Jilid 55

2.1K 56 0
                                    

Gudang yang berbau apek dan penuh ditimbuni barang2 makanan dan benda rongsok terletak di tingkat paling bawah dari kapal besar ini, dibatasi oleh sebuah dinding papan yang tebal, gudang yang terletak di tengah kapal itu dijadikan dua bagian, depan dan belakang, sehingga kedua bagian ini satu sama lain tidak bisa berhubungan.

Bagian belakang dibagi pula menjadi dua kamar gudang besar, kamar di sebelah depan peranti menyimpan makanan dan persediaan air, pokoknya kedua rangsum. Sedang kamar belakang adalah tempat tidur para kelasi.

Kelasi yang berjumlah dua puluh orang itu hanya menempati sebuah kamar tidur besar, sudah tentu keadaannya serba kotor dan sumpek, baunya apek dan lembab. Paling belakang ada lagi sebuah ruangan, letaknya dipantat kapal, tempatnya sempit dan doyong miring, tak mungkin orang bertempat tinggal disini, jadi keadaannya kosong.

Sementara bagian depan hanya terdapat sebuah ruang besar dan sebuah kamar kecil, ruang besar itu tempat para dara kembang tidur, mereka adalah dara2 manis yang lembut dan belia, ranjang yang mereka pakai selalu bersih dan rapi, sudah tentu tidak sekotor dan sumpek seperti tempar para kelasi itu.

Siapapun asal bukan perempuan, bila masuk ruang besar ini pasti hidungnya akan terangsang oleh bau parfum yang wangi semerbak, bau pupur yang harum, semangat akan ikut terbang ke-awang2.

Kamar kecil itu diperuntukkan Loh-bi-jin yang diserahi tugas mengawasi dan memimpin para dara kembang ini, maka seorang diri dia memperoleh fasilitas yang lebih baik.

Kecuali ruang besar dan kamar kecil ini ada pula ruang depan yang kosong, keadaanya seperti pantat kapal, bagian depan kapal inipun serong, cuma miringnya menjurus ke atas, jadi berlawanan dengan buritan yang miring ke bawah.

Ci Gwat-ngo alias perempuan yang menyaru Hay-siang itu dikurung di ruang depan yang miring ini. Semua dara kembang hanya tahu bahwa seseorang semalam coba membunuh Thay-siang, mata2 musuh telah ditangkap, tapi tiada orang tahu kalau perempuan inilah yang menyamar jadi Hay-siang dan hidup rukun sekian lamanya dengan mereka.

Memang tata tertib Pek-hoa-pang amat keras, sesuatu hal yang tidak diberitahukan. Siapapun dilarang mencari tahu atau bisik2 main kasak kusuk. Terutama semalam Loh-bi jin sudah memberi peringatan kepada mereka, peristiwa semalam dilarang bocor meski hanya sepatah kata, oleh karena itulah tiada yang berani sembarang buka suara.

Ci Gwat-ngo sudah tertutuk oleh ilmu tutuk khas perguruan Ling Kun-gi, ilmu silatnya sementara telah dibekukan sehingga tak mampu berbuat apa2, tapi dia tetap harus dijaga.
Menjadi tanggung jawab Loh-bin-jin untuk menugaskan empat dara kembang bergiliran menjaganya, sudah tentu ke-mpat dara kembang ini sudah mendapat pesan Loh-bi-jin bahwa dikala menjaga Ci Gwat-ngo sedapat mungkin ajak orang bicara panjang lebar, secara halus diharapkan bisa mengorek keterangannya.

Seperti diketahui walau disiksa oleh tutukan Ling Kun-gi, tapi Ci Gwat-ngo tetap bandel tidak mau buka suara. Maka caranya lantas diubah diusahakan dara2 kembang ini akan berhasil mengoreknya dalam obrolan2 yang telah direncanakan lebih dulu.

Ternyata Ci Gwat-ngo memang terlampau bandel, meski para dara kembang itu hampir kering ludahnya mengajaknya bicara, dia tetap bungkam seribu bahasa, malah pejamkan mata lagi, anggap tidak melihat dan tidak mendengar. Maklumlah, kalau dia pantas menyamar Hay-siang sebagai mata2 terpendam di tempat musuh, sudah tentu dia pernah mengalami gemblengan dan ujian berat, hanya beberapa gelintir dara2 kembang pingitan ini masa bisa mengorek keterangan dari mulutnya?

Sehari telah lalu tanpa terasa. Sejak pagi sampai malam, dua dara kembang yang bertugas gagal memperoleh keterangan. Bukan saja tak berhasil ajak orang bicara, malah makanan yang diantar sejak pagi hingga malam tidak pernah diusiknya, semua dibawa keluar tanpa disentuh sedikitpun. Hanya gagal menelan pil beracun, perempuan ini ingin menghabisi jiwa sendiri dengan mogok makan.

Pendekar Kidal (Cin Cu Ling) - Tong Hong GiokWhere stories live. Discover now