Jilid 24

2.3K 58 0
                                    

Segera bisikan suara itupun menerangkan lebih lanjut: "Thian-to-tiang-ho adalah sejurus ilmu pedang dari Bu-tong-pay, kau bisa mainkan tidak? Yaitu pedang tusuk lurus ke depan, lalu ujung pedang mendongak ke atas terus disendal saja begitu."

"Segampang itu?" seru Cu Jing tidak percaya.

"Kan maksudmu memisah? sudah tentu semakin gampang semakin bermanfaat. Ai, buyung, jangan banyak bertanya, cukup asal kau bergaya dan ber-pura2 saja, biar aku yang membantumu."

"Umpama berhasil memisah mereka, apakah mereka mau dilerai?" tanya Cu Jing.

"Setelah mereka kau pisah, bekerjalah lebih lanjut menurut petunjukku."

Dengan seksama Cu Jing dengarkan suara orang, terasa serak dan rendah berat, ia tahu pasti seorang Cianpwe kosen yang aneh tabiatnya, maka dia manggut2, katanya: "Baiklah, aku akan bekerja menurut petunjukmu " Setelah berpikir lalu dia bertanya pula "Apakah nanti kau tidak akan unjukkan dirimu?"

"Kau Buyung ini mewakilkan aku bekerja kan sudah cukup, muncul atau tidak bagiku sama saja. Nah, lekas maju, ingat jangan pedulikan jurus serangan apapun yang tengah mereka lancarkan, kau tetap gunakan jurus Thian-to-tiong-ho saja."

Dengan heran dan penuh tanda tanya Cu Jing keluarkan pedang terus mendekati gelanggang.

Waktu itu pertempuran Ban Jin-cun dan Kho Keh-hoa sudah mencapai babak genting menentukan, pedang mereka dengan berlomba kecepatan merobohkan lawan, lingkaran sinar pedang laksana kelebat kilat menyambar.

Ui-san kiam-hoat mengutamakan ketenangan dan kemantapan. Sebaliknya Liok-hap-kiam dari keluarga Kho yang tersohor mengutamakan tusukan dan menutuk, oleh karena itu murid didiknya semua menggunakan batang pedang yang tipis dan panjang, begitu ilmu pedang dikembangkan, bagai bintik2 sinar perak bertaburan. Konon kalau Liok-hap-kiam-hoat diyakinkan sampai taraf tertinggi, sejurus gerakan pedang sekaligus dapat menusuk telak 36 Hiat-to musuh, maka dapatlah dibayangkan betapa cepat gerak serangannya.

Kira2 tujuh kaki diluar gelanggang pertempuran Cu Jing sudah merasa silau dan tersampuk oleh angin kencang yang membendung langkahnya, bayangan orang dan sinar pedang sukar dia bedakan, sesaat ia berdiri melongo tak tahu apa yang harus dia kerjakan?

Baru saja ia merandek, suara tadi lantas mendesaknya: "Sudah kubilang jangan kau pedulikan mereka. Nah, bersiaplah, angkat pedangmu dan cungkil." - Begitu suara orang masuk telinga, tanpa kuasa tangan kanan Cu Jing yang memegang pedang tiba2 bergerak terus menyongkel ke depan.

Kalau dituturkan memang aneh, dengan serampangan pedangnya menyongkel, tapi justru menimbulkan kejadian aneh. Terdengar "trang-tring" dua kali, kedua batang pedang Ban Jin-cun dan Kho Keh-hoa yang sedang saling labrak dengan sengit itu lengket seperti tersedot oleh besi sembrani, semuanya menindih pada ujung pedang Cu Jing tanpa bisa bergeming lagi.

Keruan kedua orang sama terbelalak kaget, mereka kerahkan tenaga dan menarik sekuatnya, tapi pedang mereka seperti melengket di ujung pedang Cu Jing, tak kuasa mereka menariknya.

Merah mata Ban Jin-cun, serunya: "Cu-heng, aku takkan hidup berjajar dengan dia, lebih baik jangan kau turut campur."

Kho Keh-hoa juga menggerung murka, teriaknya:. "Apa2an maksud saudara ini?"

Pada saat itulah, suara tadi mengiang pula ditelinga Cu Jing: "Buyung, sekarang beritahu mereka bahwa atas perintah gurumu, kau disuruh melerai perkelahian mereka."

Cu Jing merasa heran, batinnya: "Masa kedua orang ini juga tidak melihat bahwa dibelakangku ada orang?" Maka sambil menuding pedangnya ia berkata: "Kalian harap berhenti dulu, atas perintah guru Cayhe sengaja kemari untuk melerai permusuhan keluarga kalian."

Pendekar Kidal (Cin Cu Ling) - Tong Hong GiokWhere stories live. Discover now