Jilid 96

2.1K 52 0
                                    

Sementara itu Kun-gi sudah turunkan tawanannya, tanyahya: "Paman kenal orang ini?"

"Dia bernama Tu Hong-sing, salah seorang dari tiga puluh enam panglima dulu, sekarang dia salah seorang dari delapan Koan-tai dari Hek-liong-hwe."

"Apa kerja dan tugas seorang Koan-tai?" tanya Kun-gi.

"Sesuai namanya, seharusnya Koan-tai memimpin banyak orang, tapi Koan-tai dari Hek-liong-hwe kira2 setingkat dengan Houhoat, jabatan ini tidak terhitung rendah, tapi tidak punya tugas tertentu, semula jabatan ini hanya merupakan simbol dalam kalangan pemerintahan kerajaan, yang terang kedelapan Koan-tai seluruhnya dikerahkan bertugas di Ceng-liong-tong."

"Syukurlah kalau paman Yong kenal dia, biar kubikin dia mendusin, Ling-toako bilang supaya engkau membujuknya, mungkin dia mau insaf dan bertobat, karena tidak secara suka rela menjadi antek musuh," kata Un Hoan-kun.

Yong King-tiong berpaling kepada Kun-gi, tanyanya: "Ling-kongcu ingin Losiu membujuk dia?"

Maka Kun-gi menjelaskan keadaan di dalam lorong2 sempit yang simpang siur seperti sarang labah2, padahal orang2 Pek-hoa-pang terkurung di dalam dan tak bisa keluar, di samping dua temannya lagi yang disekap entah dimana. Kemungkinan Tu Hong-sing bisa bantu membereskan soal2 ini, jika dapat membujuknya, tentu segala urusan disini tidak akan mengalami kesulitan lagi.

Sambil mengelus jenggot Yong King-tiong manggut2, katanya: "Sebagai seorang dari tiga puluh enam panglima sudah tentu Losiu cukup kenal pribadi Tu Hong-sin, orang ini cupet pikiran dan sempit pandangan, tamak harta dan gila pangkat. apalagi sekarang sudah menjadi Koan-tai, jabatan tingkat keenam di istana raja, untuk membujuknya meninggalkan pangkatnya mungkin agak sulit."

setelah menepekur sebentar akhirnya dia menambahkan: "Ada satu hal mungkin dapat membuatnya tunduk."

Un Hoan-kun lantas tertawa, katanya: "Wan-pwe tahu, Wanpwe punya cara supaya dia tunduk dan menyerah."

"Kau punya akal apa?" tanya Kun-gi heran.

"Setiap manusia yang gila pangkat dan tamak harta pasti takut mati," ujar Un Hoan-kun.

Yong King-tiong mengangguk, "Ucapan nona memang betul."

Un Hoan-kun tidak banyak bicara lagi, dia mendekati Tu Hong-sing, mendadak dia ulur dua jari tangannya yang lentik putih beruntun menutuk tiga Hiat-to Tu Hong-sing, lalu ia mengeluarkan satu botol kecil, dengan ujung kuku dia mengambil bubuk obat terus dijentikan ke hidung Tu Hong-sing.

Sungguh mujarab obat bubuk dalam botol kecil ini, begitu mencium bau obat itu, Tu Hong-sing yang jatuh pingsan seketika berbangkis dua kali lalu membuka mata. Sebentar bola matanya berputar mengerling kian kemari, akhirnya melihat Yong King-tiong, Ling Kun-gi, Un Hoan-kun, seketika rona mukanya berubah, mendadak dia bangun berduduk. Begitu duduk baru dia sadar bahwa beberapa Hiat-to di tubuhnya telah tertutuk, kaki tangan hakikatnya tak mampu bergerak.

"Tu-heng, sudah siuman kau?" sapa Yong King-tiong.

"Syukurlah Yong-congkoan berada disini," kata Tu Hong-sing sambil mengawasinya, "beberapa Hiat-toku tertutuk."

Ternyata betul dia manusia yang takut mati, berhadapan dengan Yong King-tiong, nada bicaranya seperti minta tolong dan mohon dikasihani.

Yong King-tiong berdiri kereng, katanya: "Apakah Tu-heng tahu bahwa Han Jan-to sudah mampus, sementara Cui Kin-in sudah merat setelah keok?"

Tu Hong-sing tampak kaget, katanya: "Apa betul ucapan Congkoan?"

"Sejak kini aku bukan lagi Congkoan Hek-liong-hwe, maka Tu-heng jangan memanggilku Cong-koan, empat puluh tahun aku berkumpul disini dengan Tu-heng, maka ingin kuberi nasehat, kita kan bangsa Han, sesama anggota Thay-yang-kau dan bersumpah setia di depan cakal-bakal, adalah tidak pantas rela menjadi antek dan cakar alap2 musuh.

Pendekar Kidal (Cin Cu Ling) - Tong Hong GiokTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang