GITA AKAN DIJADIKAN ISTRI KEDUA

154 1 0
                                    

Jevi dan Gita sudah kembali berpakaian, duduk terpisah, dan siap menerima apapun serangan dari Amri yang kelihatan tidak senang. Muka adik pertama Gita itu sudah keliatan muram sejak mengetahui kakaknya dan orang tua walinya kepergok bermesraan dengan keadaan keduanya telanjang setengah badan. Dia datang lagi setelah menitipkan Cika ke tempat mandi bola di lantai satu aparteman ini, maka dimulailah sidang untuk Jevi dan Gita.

"Maafin gue Ri, gue sama kakak lu emang udah tunangan. Dan kita akan menikah kok suatu saat nanti!"

Muka Amri benar-benar sudah merah padam. Dia syok bercampur kecewa dengan kelakuan mereka berdua. Semua ketakutannya selama ini terbukti adanya. Kakaknya memang ada hubungan dengan Om-om tampan itu. Dan parahnya, hubungan mereka berdua lebih dari hubungan antara majikan dan pembantu.

"Kak, kata kakak cincin itu hanya hadiah ulang tahun, dan kakak bersikeras kalau tak ada hubungan apapun sama Om Jevi."

"Maaf Ri, kakak emang udah tunangan sama Om Jevi. Dan cincin itu adalah cincin pertunangan kita!" ucap Gita dengan tampang bersalah.

"Tunangan kak? Tunangan? Kakak kira kakak boleh tindih-tindihan sama Om Jevi gara-gara kalian tunangan? Kalian itu belum halal kak! Apa yang kalian lakukan itu haram!"

Gita merasa sangat berdosa dengan semua yang Amri tuduhkan sampai tak bisa lagi mengucapkan apa-apa. Jevi sudah siap dengan kalimat kilahannya.

"Sorry Ri, gue khilaf tadi. Ya mungkin terbawa suasana soalnya di sini cuman ada gue dan kakak lu saja."

Amri tak mempedulikan alasan Jevi yang menurutnya sangat 'cuci tangan'. Dia kembali memperhatikan kakaknya yang sekarang tertunduk lesu.

"Kak, kakak simpanan Om Jevi? Om Jevi bukannya sudah punya calon istri?"

Gita bergidik, dia angkat wajahnya yang kini tak tenang lalu menoleh ke arah Jevi yang berusaha santai.

"Ri, nggak mungkin lah, gue setega itu jadiin kakak lu simpanan. Kan dia tunangan gue!" jelas Jevi membela Gita dan dirinya sendiri.

"Saya tidak nanya sama Om, saya nanya ke kakak saya sendiri," ujar Amri mengeras.

"Menyeramkan juga kalau Amri marah ternyata", pikir Jevi. Namun, dia tak boleh takut-takut sebelum benar-benar tersudut.

"Ri, kakak bukan simpanan Om Jevi," kata Gita pelan.

Percuma sudah pembelaan Gita beserta penyangkalannya. Amri tak akan mempercayainya semuanya.

"Kak, kakak membiayai kami dari jual diri ya? Kalau gini Amri mending nggak sekolah kak! Amri lebih rela melaut dan jadi penerus ayah di kampung. Amri nggak mau kak, dapat fasilitas ini dari kakak jual tubuh."

Jevi mulai menyesal karena tadi pagi sempat memberitahukan adik-adik Gita jika gadis itu sakit dan lengkap diberitahukan alamat yang jelas. Jevi juga tak menyangka ternyata anak-anak itu datang lebih cepat dibanding waktu yang dia kira. Dan parahnya ketika dokter Rino tadi pamit pulang setelah melakukan pemeriksaan terakhir pada Gita, pintu juga lupa dikunci dengan rapat.

Hampir tersudutkan, Jevi harus kembali mengatur kata-kata agar suasana yang dingin dapat berubah. Meski semua celah alasan yang dapat membenarkan dia dan Gita hampir tertutup sempurna. Mereka ini benar-benar tertangkap basah.

"Om, mau jadiin kakak saya apa setelah Om pakai-pakai?"

Jevi mendengus, dia pegangi sudut keningnya karena pusing.

"Gue akan nikahi dia! Gue bersumpah akan nikahi dia!"

"Jadi istri ke berapa? Kan Om mau nikah sama Kak Dahlia setelah gagal jadi suami dari Kak Nabila. Jadi kakak saya mau Om jadiin istri ke berapa?"

Rumit, seperti benang kusut. Jevi mulai menyesali kenakalannya yang sudah-sudah karena hal tersebut berimbas untuk kehidupannya yang di masa sekarang. Di sisi lain, Gita juga menyesal karena di minggu kemaren dia pernah memberikan penyangkalan yang terlalu jelas sehingga hal tersebut menjadi amunisi untuk Amri dalam menjatuhkannya kini.

"Ya udah, dia akan gue jadiin istri kedua dan pasti lebih gue sayang dari istri pertama."

Amri mencebikan bibir lalu menghampiri kakaknya yang duduk termanggu di sudut ranjang.

"Ayo kak, kita balik lagi ke kampung. Amri sama Cika ikhlas buat nggak sekolah agar kita bisa hidup benar dan di atas ridho Allah. Ayo Kak, kita pulang. Kita musti lupakan semuanya, kita sekarang harus mulai lagi dari awal!"

Amri menarik tangan Gita. Jevi tentu saja langsung turun tangan untuk menghalangi Amri membawa tunangannya tersebut.

"Ri, gue cinta dia, lu nggak bisa bawa dia dari gue."

Jevi berteriak, tapi Amri tak peduli. Bagi remaja tampan itu kakaknya tersebut harus dipisahkan dari majikannya. Amri benar-benar kecewa dengan semua usaha haram yang dilakukan kakaknya agar dapat memenuhi kebutuhan anggota keluarga yang masih tersisa.

"Maaf Om, Om sepertinya harus nyari simpanan yang lain. Ayo kak, kita pulang. Kita mulai lagi dari awal. Kita nggak apa-apa miskin, tapi minimal kita nggak miskin akhlak kak. Nanti Amri akan berusaha buat menuhi kebutuhan kita!"

"Tapi kakak bukan simpanan Om Jevi Ri, kita nggak ada hubungan seperti itu sebelumnya!"

Amri sudah tak percaya, dia cari barang-barang kakaknya yang tersimpan di lemari. Dia memang sangat beremosi dengan semuanya. Di pikirannya, bagaimana bisa setiap apapun fasilitas yang diterimanya selama ini adalah hasil dari kakaknya yang menjual diri ke Om-om yang kini sedang menghalangi langkahnya.

"Gue bilang Ri, Kakak lu itu bukan simpanan gue, gue cinta dia sepenuh jiwa gue. Paham nggak sih lu? Paham?"

Amri benar-benar tak terpengaruh apapun termasuk tangan Jevi yang kini berusaha meraih tangannya untuk berkemas. Dia kusai semua pakaian Gita yang ingin dibawanya untuk kembali lagi ke desa. Tapi tak ada yang dia temukan karena pakaian itu sengaja tak dipindahkan Jevi ke apartemen ini.

"Kak, di mana baju kakak yang lama? Masih di rumah lama? Ayo kita ke sana. Hari ini juga kita balik lagi ke desa. Kita akan mulai semuanya!"

"Ri, kakak bukan simpanan Om Jevi!"

"Gue bilang, dia bukan simpanan gue Ri, bahkan buku hutang dia ke gue itu ada. Ayo kita ke rumah, gue tunjukkin ke elu semuanya. Bagaimana kakak lu itu nulis semua apapun yang gue berikan terhadapnya. Ayo Git, kita liatin buktinya. Lu nggak mungkin difitnah kayak gini terus. Ayo!" Jevi berteriak. Dia tak bisa kehilangan Gita dengan cara seperti ini. Sekalipun dia tak akan rela dan sudi Gita pergi dengan cara seperti ini.

***

Mereka akhirnya naik mobil, setelah menjemput Cika dari tempat penitipan anak yang terdapat fasilitas mandi bola. Anak kecil itu sebenarnya penetral dari semua kerusuhan yang terjadi barusan, karena bagaimanapun topik sensitif ini tak mungkin diperdebatkan di depan seorang anak yang masih berumur delapan. Cika yang melihat saat Gita dan Jevi tertangkap basah, harus diarahkan agar tak menganggap itu adalah masalah untuk sementara waktu, agar Cika tak mempertanyakan dan terbebani oleh masalah yang mendera keluarga mereka bersama.

Matahari semakin turun, gerimispun begitu. Kemacetan panjang mengular di awal-awal jam pulang kantor. Dingin, di luar mobil dingin, di dalam mobil dingin, termasuk hati penumpangnya kecuali Cika yang masih bisa-bisanya bercanda di sandaran Gita yang duduk di bangku belakang. Amri berulang kali menyeka air matanya karena hatinya terluka, Jevi berusaha tenang dan menghibur dirinya sendiri dan percaya masalah ini akan teratasi, dan Gita berusaha meladeni Cika meski aslinya pikirannya lagi cenat cenut memikirkan masalah yang terjadi.

Jevi berkali-kali membanting setir karena tak sabaran bisa bebas dari kemacetan ini. Bagi laki-laki itu, Buku hutang tersebut adalah satu-satunya bukti yang paling menguatkan dari hanya sekadar berdebat secara verbal. Ingin dia sodorkan bukti tersebut ke depan muka Amri dan menyelesaikan semua masalah ini dengan secepat mungkin.


Pesona Pembantu Seksi (TAMAT)Where stories live. Discover now