Jilid 25

2.3K 60 2
                                    

Kho Keh-hoa membenarkan, berbareng mereka menoleh kesana.

Selama beberapa saat itu Cu Jing tidak ikut kemari, dikiranya dia sudah pergi, tak tahunya dia sedang berdiri menengadah sambil melamun, entah apa yang sedang dipikirkan. Tempat dimana dia berdiri jaraknya hanya dua tombak dengan Ban dan Kho berdua, jadi badan laki2 kurus berbaju hitam yang mulai membusuk itu pun tidak dilihatnya.

Memang dalam sekejap ini kulit daging si baju hitam bagian atas sudah mulai jadi cairan darah dan membusuk dengan cepat sekali, tulangnya lumer.

Soalnya gerakan Jiau-kau-sek ini terlalu gampang, sekali belajar siapapun pasti bisa, selanjutnya dia ulangi jurus kedua Bak-kau-sek, tangan kiri pelan2 terayun ringan kebelakang, sudah tentu gerakan ini dia sudah mahir sekali.

Setelah beberapa kali dia ulangi kedua jurus ini, terasa tiada sesuatu yang istimewa dalam kedua tipu silat ini? Ia heran kenapa si orang tua berpesan sedemikian serius padanya, nadanya malah se-olah2 bila dirinya berhasil meyakinkan kedua jurus ini takkan mendapatkan tandingan di kolong langit ini.

Tapi Cu Jing yakin si orang tua tak mungkin berdusta, bisa jadi kedua jurus yang kelihatan sangat sederhana ini mengandung intisari ilmu silat kelas tinggi yang tersembunyi? Mengingat hal ini, tak tertahan dia ulangi berlatih sekali lagi kedua jurus Jiau-kau-sek dan Bak-kau-sek tadi.

Aneh juga, semakin merasa gerakannya sederhana, semakin lancar dan enak dilatih, tapi setelah diselami, kenyataan tidak segampang dugaan semula. Tapi hanya sampai taraf sekian saja, yang kalau ditanya dimana letak gampangnya gerakan jurus2 pemukul anjing itu ia sendiripun tak mampu memberi penjelasan.

Cu Jing memang bukan orang bodoh, otaknya encer, dari kedua gerakan sederhana yang sebenarnya sukar diselami ini dia semakin yakin dugaannya pasti tidak meleset, bahwa di dalam kedua jurus ilmu silat yang sederhana ini tersembunyi ilmu silat taraf tinggi. Sesaat dia menengadah, melongo mengawasi langit.

Begitulah, waktu Cu Jing memburu kesana, sementara itu yang berbaju hitam sudah tinggal tulang yang berwarna hitam, berdiri tegak dan seram kelihatannya, keruan dia bergidik serunya kaget: "kenapa dia?"

"Mati minum racun," kata Kho Keh-hoa.

Ban Jin-cun sedang ambil pedang milik laki2 berbaju hitam tadi katanya: "Pedang inipun dilumuri racun, racunnya bukan sembarang racun, belum banyak orang2 Kangouw yang memakai racun, seperti ini, maka tidak sulit untuk menyelidiki asal-usulnya."

"Waktu ibunda saudara Ban meninggal, tangannya menggengam senjata rahasia yang dilumuri racun juga, dalam Bu-lim yang terkenal suka memakai racun hanya keluarga Tong di Sujwan, marilah kita meluruk ke Sujwan saja," ajak Kho Keh-hoa.

Karena badan sudah luluh menjadi cairan darah hitam. maka sarung pedang si baju hitam yang semula tergantung dipinggangnya ini terjatuh di tanah dan berlumuran darah kotor, Ban Jin-cun tidak berani mengambilnya, maka dia tetap genggam pedang milik si baju hitam, katanya sambil memberi hormat pada Cu Jing, "Berkat usaha saudara Cu yang mulia dan bijaksana sehingga permusuhan keluarga kami berdua tidak sampai ber-larut2 menimbulkan korban pula, bangsat inipun sudah mati minum racun, tiada keterangan yang dapat kita peroleh, oleh karena itu, kumohon Cu-heng suka menjelaskan satu hal."

"Ban-heng mau tanya soal apa?" jawah Cu Jing.

"Cu-heng kemari atas perintah guru untuk melerai permusuhan kedua keluarga kami, jadi mestinya tahu siapa sebetulnya musuh keluarga kami bukan?"

"Wah, maaf, aku justeru tidak tahu apa2," ucap Cu Jing sambil menggeleng,

"Cu-heng mungkin tidak tahu, tapi gurumu pasti tahu, entah siapakah gelaran nama gurumu?"

Pendekar Kidal (Cin Cu Ling) - Tong Hong GiokTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang