KATANYA KAMU BERBEDA DARI YANG LAIN

136 1 0
                                    

Fares belum dikebumikan ketika Gita melayat di rumah duka. Alunan kidung-kidung penghiburan di lantunkan. Satu peti mati diisi oleh jenazah Fares yang dirias sedemikian rupa agar tak keliatan lagi pendarahannya akibat kecelakaan mobil sore kemaren yang merenggut nyawanya. Kecelakaan itu tepat di jalan yang Gita ingin lalui dengan Jevi tapi mereka berhenti dulu buat maghrib di mall terdekat, dan itu adalah kebetulan yang sangat langka yang membuat Gita trauma.

Fares memang berubah akhir-akhir ini dan Gita tau dia masih suka bermain wanita. Memang tak sepenuhnya tobat nasuha, tapi tetap saja laki-laki ini adalah teman laki-lakinya pertama yang terdapat di kota ini. Rasanya terlalu sebentar saja kebersamaan dia dan Fares, akhirnya dia menghembuskan napas terakhirnya setelah gagal melewati fase kritisnya.

Ah, mungkin Fares bisa dibilang cinta pertama, mungkin! Tapi Gita belum juga bisa mendefisikannya secara lebih jelas dan lebih leluasa. Lagian kalau kata Om Jevi, Gita tau apa sih soal cinta, masih ingusan juga!

Gita berbalik, lalu ingin segera meninggalkan rumah duka setelah dia melihat muka Fares untuk terakhir kalinya. Tapi seseorang memanggilnya dari belakang. Anak kecil yang lucu sekali, masih balita sepertinya, dia bilang namanya Naura.

"Tante, kenalin aku Naura."

Dia datang bersama Ibunya yang juga bermata sipit sepertinya. Gita lalu merendahkan tubuhnya saat menatap anak kecil itu.

"Ada apa Dek?"

"Masih ya Tante, udah ngasih boneka ini ke Naura!"

Gita baru ingat sekarang, boneka berwarna merah jambu yang dipeluk oleh anak perempuan itu. Iya, itu adalah boneka hadiah dari tiket permainan timezone yang dikumpulkannya dari Fares. Benar, tak ada keraguan.

"Sama-sama Dek, dijaga ya bonekanya. Sini peluk tante dulu!"

Gita memeluk anak kecil itu dengan hangat. Mungkin diumurnya yant segini dia belum mengerti dengan siapa yang meninggalkannya. Beda sekali dengan Ibunya yang matanya sudah bengkak karena tadi menangis tersedu-sedu. Tapi biarlah anak kecil ini tak mengerti dia kehilangan siapa sampai dia menemukan ayah baru.

"Makasih ya Git, Fares sering cerita kamu. Katanya kamu berbeda dari yang lainnya."

Gita tak tau harus berekspresi apa dengan mantan istri Fares ini. Tapi hanya ucapan maaf dan terima kasih yang bisa Gita sampaikan.

"Aku mohon maaf dan berterimakasih untuk Almarhum ya kak, dan semoga diberikan ketabahan untuk orang yang ditinggalkan.

Gita akhirnya pergi dari situ. Gerimis tiba-tiba turun dari langit, rasanya inilah waktu yang tepat untuk menangis.

***

Jevi lembur hari ini. Gita tak bisa curhat dengan apa yang terjadi setelah tadi majikannya itu juga berangkat sangat pagi. Gita sampai tak tau, tapi seperti biasa, apalagi yang diurusnya kalau bukan urusan bisnis. Gita ingin berbicara dengan Azhar tapi rada malu mengakui jika dia ada hubungan dengan anak pemilik yayasan itu. Jadi satu-satunya solusi terbaik adalah dia berusaha menyibukkan diri dengan buku-buku manajemen Jevi yang berbahasa inggris. Tak apa bolak balik ke kamus online, yang penting Gita dapat menyibukkan diri dan melupakan apa yang terjadi.

Malam sudah terlalu larut, Jevi juga tak pulang ke rumah. Sepertinya Om-om itu menginap di tempat lain. Baiklah kalau begitu, Gita tarik selimutnya sampai ke tekuk dan siap memeluk mimpi-mimpinya yang sudah menunggu.

***

Aha, oh ini yang bikin Jevi tak pulang tadi malam. Om-om ini menginap rupanya di rumah calon istrinya tersebut. Pantas saja pagi-pagi ini rumah jadi ramai oleh suara dua bocah kecil yang mencari-cari keluarga Gita. Rara dan Lala bertanya ke mana Amri dan Cika, Gita bilang jika Rara dan Lala datang terlalu pagi karena adik-adiknya itu baru akan dijemput di jam satu siang ini.

Mereka menunggu dengan sabar, tidak akan lagi intimidasinya pada calon ayah barunya tersebut. Mereka memang sering ke sini, terhitung sudah 2 kali saat pertama kali diperkenalkan pada keluarga Gita. Kayaknya anak ini benar-benar kesepian sekali hari demi hari, sehingga mereka menganggap keluarga Gita tersebut adalah teman satu-satunya untuk menemani mereka bermain. Tapi tak masalah, asal itu positif dan bisa membuat urusan Jevi jadi mulus dengan calon istrinya, Gita pasti selalu dengan senang hati meladeni mereka berdua ini.

Gita lalu memandikan dua anak ini karena katanya belum mandi dari pagi. Setelah itu, mereka bertiga berlari-lari di ruang atas sembari membiarkan Jevi dan Nabila berbicara intens di ruang tamu. Mereka memang sangat senang dengan Gita, sampai bisa sepatuh-patuhnya juga dengan wanita tersebut. Ah, ternyata mereka tak sekeras batu seperti yang Jevi sering utarakan. Anak-anak ini hanya butuh perhatian dan kasih sayang.

***

"Mas, Aku suka kamu Mas!"

Nabila berbicara hal tersebut dengan matanya yang lekat memandangu Jevi tanpa berkedip. Sepertinya taarufan mereka akan berhasil sebentar lagi.

Jevi yang hari ini terlihat tampan sekali hanya bisa memandangi Nabila sambil tersenyum. Dia rasakan perubahan jantungnya yang bahkan tak berdegup kencang seperti saat dia berusaha mendekati pembantunya itu. Dia hanya merasa lega, bukan perasaan senang seperti yang biasanya diucapkan para pujangga di kisah-kisah romantis.

"Iya Bil, Makasih ya!"

"Iya Mas, gimana kalau kita dua minggu lagi tunangan Mas? Ntar biar bisa nikah lebih cepat."

Aih, tiba-tiba kepala Jevi berdenyut-denyut tak tau karena alasan apa. Pokoknya ada satu penyakit yang tiba-tiba mendera begitu saja. Ini sepertinya sudah respon tubuhnya yanh bilang 'tidak' untuk perjodohan ini. Tapi masa bilang 'Tidak' di kondisi Nabila sudah merendahka harga dirinya untuk menyatakan cinta seperti ini.

"Aku atur jadwalnya ya Bil, biar kamu nggak usah capek-capek mikirnya."

Alasan klasik para laki-laki yang suka PHP tapi tak sekalipun akan memenuhi janjinya tersebut. Jevi sebenarnya masih ragu dengan semua ini, tapi ntah kenapa intuisinya bilang lebih berat ke tidak dibanding ke iya.

Sepertinya dia harus konsultasi lagi ke Tara mengenai masalah ini. Kalau ke Gita ya pasti dia akan mendukung Jevi dan Nabila. Sedangkan tara orangnya lebih terbuka dan berimbang dengan apa saja yang terjadi di hidupnya itu.

"Makasih ya Mas, aku senang dan bahagia pernah bertemu orang kayak Mas!"

Jevi menghela napasnya berat, pikirannya semakin berkecamuk, hatinya semakin susah memutuskan, bahkan dia tak bisa mendefinisikan Nabila itu datang ke kehidupannya akibat berkah atau emang karena kutukan.

"Semoga kita dipercepat dan dilancarkan urusannya ya Mas, aku ingin kita segera menikah. Lalu punya kehidupan baru yang insyaallah lebih baik ke depannya."

Jevi berat sekali untuk mengangguk, pikiran pria itu berkecamuk, banyak sekali rintangan dalam menemukan titik temu keputusan itu. Apakah selama ini dia hanya fobia akan pernikahan? Tapi waktu sama Nabila malah dia yang ingin sekali hal itu cepat dilaksanakan.

Tak mungkin, kenapa Jevi sekarang malah ingin sekali menyingkir dari kehidupan Ukhti solehah ini, ini mungkin yang disebut orang ujian pranikah. Ada saja ketidakyakinan padahal semuanya sudah dimudahkan jalannya.

Sepertinya Jevi harus shalat istiqorah malam ini, untuk meminta kuasa ilahi pada hidupnya yang fana ini. Jangan sampai keinginannya nikah satu kali seumur hidup harus berakhir gagal total di kemudian hari. Ya, semoga kali ini.

"Om, Gita jemput adek Gita dulu ya, dia udah mau pulang Om!"

Gita baru turun dari tangga, diikuti pasukannya yang berjumlah dua yakni Rara dan lala, Jevi segera menawarkan bantuan. Dia harus mengeluarkan mobil minibusnya dengan segera. Dan mengajak mereka semua yang ada di rumah ini ke asrama.



Pesona Pembantu Seksi (TAMAT)Where stories live. Discover now