COME TO DADDY, BABY!

254 1 0
                                    

Jevi pasti lagi sedang berhalusinasi saat pulang dalam keadaan mabuk berat yang membuat kepalanya semboyongan dan hampir tumbang. Baru saja driver taksi mengantarkannya sampai masuk ke pintu rumah ini, si Tama teman mabuknya sekarang tak bertanggung jawab karena takut pulang terlambat dan dimarahi sama istrinya yang mendadak kumat. Kalau tak ada driver ini yang menjamin keselamatannya, Jevi sudah dipastikan sudah tidur di jalanan saat ini karena sulit untuk mengendalikan dirinya sendiri.

Ah, di rumahnya kenapa sekarang banyak sekali tali rafia dan isolasi. Dikira tempat antri daging kurban kali ah rumah ini.

Jevi meracau, lagi dan lagi. Lalu dia menyanyi-nanyi dari garuda pancasila sampai ibu pertiwi. Dia sepertinya sudah bisa dikatakan pemabuk yang masih mengingat pentingnya bakti untuk negeri.

Seseorang datang dari arah selatan, membawa sepotong kain dan air hangat. Dia juga meletakkan air kelapa kemasan di atas meja, dan tanpa berkata-kata dia kabur begitu saja.

Gaya manusia yang baru datang tadi sudah kayak pelaku pesugihan yang ngasih sajen ke kanjeng kunti. Sampai karena saking ketakutannya, dia buru-buru minggat tanpa mengucapkan permintaan maupun harapan yang jelas.

"Gitaaaaaaaa," Jevi berteriak-teriak, dia ulangi sekali lagi, "Gitaaaaaaaaaa."

Ah, kan, itu halusinasi. Gita kan lagi hilang tak tau kemana. Mending minum dulu, biar segar, lalu konser lagi.

"Garuda pancasila, aku lah ..."

Sebentar-sebentar, minuman ini nyata adanya. Terasa dapat membasahi tenggorokan yang serak. Benar, yang mengantarkan ini adalah Gita. Bukan sekadar halusinasi.

Jevi berjalan dengan langkah sempoyongan. Tak ada stabil-stabilnya, apalagi dia sering terjerat dengan centang perenang tali rafia yang ntah siapa pula yang berinsiatif menebarkannya di rumah ini. Keterlaluan sekali orang yang berbuat ini.

"Gita ...."

Jevi berusaha berjalan ke arah dapur untuk mencapai kamar pembantunya itu. Setelah sampai ke pintu, Jevi lalu mendorong-dorong benda itu dengan tubuhnya. Kenapa jadi susah dibuka kayak gini.

"Gita, come to daddy, baby!"

Jevi masih mendorong pintu tersebut. Tapi penghuni kamar itu sudah antisipasi dengan memasangkan slot pintu siang tadi. Dia aman berada di dalam sana untuk saat ini.

Jevi semakin tak sabaran, dia kembali kerahkan kekuatannya untuk membuka pintu tersebut. Tapi tak lama ada suara ambruk dari luar, ya, Jevi tepar sebelum selesai dari misi sucinya untuk menemui wanita yang dicintainya itu.

***

Matahari cepat naik, jam setengah enam pagi sinarnya sudah menunjukkan banyak eksistensi. Jevi terbangun di lantai dapur dengan kepala yang berat dan badan yang pegal. Lalu dia mengucek matanya yang tadi terbuka akibat sinar matahari, dan seketika dia ingat jika Gita sudah pulang dari kemaren jumat.

"Git, bangun sayang!"

Gita yang baru selesai memakai pakaian sehabis mandi di dalam kamar, tak jua mau bersuara. Hanya saja hatinya yang sekarang memperolok-olok Jevi, "Sayang-sayang pala lu peang, dasar bujang lapuk ganjen."

"Git, Om janji, bakal beliin apa saja yang Gita pengen ya Sayang!" Jevi kembali mengetuk pintu itu dengan sekuat tenaga. Tapi Gita tetap bergeming, sudah cukup ketraumaannya dalam menghadapi pria bejat tersebut.

"Gita, ayo kita jemput Cika dan Amri ya? Ntar sore kita ajak mereka main ya?"

Sogokan macam apa itu? Tapi untung saja, saat ini Gita tak bisa disogok dengan hal demikian. Amri dan Cika sibuk mempersiapkan diri untuk seleksi sekolah pada lomba MTQ nasional yang akan dilakukan tiga minggu lagi.

Pesona Pembantu Seksi (TAMAT)Where stories live. Discover now