Jilid 32

2.2K 58 1
                                    

Giok-je menarik kursi dan duduk di sebelah samping, katanya sambil membetulkan sanggul rambutnya: "Apa perlu dikatakan lagi, bukankah sudah terbukti Cu-cengcu berhasil menawarkan getah beracun itu?"

"Ya, oleh karena itulah Lohu menduga nona menjalankan perintah menyelundupkan Lohu keluar dari Coat-sin-san-ceng, tentunya punya tujuan tertentu bukan?"

Giok-je melengos dari tatapan tajam Ling Kun-gi, katanya: "Pandangan Cengcu memang tajam dan teliti, untuk ini hamba tidak perlu mungkir lagi."

"Kalau begitu, kenapa nona tidak berterus terang kepada Lohu?"

"Bukan hamba tidak mau menerangkan, soalnya apa yang hamba ketahui amat terbatas, ini disebabkan oleh kedudukan hamba, ada persoalan yang tak boleh dibocorkan kepada orang luar."

"Tak banyak yang ingin kuketahui, misalnya nona dari Pang atau Hwe mana, kemana Lohu hendak dibawa, soal ini tentu nona bisa memberi keterangan?"

Terunjuk sikap serba salah pada wajah Giok-je katanya setelah menepekur sebentar: "Bicara terus terang, kami dari . . .dari Pek-hoa-pang . . . ."

Sebetulnya Ling Kun-gi sudah tahu, dengan tersenyum dia berkata: "Pek-hoa-pang, bukan saja namanya segar dan enak didengar, tentunya anggota Pang kalian seluruhnya terdiri dari kaum hawa?"

Merah muka Giok-je, tapi dia manggut2.

"Kemana Lohu hendak dibawa?"

"Hal ini hamba tidak berani menjelaskan."

"Tentunya tujuan kita adalah suatu tempat yang terahasia sekali? Lalu siapa nama gelaran Pangcu kalian?"

Ber-kedip2 bola mata Giok-je, katanya dengan tertawa nakal: "Setelah Cengcu tiba disana dan berhadapan dengan Pangcu, boleh kau tanya sendiri."

"Jadi nona tak berani menerangkan?"

"Cu-cengcu jangan memancing, hamba adalah anak buahnya, betapapun hamba tidak berani sem-barang menyebut nama gelaran Pangcu."

Sesaat lamanya keduanya bungkam, suasana menjadi hening sekejap. Kun-gi sikat hidangan yang tersedia, kejap lain Ping-hoa dan Liau-hoa sudah bereskan piring mangkuk, lalu menyuguh secangkir teh.

Giok-je berdiri serta memberi hormat, katanya: "Silakan Cengcu istirahat, hamba mohon diri." -Dengan langkah lembut dia lantas keluar.

Beruntun dua hari, kecuali Ping-hoa dan Liau-hoa yang meladeni makan minumnya, Giok-je tidak pernah unjuk diri. Agaknya dia sudah kapok dan berlaku hati2 terhadap Ling Kun-gi, banyak bicara tentu bisa kelepasan omong, maka lebih baik dia hindari bicara atau ngobrol dengan Ling Kun-gi.

Selama itu Kun-gi juga tidak keluar kamar, tapi dia tahu bahwa kamar tempat tinggalnya se-lalu diawasi orang, jelas mereka adalah Liok-piauthau dari Ban-seng-piau-kiok dan anak buahnya.

Kamar belakang yang terletak diburitan dan terpisah oleh dinding papan dengan kamar Ling Kun-gi adalah kamar tinggal Giok-je bertiga. Selama dua hari ini Giok-je sembunyi dalam kamar, dari celah2 dinding papan secara diam2 selalu dia mengawasi getak-gerik Ling Kun-gi. Tapi Kun-gi pura2 tidak tahu.

Perjalanan dua hari ini mereka lewatkan dengan tenang dan tenteram, tak pernah bentrok atau bersua dengan orang2 Hek-liong-hwe lagi. Hari kedua setelah nakan malam, cuaca sudah gelap, terasa perahu ini seperti membelok memasuki sesuatu selat.

Biasanya di waktu petang perahu memang cari tempat yang terlindung dari hujan badai, tapi hari ini sudah gelap, perahu masih terus laju dengan kecepatan sedang, malah selat ini rasanya terlalu sempit dan belak-belok ke kanan-kiri, ini terasa dari seringnya perahu oleng ke kanan atau ke kiri.

Pendekar Kidal (Cin Cu Ling) - Tong Hong GiokTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang