Jilid 2

5.7K 89 3
                                    

Dengan gugup orang itu menyerahkan sepucuk surat kepada si pemuda terus tinggal pergi dengan langkah tergopoh2.

Pemuda jubah hijau ini ialah Ling Kun-gi, sekian lamanya ia melongo mengawasi sampul surat ditangannya, walau merasa heran, akhirnya dia buka sampul itu dan membaca isi surat yang tertulis di atas secarik kertas kuning, bunyinya demikian: "Serahkan kepada si mata satu di luar Ho-sing-bio di Hek-kang."

Ling Kun-gi tertegun membaca surat ini, cepat otaknya berpikir: "Jelas surat ini salah alamat, mungkin orang tadi salah mengenali aku." 

Waktu ia angkat kepala, orang yang menyerahkan surat tadi sudah tidak kelihatan lagi bayangannya.

Mau tak mau tergerak juga hati Ling Kun-gi, batinnya: " Dari nada surat ini, agaknya seorang persilatan hendak mengirim sesuatu barang. Memangnya aku sedang menyelidiki cin cu-ling, kenapa tidak kupergi ke Hek-kang menunggu di luar Ho-sio-bio untuk melihat apa yang akan terjadi di sana."

Tapi segera dia berpikir pula:" Dalam surat sudah dijelaskan untuk menyerahkan entah barang apa kepada seorang yang buta sebelah matanya di luar Ho-sin-bio. Lalu apa gunanya ku pergi ke sana. Toh aku tidak punya barang yang dimaksud? Sedangkan surat pengantar ini sudah terjatuh ke tanganku, orang yang harus menyerahkan barang tak mungkin menuju ke alamat yang ditentukan tanpa membawa surat ini."

Sampai di sini tiba2 dia menduga kalau orang tadi telah salah menyerahkan sampul surat ini kepada dirinya, pasti orang yang seharusnya menerima sampul surat ini berperawakan mirip dirinya, kenapa tidak kutunggu saja di sini, kalau nanti ada orang yang mirip diriku datang kemari? Bukankah lebih baik kalau dia yang menyerahkan barang itu ke Ho-sin-bio?

Dengan bibirnya dia basahi sampul surat serta menutup rapat pula sampul surat itu, kini ganti dia yang berjaga di ujung gang sempit tadi, buntalan panjang dipunggungnya dia turunkan dan diletakkan di kaki tembok yang gelap. Tak lupa dia meraih segenggam tanah kering lalu mengusap muka sendiri dengan debu tanah itu lalu ia berdiri bertopang dinding dan menunggu dengan sabar.

Tak lama kemudian, betul juga dari ujung jalan raya sebelah barat sana muncul sesosok bayangan orang, ternyata iapun memanggul sebuah buntalan panjang, perawakannya tinggi lencir, karena jarak masih jauh, tak terlihat jelas wajahnya. Langkahnya tampak tenang2, tidak gugup dan mantap, se-akan2 dijalan raya itu hanya dia sendiri yang berjalan.

Sekejap saja si baju biru ini sudah tiba di ujung gang. Kini Ling Kun-gi dapat melihat jelas, laki2 ini berusia empat- lima likuran, wajahnya memang cakap, cuma sikapnya angkuh, dingin dan kaku.

Ling Kun-gi tunggu orang berjalan sampai di mulut gang dan segera memburu maju serta berkata: "Siangkong, inilah surat untukmu." 

Dengan kedua tangan dia angsurkan sampul tadi.

Langkah si baju biru merandek, dengan sebelah tangan dia terima sampul itu tanpa berpaling, sekenanya tangan yang lain tiba2 menggablok ke belakang.

Tak pernah terpikir oleh Ling Kun-gi orang akan menyerang dirinya dengan cara ganas ini, ada niat menangkis, tapi cepat sekali otaknya bekerja, pikirnya: "Dia ingin membunuhku untuk menutup mulutku, maka aku jangan menangkis."

Diam2 ia kerahkan hawa murni untuk melindungi Hiat-to dan terima pukulan keras orang.
"Blang", walau tidak berpaling, namun gerakan tangan orang mengincar sasaran secara tepat, pukulannya tepat mengenai dada Ling Kun-gi. 

Dengan mengeluarkan keluhan tertahan Ling Kun-gi terjengkang roboh. Tanpa berhenti atau meneliti korbannya si baju biru terus beranjak ke depan tanpa menoleh.

Diam2 Ling Kun-gi tersirap darahnya setelah menerima pukulan keras laki2 baju biru ini, pikirnya: "Tak nyana pukulannya ini mmggunakan Jong-jiu-hoat dari aliran Lwekeh."

Pendekar Kidal (Cin Cu Ling) - Tong Hong GiokTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang