Jilid 65

2.3K 57 1
                                    

Kira2 semasakan air mereka sudah tiba di Ciok-san-thau. Di tengah malam di pegunungan yang tidak seberapa besar dan tinggi ini bertengger seperti raksasa mendekam terletak Ciok-san-bio disamping gunung, jalan menuju ke biara ini merupakan undakan batu yang rata dan terawat bersih.

Di tengah perjalanan Kun-gi mengamati situasi sekelilingnya, lalu dia perintahkan Coh-houhoat Leng Tio-cong bersama Toh Kan-ling, Liang Ih-jun dan empat Houhoat-su-cia bertugas jaga di sebelah timur yang menghadap ke sungai. Coa Liang ber-sama Lo Kun-hun, Yap Kay-sian bersama empat Houhoat-su-cia berjaga di hutan sebelah barat. Sementara dia pimpin Kongsun Siang, Song Tek-seng. Thio Lam-jiang bersama Giok-lan langsung naik ke atas gunung.

Setiba di depan Ciok-sin-bio baru Ko-lotoa menghentikan langkah, katanya menjura: "Biarlah aku mengetuk pintu." Lalu dia mendahului maju ke pintu serta mengetuk tiga kali.

Maka kumandanglah suara seorang perempuan bertanya: "Siapakah diluar?"

"Kita kemari bukan untuk sembahyang," sahut Ko-lotoa. Jawaban yang tak sesuai dengan pertanyaan,

Diam2 Kun-gi heran, tapi dia tidak bersuara.

Terdengar suara perempuan di dalam berkata pula: "Kalian tidak akan sembahyang, lalu mau apa kemari?"

"Lam hay Koan se-im datang menemui Ciok-sin," sahut Ko-lotoa.

Tergerak hati Kun-gi, batinnya: "Kiranya mereka bicara dengan bahasa rahasia."

Waktu dia berpaling ke arah Giok-lan, wajah orang juga menunjuk mimik heran seperti tidak tahu menahu, kebetulan orangpun menoleh ke arahnya dengan pandangan penuh tanda tanya. Kiranya pembicaraan rahasia Ko-lotoa ini juga tidak diketahui maksudnya oleh Giok-lan.

"O," terdengar perempuan tua di dalam bersuara, pintu tetap tidak dibuka, tanyanya pula: "Apakah ucapanmu ini dapat dipercaya?"

"Kiap-toaciangku dari istana bawah laut yang bilang begitu, memangnya omongannya bisa salah?"

"Lalu dimana dia!"

"Dia adalah aku inilah yang tidak becus," ujar Ko-lotoa tertawa.

"Hah," lirih suara kaget perempuan tua di dalam, "jadi kau inilah Kiap-toaciangkun, lekas silakan!"

Daun pintu segera terpentang lebar, keluarlah seorang nenek beruban dengan muka kuning kurus, melihat di luar pintu berdiri sekian banyak orang seketika dia berjublek, segera pula dia unjuk tawa sambil menjura: "Di tempat ini serba kekurangan, mari silakan kalian masuk minum teh."

Bahwa Ko-lotoa mendadak menjadi "Kiap-toa ciangkun", sungguh aneh bin ajaib.

Ko-lotoa tertawa, katanya: "Tidak jadi soal, Lam-hay Koan-se-im toh sudah kemari, apa pula yang ditakuti?"

"Kalau begitu terpaksa aku harus memberi lapor kepada yang berkuasa."

"Betul, lekaslah kau laporan kepada yang berkuasa."

Bergegas si nenek lari masuk kebelakang.

Sekilas pandang Kun-gi lantas tahu bahwa si nenek mengenakan kedok, di waktu membalik badan, gerak pinggangnya gemulai dan langkahnya enteng, tidak mirip seorang nenek yang sudah tua, bertambah besar perhatian dan rasa curiganya. Tak tahan dia berpaling kepada Ko-lotoa, tanyanya: "Kau kenal baik penghuni biara ini?"

Ko-lotoa tertawa lebar, sahutnya: "Orang se-kampung halaman sendiri, sudah tentu kami kenal baik. Mari silakan Cong-su-cia dan Congkoan."

Beriring orang banyak lantas masuk ke biara menyusuri serambi mereka masuk ke sebuah pekarangan, tampak bangunan biara ini terdiri dari tiga lapis gedung, setiap lapis bangunannya amat lebar dan luas.

Pendekar Kidal (Cin Cu Ling) - Tong Hong GiokTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang