AYAH PALSU

44 1 0
                                    

Makan malam dua keluarga ini diadakan sangat elegan. Lilin-lilin panjang dinyalakan, makanan mewah dihidangkan, dan dua keluarga duduk dan mengisi setiap sisi meja persegi panjang di tepi kolam renang yang beratapkan awan yang bergerak pelan-pelan.

"Gita, maafkan anak saya ya, karena merampas kegadisan kamu dan kalian harus menikah di saat kamu sudah berbadan dua." Sanders langsung ke inti cerita, membuat Gita langsung terbatuk-batuk dibuatnya.

"Kami keluarga Sanders Sanjaya mohon maaf yang sebesar-besarnya ya."

Mohon maaf apa? Tak ada yang musti dimaafkan, yang ada Gita yang harus minta maaf karena secara tak langsung menipu dua orang tua yang duduk di depannya ini.

Gita masih diam, terlihat bingung dengan apa yang akan dibicarakannya. Keenan menyenggol bahu Gita, wanita itu langsung tersentak dan menjawab dengan terbata-bata.

"Ba ... baik Pak, saya maafkan!"

Sanders lega, begitu juga dengan Rosida yang kini terlihat lebih bahagia. Sedangkan dari keluarga Gita, Amri masih kelihatan bertanya-tanya begitupun dengan Cika.

"Rencanamu selanjutnya apa Gita setelah kalian menikah, jadi ibu rumah tangga atau pekerja?" tanya Ibu Rosida.

"Saya ..."

"Dia mau jadi Ibu rumah tangga Bu, ngurus anak di rumah! Tapi Keenan bebasin sih maunya apa karena masih muda juga, tapi kamu tetap mau jadi ibu rumah tangga kan Gita?" sambar Keenan seketika.

"Benar Gita? Bagus kalau gitu! Kalian kan ada 22 tahun perbedaan usia. Jadi lebih baik di rumah saja, layani Keenan sebisanya ya, anak saya ini memang suka galak, tapi kalau dia sudah cinta, apapun dia terobos. Itu tuh yang istrinya kemaren, udah bela-belain nikah beda agama, nentang orang tua, lah malah selingkuh dengan temannya. Kamu jangan gitu ya, Gita. Kami merestui kalian berdua," kata Rosita sambil menyindir masa lalu Keenan.

"Ya elah Bu, diulang mulu. Itu monalisa udah meninggal loh ya, Bu!"

Alvaro bangkit dari kursi. Dia benar-benar tak suka dengan pembicaraan ini. Gita yang melihat Alvaro berlari, reflek langsung mengejar dan meninggalkan meja makan tersebut. Lah, gimana ceritanya bisa-bisanya peserta inti ikutan minggat padahal acara ini dibuat untuk dia.

"Varo, sini sayang sama Gita."

Gita berharap bisa menangkap Alvaro dalam posisi terkepung oleh beton di tiga sisi. Anak kecil itu sepertinya sangat marah dengan semua ini.

"Gita, apakah kamu membenci ibuku seperti mereka? Aku sudah tau Gita, kamu membohongiku soal isi diari Ibuku, Ibuku mengkhianati ayahku kan?"

Dulu Gita memang pernah memberikan keterangan palsu mengenai diari Monalisa, tapi itu semua Gita lakukan demi kebaikan anak kecil ini juga. Gita tak mau jika Alvaro benci ke Ibunya karena kesalahan besar di masa hidupnya.

"Varo, maafin Gita ya, Gita janji nggak ulangi lagi. Ibu Varo kapanpun akan terus jadi Ibu terbaik yang Varo punya, nggak bakal bisa digantikan oleh siapapun juga. Bahkan Gitapun sangat sayang sama Ibu Alvaro. Karena Ibu varo udah ngerawat Alvaro sampai Varo bisa banyak hal!"

Anak itu lalu menghambur ke Gita yang sudah membentangkan tanganya. Anak itu memang bisa sejinak-jinaknya jika berhubungan dengan Gita.

"Gita, aku tak mau dekat-dekat mereka, tapi aku lapar, kamu bawain aku makanan yang ku makan tadi ya, tambahin sosis sama ayam bakarnya sama nasi sekalian ya?"

Gita mengangguk, "Ya sudah, tunggu Gita di meja sana ya, sebentar lagi Gita bawakan makanannya!"

Alvaro segera beranjak dan duduk di tempat yang dimaksudkan Gita barusan, lalu Nanny-nya itu balik lagi ke meja makan tempat terjadinya pertemuan dua keluarga.

"Gita kamu dari mana Nak? Alvaro bagaimana?"

Gita menunduk sopan, lalu menjawab pertanyaan itu dengan suara pelan.

"Varo sedang ke belakang dulu Bu, saya anterin makanannya dulu ya Bu!"

"Dia emang kenapa nggak mau ke sini?" tanya Rosita lagi.

"Ibu, seharusnya sebagai Oma-nya jangan terlalu mengatur urusan keluarga Keenan. Anak sekecil itu jangan dikira tak mengerti apa-apa. Dia mengerti banyak hal!"

Keenan mulai kesal dengan pemojokan Rosita yang memang selalu terjadi berulang-ulang terhadap istrinya yang sudah meninggal. Gita yang merasa keadaan meja makan yang sudah memanas, ingin pamit sebentar untuk melanjutkan mengambil makanan yang sesuai dengan kemauan anak asuhnya tersebut.

"Gita izin pamit lagi ya Pak, Bu, Pak k

Keenan, Cika, Amri!"

Gita ingin segera mengantarkannya setelah memasukkan semua pesanan Alvaro pada piring ceper itu.

"Gita, duduk, dan biarkan dulu dia menunggu sampai urusan kita selesai."

"Maaf Pak, kayaknya Varo lapar. Gita musti nganterin ini sekarang Pak!" tolak Gita.

"Di sini Gita, nanti saya akan antarkan itu. Saya ingin melamar kamu sekarang, kamu jangan sibuk dengan urusan yang lainnya!"

Gita langsung ditarik Keenan untuk duduk kembali, piring itu sekarang terhempas ke meja.

"Maaf Pak, saya salah!"

Gita menundukkan kepalanya. Orang tua Keenan dapat melihat jika Gita adalah calon istri yang patuh pada anaknya dan sayang juga terhadap cucunya.

"Gita, saya ingin menjadikan kamu sebagai istri saya sampai saya tak bernapas lagi, menikahlah dengan saya!"

Amri baru bisa tersenyum lebar karena satu janji Keenan terhadap kakaknya sudah terlaksana, tapi Gita dengan keraguan yang tinggi menerima cincin itu, bahkan jemarinya sekarang bergetar-getar karena terlalu gugup.

"Gita?"

Gita tiba-tiba tergugu, bukan menangis karena haru, tapi karena penyesalannya kini yang datang menggebu-gebu. Bagaimana bisa dia menyembunyikan seumur hidup jika anak ini adalah anak majikannya yang dulu. Apa jadinya nanti jika Jevi tau kalau Gita punya anak perempuan dengannya tapi malah diklaim oleh ayah palsu.

"Saya ...."

"Iya Gita?" ucap Keenan menahan napas.

"Saya ...."

"Kak, buruan, kakak kan dihamili Pak Keenan, kalau kakak nggak dinikahi Pak Keenan, kakak mau anak ini tak berbapak seumur hidup?" Amri mulai membentak.

"Iya Pak, saya mau!"

Keenan tersenyum penuh kemenangan, memang ini yang dia butuhkan. Tapi ada satu yang dilupakan Gita dan itu krusial, cincin pemberian Jevi masih terpasang di jari manisnya sebelah kiri.

"Gita, cincin ini saya simpan dulu ya, saya ganti sama ini!"

Keenan memasukkan cincin itu ke dalam saku kemeja yang dipakainya. Cincin platina yang baru disingkirkan oleh Keenan tersebut menjadi sumber pertanyaan dari dua orang tua yang di hadapan mereka berdua.

"Cincin apa itu Gita, bagus banget?" tanya Rosita tiba-tiba.

"Itu—"

"Cincin dibeli dari pasar malam Bu, biasa Gita suka hal-hal kayak gitu!"

"Oh, bagus juga ya. Saya kira berlian asli tadi Gita, kamu kalau butuh apa-apa bilang aja ke anak saya, dia pasti beliin kok!" lanjut Rosita.

"Gita tak pernah minta apapun kok Bu, dia nggak suka belanja, sederhana sekali orangnya, makanya Keenan suka dia!"

Sanders bertepuk tangan, memang ini menantu idaman untuk anaknya. Beda sekali dengan Monalisa yang hedonnya ampun-ampunan.

Gita kembali menundukkan kepala. Dia seperti mati rasa, tak peduli sama sekali dengan orang-orang yang memujinya saat ini. Dia hanya kuatir dengan anaknya yang nanti akan selalu jadi korban dari dusta orang tuanya.

"Nak, Ayah kandungmu itu tak sesempurna Ayah penggantimu, tapi tanpa dia kamu tak mungkin ada di perut Ibu. Kita berdamai ya Nak, sekarang kamu terima dulu Ayah penggantimu ya Nak!" ucap batin Gita menjerit-jerit.


Pesona Pembantu Seksi (TAMAT)Where stories live. Discover now