LU BUNUH DIA, DIR?

59 1 0
                                    

Kejadian semalam mengajarkan Gita sebuah pengalaman panjang. Semua yang dulu tak pernah kepikiran, sekarang menjadi batu sandungan. Luka trauma kejiwaan Gita sekarang terasa lebih perih dari semua luka fisik yang dia terima. Lebih sakitnya lagi, itu semua terjadi menyangkut dengan orang yang dia percaya sekaligus dia cintai.

Mobil membawa Gita pergi setelah dokter ambil andil untuk menanganinya yang tadi luka-luka. Wanita yang menutupi tubuhnya dengan pakaian tambahan berupa jaket, kini hanya menekur di samping Alvaro yang sedang mengusap-ngusap bahunya di bangku kedua. Gita kebanyakan melamun, meski sesekali dia juga mengajak Alvaro berbicara untuk meminta maaf pada anak kecil tersebut. Bocah balita itu sekarang bisa bertindak sebagai orang dewasa, tak menyalahkan Gita atas semua kejadian yang menimpanya, malah mampu memberikan penghiburan untuk pengasuhnya.

"Gita, besok aku ke sekolah tapi kamu tak usah mengantar, kamu harus istirahat biar kamu cepat sembuh, kamu di rumah saja, kata ayah tadi aku akan dijemput Bi Minah untuk ke depannya!"

Kepala Gita diperban, itu yang membuat Alvaro semakin tidak tega. Mata Nannynya itu juga bengkak sebelah karena dilemparkan asbak plastik yang untung saja tidak menciderai dalam matanya sehingga dia terbebas dari kebutaan. Tapi tak begitu dengan berbagai cidera di anggota badannya yang lain, bahkan tangannya terkilir, lututnya nyeri karena hantaman, dan keadaan Gita meski sudah ditangani dokter tetap saja tampak berantakan.

"Varo, Gita nggak apa-apa, memang Gita agak lambat dalam berjalan karena lutut Gita sakit, tapi kan ada kruk yang diberi dokter tadi!"

Keenan yang berada di bangku pengemudi berdecak saat mendengarkan kekerasan hati Gita tersebut. Wanita ini memang merupakan tulang punggung untuk keluarganya tapi jika dia bersikeras untuk bekerja bisa saja memperburuk kondisinya.

"Gita, kamu beristirahat di rumah sampai sembuh. Emang gaji kamu bulan kemaren tak cukup buat menutupi kebutuhanmu selama ambil cuti karena sakit? Itu tunangan kamu yang kaya raya tak membantu finansialmu apa?"

Pernyataan Keenan barusan membuat pikiran Gita kembali ke Jevi. Semua kebejatan laki-laki itu sudah sempurna dia dengar dari salah satu korban Jevi yang menyekapnya semalaman suntuk. Termasuk dia juga tahu mengenai siapa yang ditiduri tunangannya itu lusa kemaren.

"Kalau bisa bekerja, saya masih ingin bekerja Pak!"

Duda tampan itu menggeleng tak mengerti. Tapi hatinya sudah sepenuhnya lega saat ini, karena Gita dapat ditemukan dalam kondisi selamat berkat meminta pertolongan ke tempat dan orang yang tepat. Sesuai pengakuan wanita itu tadi, dia dikejar-kejar oleh dua orang lain yang berbadan besar dan bertato dan sekarang menjadi buronan polisi karena terlibat dalam penganiayaan terencana.

"Saya bayar gaji kamu 50 persennya tiap hari, asalkan kamu memastikan di rumah dan sembuh dalam satu minggu. Tak ada tapi-tapian. Istirahat satu minggu dan baru bekerja lagi."

Gita ingin menangis, ternyata Keenan yang selama ini dia kenali sebagai majikan yang bengis juga mempunyai sisi-sisi yang teramat manis. Kekuatiran Gita jika tak bekerja memang hanya ada satu yakni memikirkan nasib adik-adiknya yang masih butuh dibiayai dan dibantu. Tapi kalau masih ada gaji yang akan didapatkannya di akhir bulan nanti, dia sedikit tenang dan hanya tinggal pengeluaran yang perlu diatur.

"Terima kasih Pak! Terima kasih!" ucap Gita dengan teramat haru diikuti oleh pelukan Alvaro ke tubuhnya dengan teramat pilu.

***

Andira menyeruput kopi panasnya dengan sangat santai sambil menunggu matahari turun ke peraduannya. Jingga datang dengan teramat sendu diringi rintik gerimis di antara suara kereta api yang berderu. Laki-laki yang dicintainya sejak bertahun-tahun yang lalu sekarang juga duduk di sampingnya walaupun dengan suasana hati tak menentu.

"Sibuk amat sih Jev? Ada apa sih?"

Andira tertawa dalam hatinya, karena dapat dipastikan Jevi lagi sibuk menelepon tunangannya itu. Belum tau saja dia, jika Gita sudah berusaha dia singkirkan jauh-jauh.

"Lu bisa berhenti komentarin gue nggak sih? Pergi sana ke kursi lu. Ganggu mulu!"

Andira mengembangkan kipas di tangannya. Dia gerak-gerakkan benda itu seolah-olah dia kegerahan karena pernyataan Jevi barusan.

"Jev, kalau misalnya nih ya, Gita tak ada lagi di bumi ini, kamu akan menikahi siapa?"

Alis Jevi seketika bertemu saat menoleh ke wanita yang menurutnya seperti hantu. Ada beberapa persepsi yang tercipta di benaknya akibat pernyataan Andira tadi.

"Maksud lu? Lu bilang Gita gue mati gitu?"

Pria berbaju kaos biru laut itu sekarang mengusap-ngusap jambangnya yang belum tebal tumbuh di rahangnya. Andira merasa pesona Jevi semakin menjadi-jadi saat melakukan gerakan seperti itu.

"Yaaaa, begitulah!"

"Sekarang lu jujur, apa yang lu lakuin ke Gita. Lu bunuh dia Dir?"

Wanita ini menurut Jevi masih tergolong sakit jiwa. Berbicara dengannya bisa saja berbuah petaka.

Andira terdiam sampai kereta api berhenti di stasiun berikutnya. Satu rombongan keluarga masuk ke gerbong ini. Andira tanpa pamit langsung bangkit ketika bangku yang dia tempati akan segera diisi oleh orang yang memegang tiket di sini. Wanita itu kemasi bagasinya, lalu dia pergi ke tempat duduknya yang berjarak 2 gerbong lagi dari tempat Jevi.

Sekarang otak laki-laki itu seakan kram, seandainya Gita benar-benar berurusan dengan Andira semalaman maka sudah dapat dipastikan jika tunangannya itu tak akan baik-baik saja. Sekarang satu-satunya harapan Jevi hanyalah mengetahui kabar kekasihnya itu dari Amri, semoga saja nomor laki-laki remaja itu tak diganti.

***

Keenan tak sampai hati melihat seberapa menggenaskannya hidup wanita ini. Rumah yang dulu ingin dia masuki sekarang benar-benar terpampang nyata di depannya. Ruangan kecil, berdinding dan berlantai papan, tikar plastik yang warnanya sudah pudar, adik-adik Gita yang terlihat kurang perawatan, dan tentunya berbeda sekali dengan keadaannya yang cukup rapi beserta Alvaro yang masih keliatan bersih meskipun belum mandi. Tadi yang menyambut mereka adalah anak remaja yang bernama Amri sebelum Cika pulang dari bermain dan menyadari ada tamu di rumahnya itu.

"Di minum Om, Varo, airnya!"

Cika yang masih muda terlihat lebih dewasa dari umurnya. Dia lah tadi yang disuruh Amri untuk menyediakan air putih untuk kedua tamunya. Sedangkan Gita yang datang dengan mereka berdua tadi langsung masuk ke kamar untuk berganti pakaian. Tentunya dia juga melipat jaket Keenan yang sempat dipinjamkan padanya.

"Kalian di sini benar-benar tanpa ada orang tua? Terus Gita satu-satunya orang yang dituakan?"

Amri mengangguk-angguk, memang begitulah adanya. Keenan terenyuh dengan semua kemalangan yang melingkupi keluarga ini.

"Kapan kakak kalian akan menikah dengan pacarnya itu? Menurut saya kalian tak bisa begini terus. Bagaimanapun kalian masih butuh sosok orang dewasa sebagai penuntun, lagian jika kalian hidup seperti ini selalu, kasihan kakak kalian yang harus bekerja banting tulang tiap hari apalagi kalian juga bisa luput dari pengawasannya."

Amri mengerti dan si kecil Cika juga dapat memahami. Tapi di hati remaja laki-laki itu, pernikahan Jevi dan Gita adalah satu hal yang sangat berat untuk dia setujui.

"Belum tau Om, saya merasa kakak saya sebaiknya bukan dengan pria seperti itu. Tapi hati Kak Gita belum terbuka agar tak memilih dia!"

Pintu kamar langsung menganga. Gita yang sudah berganti pakaian segera muncul ke hadapan mereka semua. Bibirnya yang pucat seakan sudah siap memberikan konfirmasi atas semuanya.

"Kakak tak akan menikahi Om Jevi, hubungan kita sudah berakhir malam tadi!"

Mereka semua masih terkejut dengan pernyataan Gita barusan, kecuali Alvaro yang melonjak kegirangan dan penuh dengan suka cita. Dia seperti sedang berenang dalam berbungkus-bungkus es krim kesukaannya. Berita itu teramat menggembirakan baginya.

"Yeeees, Gita akhirnya sadar untuk nggak nikahin kakek drakula. Dia jahat Gita, jangan sama dia!"

Alvaro melompat-lompat di lantai papan yang ditakutkan akan rubuh tiba-tiba. Dia hamburkan tubuhnya pada Gita yang belum siap menangkapnya. Wanita itu masih tak terlalu kuasa menahan beban berat, tapi untunglah sebelum jatuh terjerembab, Cika sudah menangkapnya dengan sigap. Sehingga Keenan bisa bernapas lega.


Pesona Pembantu Seksi (TAMAT)Where stories live. Discover now