Jilid 56

2.1K 51 0
                                    

Muka Kun-gi yang jengah tampak berkeringat, berulang kali dia nyatakan terima kasih, katanya: "Silakan Pangcu makan juga."

Giok-lan menjadi geli sendiri, katanya sama tengah: "Toaci dan Ji-ci tidak anggap Cong-su-cia sebagai orang luar, kenapa Cong-su-cia malah sungkan dan malu2? Kukira Cong-su cia suka makan apa saja boleh silakan ambil sendiri, kalau main sungkan begini perut takkan bisa kenyang."

"Sam-moay memang betul," ujar So-yok, "memang itulah cirinya, kita tidak anggap dia orang luar, dia justru anggap dirinya orang asing."

"Ah. masa," ujar Kun-gi malu2 "Cayhe tidak beranggapan demikian."

Giok-lan cekikian geli, katanya: "Sebelum datang ke Pang kita mungkin Cong-su-cia jarang bergaul dengan anak perempuan, betul tidak?"

"Ya, memang demikian," sahut Kun-gi manggut.

Biji mata So-yok mengerling, katanya tertawa: "O, pantas, maka kau selalu pemalu."

Penuh kasih mesra lirikan Pek-hoa-pangcu, katanya tersenyum: "Sudahlah, jangan ngobrol saja, mari makan mumpung masih hangat."

Di bawah penerangan lampu yang redup, berhadapan dengan tiga nona secantik bidadari, dengan tutur kata lemah lembut lagi, perasaan laki2 mana yang takkan melayang ke-awang2. Selesai sarapan, pelayan mengangkuti peralatan serta menyuguhkan sepoci teh wangi.

Lambat laun sang waktu mendekati kentongan keempat. Bulan sabit yang sudah doyong ke barat masih bercokol di cakrawala, bintang kelap-kelip menghiasi angkasa, cuaca remang2.

Tiada sinar pelita di atas kapal besar ini, semua penghuni sudah terbuai dalam impian. Hanya di tempat yang gelap dekat daratan sana kelihatan bayangan beberapa orang, mereka berpencar mondar-mandir sambil berdiri celingukan. Itulah para Hou-hoat-su-cia yang bertugas ronda.

Mendadak sesosok bayangan langsing semampai muncul dari tangga kayu tingkat terbawah, langkahnya pelan ringan dan hati2 manjat ke atas dek di tingkat kedua. Dilihat bentuk tubuh dan dandanannya, jelas dia adalah salah seorang dara kembang.

Langkahnya enteng tidak mengeluarkan suara, pelan2 dia beranjak ke haluan kapal menyusuri pagar, kepalanya mendongak memandang bulan sabit yang hampir tenggelam diufuk barat, pandangannya sayu seperti orang melamun.

Dia bukan lain adalah Un Hoan-kun yang menyamar Bi-kui. Malam ini Bi-kui palsu ini menyaru jadi Cu-cu pula menjalankan rolnya sesuai rencana Ling Kun-gi.

Berdiri sejenak di haluan, dia menunggu dengan sabar, serta melihat tiada reaksi apa2 di sekitarnya, pelan2 dia putar tubuh beralih ke dek sebelah kanan. Angin malam meniup sepoi2 sehingga dia tampak suci dan anggun, setiap langkahnya beralih lamban dan ringan. Tapi gayanya sedemikian indah gemulai.

Kalau langkah kakinya lamban dan tenang mantap, sebaliknya jantung tiga orang yang mengintip dari tingkat ketiga justeru ber-debar2 tegang.

So-yok sembunyi di haluan depan, Giok-lan menempatkan dirinya di buritan yang gelap, tugas mereka adalah mencegat musuh begitu melihat Bi-kui (Cu-cu) memberi tanda. Tapi kekuatan yang utama berada di tangan Ling Kun-gi, dia harus mendadak muncul, secara sigap dan tangkas harus berhasil membekuk lawan sebelum sempat turun tangan atau melarikan diri. Maka dia sembunyi di tempat yang paling dekat bagian kanan deretan kamar, badannya mepet dinding tanpa bergerak.

Lamban langkah Bi-kui, secara diam2 iapun sudah kerahkan hawa murninya, seperti panah yang siap terpasang dibusurnya tinggal melepaskannya.

Bayangan Cu-cu yang anggun ini dari haluan sudah tiba di buritan melalui dek kanan, lalu dari buritan putar balik pula ke haluan, langkahnya tetap pelan dan penuh perhitungan. Dia memang tidak tahu bahwa saat itu seseorang sedang memperhatikan dirinya, tapi dia yakin bahwa gerak-gerik dirinya tentu sudah diincar orang dari tempat sembunyinya. Karena dia melakukannya sesuai janji tempat dan tepat pada waktunya, dia melakukan isyarat pula yang sudah ditentukan sebelumnya.

Pendekar Kidal (Cin Cu Ling) - Tong Hong GiokOnde histórias criam vida. Descubra agora