GUE INGIN GIGIT BIBIR LU GIT!

290 2 0
                                    

Ini adalah hari minggu terbaik dalam hidup Gita. Dia merasa punya segalanya lagi setelah hidupnya hampir berdarah-darah dalam dua bulan ini. Jevi memperlakukan Gita bagai seorang putri raja yang harus diperlakukan berbeda dari yang lainnya; tangan gadis itu digenggam hangat, tubuhnya dirapatkan agar jarak mereka semakin dekat, dan bukan sekali dua kali Jevi membisikkan ke Gita kata-kata menggoda dengan maksud agar gadis itu terjerat.

Gita mulai merasa sangat nyaman diperlakukan Jevi seperti demikian. Mungkin dalam dua bulan ini dia kurang kasih sayang, atau bisa juga karena kerinduan dengan laki-laki tersebut mengundang rasa penasaran. Tapi yang pasti, berkat Jevi, tampilan Gita yang tadi sedikit urakan kini sudah kembali mempesona, Gita kembali cantik paripurna setelah di-treatment pada spa dan klinik kecantikan; rambutnya dirapikan, daki di seluruh tubuhnya dirontokkan, wajahnya di facial lalu diberi make up minimalis dan tentunya pakaian Gita juga diganti Jevi dengan baju yang kelihatan lebih cocok untuk gadis 19 tahun itu untuk berjalan-jalan di pantai siang-siang. Dress dengan tali yang diikatkan di tekuk, panjangnya selutut kurang sedikit, tapi tentu saja Jevi hanya mengizinkan Gita berpakaian terbuka seperti demikian hanya dalam pengawasannya. Jangan coba-coba pria lain melirik Gita lebih dari lima detik, kalau tak mau dipelototi Jevi dengan galak. Laki-laki itu egois, aurat wanitanya di umbar-umbar tapi tidak untuk dilihat-lihat laki-laki lain dengan tatapan penuh birahi.

"Lu kembali cantik Git, tangan lu jadi lebih halus dibanding sebelumnya. Lu resign kek dari warung nasi itu dan kerja di tempat yang lain sih, misalnya nih ya jadi teller bank atau penjaga toko. Nggak tega gue ngeliat lu menderita dengan kerjaan kasar kayak gitu. Masa tunangan Jevi malah jadi babu dapur sampai segitunya!"

"Om cari kerjaan itu susah. Dulu Gita ditawari jadi penjaga toko sembako tapi posisi itu sudah digantikan sama yang lain karena Gita pindah setengah tahun yang lalu. Ya udah jadinya itu aja. Tapi nggak apa-apa kok Om, kerjanya sebenarnya itu-itu aja, tapi karena berulang-ulang jadi capek aja sebenarnya. Tapi Gita nggak disuruh mikir kok Om, kan Om tau kalau Gita malas mikir!"

Jevi melepaskan topi straw di kepala Gita. Mengusap puncak kepala gadis itu dengan penuh cinta. Mereka bersitatap di bawah nyiur yang melambai akibat hembusan angin laut di tepi pantai. Jevi tau Gita pasti menahan semua kesedihannya, gadis ini pasti tertekan dengan semua beban yang harus ditanggungnya, mata belo itu tak bisa berdusta meski Gita sekarang berusaha untuk ceria.

"Git, kalau lu pengen nangis, ini pundak dan dada gue. Nangis aja, jangan lu tahan. Gue tau lu lelah, penat, dan ingin mengeluh. Ungkapkan aja semuanya!"

Gita segera menenggelamkan dirinya dalam dekapan Jevi tanpa malu-malu. Dia menangis sesegukan pada dada hangat yang bidang itu. Jevi tak peduli jika baju polo yang dia kenakan basah karena air mata dan ingus wanita yang dia cinta. Terhitung lima menit gadis itu berdiam di sana, melepaskan semua keluh kesah dengan isakan tanpa kata-kata, Jevi menunggu dengan sabar dengan mengusap bahu Gita agar dia dapat lebih tenang.

"Udah?" tanya Jevi setelah tangis itu mereda. Jevi hapus air mata yang tersisa di pipi Gita dengan segera.

Gita mengangguk. Di mata Gita sekarang, Jevi di terlihat seperti malaikat penyelamat yang datang ke hadapannya untuk menyelesaikan semua masalah yang mendera. Saat mereka kembali bersitatap, Gita ingin sekali menjerat bibir Jevi yang tipis itu agar mereka lebih dekat. Tapi aktivitas itu jika dilakukan di tempat ini akan terlihat terlalu nekat.

"Gue pengen gigit bibir lu Git, ke hotel yuk!"

Gayung bersambut, Gita langsung bangkit dengan semangat. Jevi tertawa melihat gadis itu yang sepertinya sudah siap untuk membuat keadaan lebih menghangat.

"Semangat amat lu Git, udah nggak sabaran ya?"

"Apa sih Om?"

Muka gita memerah seketika. Tapi Jevi sudah merangkul tubuhnya dengan teramat erat.

"Semuanya berawal dari 'apa sih Om?' dilanjutkan dengan 'lagi Om!', iya kan Git?"

Gita mencubit pinggang Jevi gemas, mereka berdua tertawa renyah. Lalu berjalan beriringan ke tempat yang mereka tuju dengan tubuh yang semakin rapat.

***

Saat pintu itu tertutup, maka nafsu yang meletup-letup di antara keduanya langsung menunjukkan eksistensi. Gita dan Jevi saling menyerang, melumat, menggigit, dan melepaskan hasrat yang terasa semakin menyengat.

"Git, lu kangen gue?"

Jevi mendudukkan tubuh Gita di meja. Menatap mata indahnya dalam-dalam, lalu mengecup kedua kelopaknya dengan penuh rasa cinta. Gadis itu mengerjap singkat menunggu Jevi menyelesaikan aksinya, kemudian kembali mengalungkan tangannya melingkari leher Jevi sehingga laki-laki itu harus menundukkan tubuhnya beberapa senti.

"Om, Gita deg-deg an, apa itu artinya perasaan Gita sekarang lebih dari sekadar rindu ke Om?"

Jevi mengulum senyumnya. Lalu membisikkan kalimatnya tepat di daun telinga Gita.

"Gue harap iya Git, please cintai gue dengan sepenuh jiwa lu! Soalnya gue sudah mencintai lu dengan apapun yang gue punya, bukan hanya sekadar jiwa."

Jevi tarik kuping Gita dengan giginya dengan lembut, gadis itu merintih dan mendesah-desah yang membuat Jevi semakin resah.

"Ah, Gita mau Om Jevi!"

Gita eratkan kalungan tangannya agar wajah Jevi semakin mendekat. Dia kembali lumat bibir itu dengan nikmat.

Jevi sudah tak sabaran, dia angkat Gita agar bisa bertopang di pinggangnya agar mereka kembali menyecap bibir masing-masingnya dengan lebih dalam. Posisi Gita sudah seperti pelukan koala di pohon eukalyptus.

Jevi tarik simpul tali yang ada di tekuk Gita segera, seketika dress itu melorot dan segera terpampang strapless bra yang kini bisa diamati laki-laki itu tanpa penghalang apa-apa. Sepasang daging menyembul dari pakaian dalam itu dan tentunya terlihat sangat menggemaskan. Belahannya yang indah terbentuk karena kedua daging itu berdesak-desakan ingin menguasai tempat yang terbatas.

Gita yang terbawa suasana tak dapat menolak ataupun risih karena pakaiannya itu sudah berpindah akibat ulah tangan nakal Om-om bejat ini. Sekarang, Jevi hempaskan Gita ke ranjang mewah tersebut, dia turunkan dress yang kini sudah melorot sampai ke lutut melewati kedua kaki Gita, dia lempar tak tau arah, lalu dia kurung gadis itu dengan tangannya yang kekar.

"Lu tau apa akibat dari semua kepasrahan lu ini kan Git? Lu akan merasakan kesakitan yang teramat sangat, sebelum lu gue bawa ke surga dunia."

Gita mengangguk pasrah dengan nafsu yang membuncah, dia kembali tarik wajah Jevi dengan penuh gairah. Napasnya kembali mendesah-desah, tanpa terasa pakaiannya telah dilucuti sempurna, begitupun dengan Jevi yang sudah tak memakai apa-apa.


Pesona Pembantu Seksi (TAMAT)Where stories live. Discover now