Jilid 13

2.6K 62 0
                                    

Betul juga, disamping almari sebelah kiri sana, entah kapan tahu2 sudah muncul satu orang. Dia berdiri menggendong kedua tangan, wajahnya mengulum senyum, namun kedua biji matanya kemilau dingin, tidak kelihatan gusar, tapi wibawanya cukup menggetar nyali In Thian-lok yang ditatapnya. Siapa lagi dia kalau bukan Ciam-liong Cu Bun-hoa adanya.

Pelan2 Cu Bun-hoa berkata: "In Thian-lok, apa pula yang ingin kau katakan?"

Pucat pias seperti kapur wajah In Thian-lok, keringat dingin gemerobos, sahutnya membungkuk.

"Ampun Cengcu . . . ."

Sebelah tangan mengelus jenggot, tangan yang lain tetap dibelakang punggung, dingin suara Cu Bun-hoa: "Coba terangkan, siapa yang jadi biang keladi komplotanmu ini?"

"Harap Cengcu maklum, karena ceroboh. . ." sembari bicara matanya melirik kearah Ji-ping, lalu meneruskan: "Kwi-hoalah yang menjadi biang keladinya, siapa sebetulnya orang yang berdiri dibelakang layar peristiwa ini hamba juga tidak tahu."

"Kau sudah tahu bahwa anak Ping yang menyamar Kwi-hoa, masih berani kau mungkir menumplekkan dosa kepadanya," damprat Cu Bun-hoa,

In Thian-lok memang licik dan banyak muslihatnya, jelas dia saksikan sendiri Kwi-hoa sudah mati dan rebah di atas ranjang, jawaban itu memang disengaja untuk mengorek keterangan Cu Bun--hoa siapa sebetulnya orang yang menyaru jadi Kwi-hoa ini? Semula dia mengira puteri Cengcu Cu Ya-khim, sungguh tak diduganya bahwa Pui Ji-ping yang menyamar.

Sudah tentu Ji-ping juga berguna baginya, karena dia adalah keponakan Cu-cengcu, asal dirinya berhasil membekuk nona itu sebagai sandera, dirinya tetap akan bisa lolos dengan selamat. Maka tanpa terasa ia melirik pula ke arah Pui Ji-ping setelah mendengar keterangan Cu Bun-hoa.

Lirikan ini diam2 memperhitungkan jarak kedua pihak, jarak Ji-ping kira2 ada beberapa kaki, sementara Cengcu ada disamping almari sebelah kiri sana, jaraknya dengan dirinya ada setombak lebih. Inilah kesempatan baik dan harus menempuh bahaya. Ia cukup kenal perangai sang Cengcu, jelas jiwanya takkan diampuni. Diam2 ia berpikir cara bagaimana harus mengelabui sang Cengcu untuk secara mendadak menyergap Pui Ji-ping. Maka dengan pura2 gelisah dan jeri, berulang kali dia menjura, katanya: "Sukalah Cengcu dengarkan penjelasaan . . . ." mendadak tubuhnya berputar dan melompat kesana menerkam Pui Ji-ping.

Sergapan ini dilakukan secara mendadak, gerak geriknya cepat dan gesit lagi, jelas Cu Bun-hoa tidak sempat menolong, sementara Ji-ping sendiri juga tak menduga bahwa orang bakal menerkam dirinya.

Tahu2 orang sudah menubruk tiba, keruan kaget Ji-ping tidak kepalang, secara refleks dia menjerit seraya mundur selangkah, sementara itu tangan kanan In Thian-lok sudah berada di atas batok kepalanya.

Pada detik2 gawat itulah mendadak didengarnya Cu Bun-hoa bergelak tertawa, serunya: "Anak Ping jangan takut!"

Belum lenyap suaranya, terdengar dua kali "trang-trang" beradunya barang besi. Lekas Ji-ping tenangkan diri, waktu dia angkat kepala, tampak In Thian-lok yang menubruk ke arah dirinya itu berdiri tanpa menggunakan kaki, kedua tangannya terbelenggu oleh dua gelang besi yang tiba2 turun dari langit2 rumah sehingga tubuhnya terangkat sedikit, demikian pula kedua kakinya terbelenggu juga oleh dua gelang besi yang timbul dari bawah lantai, baru sekarang dia sadar kenapa pamannya berseru supaya dirinya tenang dan tak perlu takut.

Karena kaki tangan terbelenggu dan tak mungkin berkutik lagi In Thian-lok, katanya sambil menghela napas panjang, "Hamba tahu diri tidak sepandai Cengcu, pantas segala gerak gerikku selalu dibawah pengawasan Cengcu."

Cu Bun-hoa tertawa, katanya: "Kau mengorek keteranganku, diam2 berniat menyergap anak Ping, kalau maksud jahatmu ini tak bisa kuraba, memangnya Liong-bin-san-ceng bisa berdiri dikalangan Kang-ouw." Setelah menghela napas, ia menambahkan: "Tapi kalau malam ini anak Ping tidak keburu pulang memberi kabar, aku toh tetap akan terjebak olehmu."

Pendekar Kidal (Cin Cu Ling) - Tong Hong GiokNơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ