Jilid 30

2.4K 56 0
                                    

Giok-je tertawa dingin: "Omongan Dian-kongcu sungguh lucu dan memggelikan kita toh belum bergebrak, menang atau kalah belum ketentuan, bukankah omonganmu ini terlalu dini diucapkan!"

Membesi muka Dian Tiong-pit, jengeknya: "Baik, setelah kuringkus kau, masa kau bisa mungkir!"

Tiba2 bentaknya mengguntur: "Budak keparat, lihat pedang!" Angin kencang terus menampar, tenaga kuat bagai gelombang dingin tiba2 menyerang berbareng selarik sinar menyambar menusuk ke perut lawan.

Giok-je memang sengaja memancing kemarahannya, melihat Dian Tiong-pit melancarkan serangan dengan gusar, diam2 ia senang, lekas dia melompat kesamping, berbareng pedang di tangan kanan berputar melintir pedang lawan, bagai kilat berkelebat tahu2 ia mendesak maju dan sekaligus dia melontarkan tiga kali tusukan.

Dian Tiong-pit tertawa menghadapi tiga tusukan ini, sekali ayun pedang, dia punahkan serangan lawan terus balas menyerang. Tampak ceplok2 bunga bertaburan, sinar kemilau berkelebat membawa samberan angin dingin, begitu sengit dan memuncak pertempuran ini sehingga tampaknya laksana puluhan ekor ular perak sedang terjang kian kemari diantara taburan bunga.

Puluhan jurus kemudian, mendadak Giok-je merasakan pergelangan tangan bergetar, pedangnya kena dibentur oleh pedang Dian Tiong-pit dan menerbitkan suara gemerincing nyaring, kedua pedang terbuat dari baja murni, untung tiada yang cidera, Giok-je tetap bergerak dengan lincah, sebat sekali dia gunakan langkah Ou-kut-lou-poh (bergerak dengan menekuk lutut), tahu2 sudah berkisar ke kanan Dian Tiong-pit, tiba2 ujung pedangnya menusuk kepinggang orang seperti ular memanggut.

Dian Tiong-pit tertawa dingin, setelah ujung pedang Giok-je menyentuh pakaiannya baru mendadak dia menggeser kaki kebelakang, sementara badan ikut berputar, pedang di tangan kanan menabas turun ke bawah dan telapak tangan kiri terayun keatas, dua serangan dilancarkan bersama.

Padahal serangan Giok-je sudah keburu dilancarkan, diam2 ia mengeluh, untuk menarik serangan terang tidak keburu lagi, Apalagi tabasan pedang Dian Tiong-pit dilandasi kekuatan besar, maka terdengar suara "trang!", pedang Giok-je tergetar lepas jatuh berkelontang di atas geladak, sementara telapak tangan kiri lawan laksana geledek menyambar tahu2 sudah mengancam dada.

Bukan kepalang kejut Giok-je, dalam keadaan gawat ini terang tak sempat lagi menjemput pedangnya yang jatuh, cepat2 ia mendak tubuh seraya melompat mundur kebelakang, untung dia lolos dari lubang jarum.

Tapi sebelum dia sempat bernapas, sambil bergelak tawa Dian Tiong-pit kembali ayun pedang setengah lingkar, kaki melangkah setindak, mulut membentak: "Kalau tidak menyerah, jangan salahkan kalau aku tidak kenal kasihan lagi."

Baru saja dia habis bicara tiba2 didengarnya seorang menanggapi dengan suara lantang. "Dian-kongcu, kukira sudah tiba saatnya kau berhenti."

Terkejut Dian Tiong-pit, lekas dia berpaling , seraya membentak: '"Siapa?"

Tampak pakaian me-lambai2 tertiup angin. entah sejak kapan seorang telah berdiri dihaluan perahu, kepalanya pakai kerudung hitam, sikapnya gagah, katanya setelah tertawa panjang: "Dian-kongcu masa tidak kenal Cayhe lagi?"

Kejadian hanya berlangsung dalam waktu yang amat singkat, waktu Dian Tiong-pit menoleh kesana, Piausu bernama Liok Kian-lam yang tadi tertutuk roboh itu kini tampak merangkak berdiri.

Sementara kedua laki2 anak buah Thian-kau sing yang menjaga tawanannya kini berbalik kena tertutuk Hiat-tonya dan berdiri kaku ditempatnya. Dan masih ada lagi, Hou Thi-jiu dan Thian kau-sing yang sedang bertempur melawan Ping-hoa dan Liau-hoa itu semula sudah berada di atas angin, kini merekapun seperti tertutuk Hiat-to-nya oleh orang, yang satu membentang jari2 tangan besinya bergaya seperti hendak menerkam, seorang lagi mengangkat pedang menusuk tempat kosong, hanya bergaya tapi tak bergerak.

Pendekar Kidal (Cin Cu Ling) - Tong Hong GiokDär berättelser lever. Upptäck nu