti karbit ketemu air, meletup-meletup antusias.

"Lu kenapa Res?" tanya pria berkacamata yang bernama Aksa yang duduk berhadapan langsung dengan Fares.

"Taruhan sama gue, ini cewek bentar lagi bakal bertekuk lutut di kaki gue." Fares bangga terhadap dirinya sendiri lalu mengangkat kerah bajunya ke atas.

"Cewek kampung itu? Si Gita yang lu omongin tadi? Bisa-bisanya selera lu cewek kayak gitu, mending lu dekati Melisa, cantik dan kekinian," sambar Fahmi memberi opsi.

"Kalian di sini nggak ngerti cewek orisinil dan berpotensi itu macam gimana. Gita itu hanya kurang poles aja. Lu liat aja kehebatan gue kayak apa buat dapetin dia!"

Semuanya geleng-geleng kepala. Kayaknya duda yang satu ini belum dibukakan pintu hidayah untuk bertobat nasuha terhadap semua kejahatannya terhadap para wanita.

Pesona Pembantu Seksi (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang