DITIDURI BELUM TENTU DINIKAHI

222 1 0
                                    

Makan pagi kali ini keterlaluan. Lihat saja tingkah Gita yang sudah meresahkan, masa meletakkan sarapan saja kayak ngasih makan singa kelaparan. Tangannya itu diulurkan, panjaaaaang, agar tubuhnya dengan majikan itu tetap berjauhan. Lalu tanpa berkata-kata, macam Limbad lagi atraksi, dan tentunya tanpa satupun kalimat permisi, kemudian dia pergi.

Jevi menghela napas panjang. Bisa-bisanya wanita itu tak cerewet seperti yang biasa dia tunjukkan. Tapi kita lihat saja, sampai kapan dia bisa diam-diaman.

Jevi mulai mengatur strategi, mengubungi adik-adik Gita di asrama untuk merencanakan penjemputan siang ini. Tapi sial, sepertinya mereka tak ke sini hari ini, katanya ada seleksi lomba MTQ.

Cari strategi yang lain, ya, ini. Marilah menoleh ke belakang ke arah jendela. Itu dia, sempak beserta kutang yang dijemur kayak ikan basah yang siap untuk diasapi. Jevi berniat menjadi jelmaan Jaka tarub versi beta, kalau di legenda Jaka tarub mencuri selendang bidadari yang lagi mandi-mandi di air terjun, maka di versi ini Jevi akan menjadi penggodol pakaian dalam wanita itu agar rumah kembali semarak.

Huft, rasanya rasa bubur ini nikmat sekali pagi ini. Beban otak Jevi mulai ringan karena Gita sudah pulang meski wanita itu jadi diam seperti siamang lagi sakit gigi.

***

"Om, bantuin Gita, Om!"

Jevi yang sedang membaca laporan pengeluaran kantor, segera berlari menuju sumber suara. Itu dia, wanita yang sedang membuat kerusuhan di dapur lagi panik-paniknya karena ada api yang berkobar-kobar di dalam kuali.

Muka Gita langsung pucat, jantungnya tadi rasanya mau meloncat, dia takut karena hampir saja dia membuat rumah ini berakhir menggenaskan jika terlambat dapat pertolongan.

"Tinggal apinya dimatiin apa susahnya sih Git? Kalau lu takut api, jangan masak kalau gitu!"

Gita menekurkan kepalanya dalam-dalam. Tak berkata-kata sampai Jevi pergi dari hadapannya. Tapi dia tak akan menyerah untuk terus mencoba. Akan dia praktekkan resep-resep yang selama ini didapatkannya di sekolah memasak sampai dia bisa melakukannya sendiri tanpa bantuan siapa-siapa.

***

Aha ... Jevi sebenarnya tak marah sama sekali dengan kecerobohan Gita tadi. Dia hanya pura-pura saja, agar wanita itu ketakutan seolah-olah itu adalah masalah serius. Aslinya dalam hati Jevi lagi bernyanyi-nyanyi, yessss, Gita akhirnya bisa ngomong lagi.

Jevi baringkan tubuhnya di sofa panjang, membaca kembali laporan keuangan itu sambil tiduran. Kalau suasana hatinya baik, dia tak akan berniat nyari-nyari kesalahan, bahkan yang salahpun bisa dia benarkan.

Huft, pagi yang indah, hati yang riang, bunga-bunga bermekaran di taman, burung berkicauan, dan dia mulai membuat perencanaan.

Hari ini dia mau membawa Gita jalan-jalan, Jevi akan menganggapnya sebagai kencan meski tanpa persetujuan. Dan satu lagi, Jevi harus mengatakan perasaannya. Ah, yang ini membuat Jevi jadi deg-degan.

Wangi rempah-rempah yang dimasak tercium ke seluruh ruangan, sepertinya Gita meneruskan usahanya untuk memasak makanan. Ya, syukurlah, dia pantang menyerah, dan semoga saja rasanya tak berbahaya untuk dicecap oleh lidah.

Tak lama dia datang, dengan semangkuk makanan dan sepiring nasi di atas nampan. Jevi awalnya menatapnya takjub, makanan itu kelihatan enak sekali untuk dipandang. Ya seenak jika natap orang yang bawa nampan.

Gita meletakkannya di meja di dekat sofa, lalu gadis itu kabur begitu saja tanpa berbicara. Padahal mata mereka sempat bertatap-tatapan beberapa detik, ternyata itu tidak berarti membuat Gita bisa melunakkan hatinya atau berterima kasih karena dapur yang dipakainya itu sudah diselamatkan.

Jevi mencoba makanan itu dengan segala bentuk trauma yang bergelimpangan. Jangan sampai ada pecahan kaca di dalam sini atau bakteri berbahaya yang membuat Jevi keracunan. Dia kapok kena mutaber lagi.

Happp, di mulut Jevi ada semacam kalkulator yang aktif dalam menghitung formula makanan apakah pencampurannya benar atau tidak. Tak ada yang aneh, malah terasa enak dan bisa diterima mulutnya dengan mudah. Gerakan peristaltik kerongkongannya juga dapat melakukan tugasnya dengan sangat gampang tanpa berniat mengembalikannya ke mulut dalam bentuk muntahan.

Fix ini enak, Gita sepertinya sudah bertransformasi menjadi lebih baik setelah disekolahkan memasak beberapa minggu belakangan ini. Semur tahu yang dicampur telur puyuh beserta nasi ini habis tak bersisa.

Anak itu sudah menjelma menjadi sosok istri yang baik. Jevi semakin yakin untuk membawanya ke hubungan yang lebih serius lagi.

Tak lama setelah mencicipi makanan tersebut, Gita tiba-tiba datang dengan berpakaian rapi lengkap dengan tas yang tersandang di bahu kirinya lalu meletakkan secarik kertas di depan Jevi lalu menanti dengan sabar.

Gita pergi dulu, mau ketemu Azhar. Walaupun nggak diizinin Gita tetap mau pergi. Kalau Om masih nggak mau Gita pergi, Gita resign!

Jevi baca secarik kertas itu dengan seksama. Dia mencibir Gita yang masih menunggu.

"Lu punya mulut kan? Nggak usah pakai kertas kalau lu bisa bicara. Sini HP lu itu!"

"Maksud Om?"

"Hp lu kesiniin!" tegas Jevi.

Gita mengeluarkan HP itu dari saku celananya. Dia tak mengerti dengan apa yang sedang dilakukan Jevi terhadap telepon selularnya itu kini. Baiklah, dia hanya perlu menunggu tanpa harus berdebat.

"Udah sana pergi, perlu gue kasih duit buat lu jalan sana Azhar nggak ini?"

"Nggak Om, Gita punya uang sendiri."

Gadis itu pergi, rasa cemburu Jevi akan segera teratasi.

Oh begini rupanya jika dua anak cupu berkencan di hari sabtu ini, kencannya di taman lagi, di bawah pohon flamboyan rindang, duduk bersebelahan, tak ada pegangan tangan apalagi kecupan, yang ada hanya Gita yang berbicara bagai radio bodor yang ditanggapi Azhar yang ketawa tapi tak terbahak-bahak.

Ini lebih tepat disebut stand up comedy sepertinya, dibanding disebut sebagai sebuah kencan romantis. Andai di posisi Azhar itu Jevi, sudah pasti Gita akan dibawa Jevi liburan tentunya dengan sepanjang hari bermesra-mesraan tanpa mau berhenti.

Jevi mengipasi dirinya karena udara siang ini panas sekali. Dia pakai topi sih, kacamata hitam juga, tapi sepertinya memakai jaket kulit itu adalah keputusan yang disesalinya karena memperparah rasa panas yang mendera.

Gita masih terlihat senyum-senyum sambil bercanda, Azhar juga memberikan sejuta pesonanya untuk menanggapi Gita yang menurutnya adalah tipe gadis menarik, dan Jevi jadi mata-mata memperhatikan aktivitas dua sejoli tersebut daru tempat yang aman.

"Git, aku mau lamar kamu secara unofficial dulu boleh nggak?"

Jevi berusaha mendengarkan percakapan itu di antara deru suara kendaraan yang berlalu lalang. Ya susah juga sih kalau terdengar, tapi dapat dipastikan Gita pasti tau apa yang terucap dari mulut Azhar, soalnya gadis itu sudah mengangguk-angguk dengan mukanya yang sudah merah merona.

Satu kotak berbentuk hati yang dikeluarkan Azhar tersebut membuat Jevi kejang-kejang karena tak kuat menahan panik, apa-apaan ini masa sudah lamaran saja. Kenapa Azhar yang diam-diam cepat sekali dalam mengeksekusi. Jevi saja yang sudah meniduri wanita ribuan kali tak pernah sekalipun memberikan cincin tunangan pada wanita yang dia tiduri. Tak bisa dipercaya kalau sudah begini.


Pesona Pembantu Seksi (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang