AYO MANDI BARENG!

155 2 0
                                    

Senja turun dengan indah, jingganya masuk melalui kaca jendela di kamar ini. Menyinari Gita dan Alvaro yang masih asik mewarnai sambil berdiskusi apa warna yang pantas untuk gambar pemandangan tersebut. Sebenarnya bukan keahlian Gita dalam bidang seni ini. Tapi demi melihat anak majikannya itu bisa antusias dan tak lagi buas, Gita lakukan yang terbaik untuk memberi pengajaran dalam bidang yang sepertinya Alvaro sukai. Wanita itu sedang senang apalagi semenjak Keenan tak lagi menunjukkan batang hidungnya. Ntah kemana majikannya itu pergi tapi yang pasti ketidakberadaannya tersebut itu

menjadi berkah, selain tak perlu kena marah, Gita juga tak harus memendam atau memuntahkan emosinya yang akhir-akhir ini tersulut dengan mudah.

Gita tos tangan Alvaro saat satu gambar penuh selesai diwarnai, bocah itu segera bangkit lalu menempelkan gambar tersebut pada dinding untuk dipajang. Mereka berdua lalu bertepuk tangan bahagia dan saling berpelukan akrab.

"Gita, tunangan kamu datang! Kata dia nomor kamu tak bisa dihubungi!"

Keenan tiba-tiba berdiri di depan pintu kamar anaknya, merebut perhatian kedua orang yang sedang berpelukan itu sehingga tertuju padanya. Ntah sejak kapan Keenan kembali ke rumah ini, tapi yang pasti kebahagiaan Gita semakin berlipat-lipat. Ah, Jevi benar-benar pemberi kejutan yang hebat.

"Tunangan saya?" tanya Gita memastikan.

"Iya, tunangan kamu yang namanya Jevi nugraha itu kan? Songong amat gayanya sama saya!"

Gita segera mendudukkan Alvaro ke bibir ranjang, dia rapikan pakaiannya sendiri lalu menatap bocah itu dengan bersungguh-sungguh.

"Varo, kita ketemu hari senin ya, besok Varo sama Ayah dulu ya. Gita mau ngambil libur buat besok!"

Varo menahan tangan Gita, dia tak senang dengan perencanaan tersebut. Hari ini saja dia gagal untuk makan es krim karena tak diajak Gita ke luar rumah.

"Makan es krim lagi kapan Gita? Gita udah janji akan makan es krim hari ini!"

Ah, Varo, anak ini terlalu polos untuk tahu jika nasib Nannynya itu akan terancam karena permintaannya. Keenan segera berkacak pinggang untuk memarahi Gita yang masih berniat memberi anaknya makanan tersebut.

"Gita, sudah saya bilang, jangan kasih Varo es krim lagi!" teriak Keenan.

"Maaf Pak, Saya harus pulang dulu. Hari kerja saya sudah habis, dan saya ingin ngambil jatah libur besok ya Pak! Oh iya, Varo kita bertemu lagi senin ya!"

Gita lalu mengecup puncak kepala anak tersebut. Anak itu menguatkan pelukannya ke tangan Gita, dia tak mau berpisah saat mereka sedang seru-serunya.

"Sabar ya Sayang, Gita butuh istirahat dulu. Ntar senin kita main lagi ya?"

Varo tiba-tiba memekik sambil melempar-lempar barang yang ada di tempat tidurnya, huft anak itu lagi-lagi tak bisa dikendalikan. Gita segera memeluk Varo untuk menenangkannya, meskipun dia kembali menerima pukulan bertubi-tubi dari bocah kecil tersebut.

Keenan akhirnya turun tangan, rasa empatinya mulai tersentuh melihat bagaimana perjuangan Gita menangani anaknya yang barbarnya sudah kelewatan.

"Sudah Gita, sana kamu pulang! Kembali ke sini pagi senin jam enam. Sana! Jangan lupa tutup pintu dan gerbangnya, sebelum berangkat sama tunanganmu itu."

"Baik Pak! Terima kasih! saya permisi, Varo Gita pulang dulu ya!"

Alvaro sudah berpindah pelukan, Gita lalu melambai ke anak kecil yang sedang tantrum itu. Gita kemasi barang-barangnya lalu pergi ke luar rumah untuk menemui kekasihnya yang sudah menunggu.

***

"Lu betah kerja sama dia karena dia lebih ganteng dibanding gue kan Git? Kalau gue tau dia seganteng itu, gue nggak bakal doain lu bisa bertahan di sana!"

Jevi menyambut Gita dengan muka masam. Senyum wanita itu langsung pudar menanggapi tuduhan tersebut.

"Om, kok ngomongnya gitu? Om udah makan atau belum?"

"Lu kenapa nggak matiin Hp lu dari tadi malam, lu nginap di rumah ini ngapain sama majikan lu itu Git, jangan selingkuh ya lu!"

Gita menggengam tangan Jevi, dia tak ingin ribut di depan rumah majikannya seperti saat ini.

"Om, kita omongin baik-baik ya di tempat lain. Jangan di sini. Malu Om!"

Jevi menghempaskan genggaman Gita dari tangannya. Dia tersulut emosi karena cemburu buta.

"Lu suka duda itu ya? Kata lu dia tua, lah paling umurnya juga nggak jauh di atas gue. Sialan tau nggak sih lu Git! Gimana gue bisa tenang lu kerja di tempat dia dengan seragam lu yang ngepas badan kayak gini." Jevi perhatikan seragam Gita dengan seksama, sebenarnya pakaian itu cukup tertutup dengan celana panjang dan atasan yang punya lengan sampai siku. Tapi aset Gita cukup menonjol depan belakang karena pakaian itu cukup ketat di tubuhnya yang sintal.

"Om, nanti Gita jelasin ya di tempat yang sepi. Gita nggak mungkin menghianati Om!"

Muka Jevi yang tampan benar-benar berubah menakutkan. Dia langkahkan kakinya duluan untuk menghindari jalan beriringan. Satu kata yang dapat menjelaskan keadaan Gita saat ini, 'SIAL', iya sial dalam memacari seorang laki-laki buaya yang selalu ingin menang sendiri, kekanak-kanakan, posesif, tanpa berkaca dengan dosa-dosanya di masa lalu yang sering mempermainkan banyak wanita.

***

"Git, siapa dia?"

Gita yang baru memasuki kamar hotel harus siap menjawab semuanya. Jangan sampai tuan muda ini tiba-tiba kembali memperpanjang perkara sehingga nasib hubungan mereka berdua harus dipertaruhkan.

"Namanya Pak Keenan sanjaya Om, dia campuran Belanda Jawa, umurnya 41, anaknya Alvaro, dia pegawai sekaligus ngelola bisnis tambak ikan, dia pemarah, dan dia majikan Gita!"

Gita mengucapkannya dengan sekali tarikan napas, tapi Jevi merasa dia belum bebas dari berbagai kecurigaan yang mengganjal di lubuk hatinya.

"Lu suka dia? Lu mau nikahi dia sebelum lu nikahi gue?"

Ya tuhan, sekarang Gita menyesal dengan segala bualannya mengenai duda yang mau dengannya dan akan menjadi suaminya yang pertama.

"Om, Gita cuman becanda Om mengenai itu, jangan marah ya?"

Gita menghampiri Jevi yang duduk di bibir ranjang, sekarang membujuk pria ini tak ada bedanya dengan membujuk bocah 4.5 tahun yang bernama Alvaro.

"Iya ya Om, jangan marah ya, Gita cinta sama Om, kita jangan berantem ya, Gita udah sering dimarahin Pak Keenan, Gita juga stress Om!"

Gita perhatikan wajah Jevi yang sekarang ditumbuhi jambang dan kumis yang halus. Lalu di usap wajah tunangannya itu dengan penuh kasih sayang.

"Janji kalau lu jangan selingkuh sama dia ya? Dan tolong ntar kalau gue beliin lu Hp baru lu musti terima. Gue ingin lihat muka lu saat gue manggil elu lewat telepon!"

Jevi sudah melunak, Gita akhirnya lega. Wanita itu kini memikirkan bagaimana dia menyelundupkan telepon selular tersebut ke rumahnya, dan bagaimana juga nanti caranya agar Amri tak mencurigainya lagi asal muasal barang yang baru dimilikinya.

"Om, video callnya waktu Gita kerja aja ya, kalau Gita udah pulang Gita pakai handphone lama untuk hubungin Om! Gita nggak tau apa alasan buat jelasin ke adik Gita. Gita nggak mau ditanya macam-macam lagi!"

"Tadi gue udah ke rumah lu kok, tapi cuman ada Cika, dia yang ngasih alamat kalau lu kerja di sini. Dia lalu pergi ngaji, gue ke tempat kerja lu. Ntar gue hadapi Amri untuk mengkonfirmasi hubungan kita seperti apa. Gue nggak bisa membiarkan semuanya berlarut-larut. Saatnya kita menujukkan ke keluarga lu tentang hubungan kita sebenarnya!"

Gita tersenyum lebar walaupun agak takut-takut. Tapi mendengarkan kesungguhan Jevi sebentar ini dia benar-benar jatuh cinta sekali lagi dengan pria tersebut.

"Boleh gue minta jatah sekarang Git? Gue rindu tubuh lu?"

Jevi mendekatkan tubuhnya pada Gita, lalu mencium ceruk leher wanita itu sehingga sang empunya melonjak kegelian.

"Gita belum mandi sore Om!"

"Ayo mandi bareng!"

Gita belum memberikan keputusan, tapi Jevi sudah menggendong tubuhnya untuk masuk kamar mandi. Mereka kembali bersatu padu membuat desahan yang memabukkan di dalam situ.


Pesona Pembantu Seksi (TAMAT)Where stories live. Discover now