Jilid 69

2.1K 55 1
                                    

Dua orang teman lama dari ke-36 panglima Hek-liong-hwe sekarang harus adu jiwa di medan laga sebagai musuh, kepandaian merekapun sembabat, sejauh mana sukar dibedakan siapa bakal menang dan kalah. Biarpun ratusan jurus lagi juga sukar diakhiri.

Song Tek-seng dan Thio Lam-jiang masih tetap satu lawan dua, mereka masih bergerak lincah dan cekatan, keadaan masih sama kuat alias setanding. Tapi jarak empat orang lawan sangat berdekatan, sama2 mengenakan pakaian hitam ketat, bersenjata pedang panjang warna hitam beracun lagi, malah muka merekapun sama2 kuning kaku. 

Lama - kelamaan setelah ganti berganti saling serang, akhirnya empat orang bersatu merangsak kedua lawannya. Sudah tentu perkembangan ini jauh berbeda dengan keadaan semula.

Mereka berkelit kian kemari dan berputar kesana-sini, yang satu maju yang lain mundur silih berganti, sehingga kedua lawannya selalu terkepung di tengah. Secara langsung dua berhadapan dengan empat, kiri-kanan dan muka-belakang Song Tek-seng berdua selalu terancam senjata lawan, lebih celaka lagi karena keempat musuhnya dapat kerja sama dengan baik sekali.

Kalau orang lain menghadapi lawan yang main keroyokan, biasanya mereka akan adu punggung untuk membendung rangsakan musuh, jadi mereka tetap bisa satu lawan dua,

Sayang Thio Lam-jiang adalah murid Hing-san-pay, Hing-san-kiam-hoat harus dikembangkan secara berlompatan, melambung ke atas dan menyerang lawan dari atas kepala, kalau dia harus adu punggung dengan Song Tek-seng, itu berarti dia tidak sempat mengembangkan ilmu pedang perguruannya.

Karena itu Thio Lam-jiang tetap mainkan Hing-san-kiam-hoat sambil melompat naik turun, tapi berat bagi Song Tek-seng yang harus menghadapi lawan dari depan. Loan-bi-bong-kiam-hoat Go bi-pay meski juga ilmu pedang lihay dan sukar diraba arah sasarannya, tapi di bawah kepungan keempat lawannya, lama2 dia terdesak di bawah angin. Walau Thio Lam-jiang selalu memberi bantuan dengan sergapannya, paling hanya sekedar mengacaukan gerakan musuh, keadaan tetap tidak menguntungkan seperti waktu satu lawan dua tadi. Apalagi main lompat dan menukik dari atas paling menguras tenaga, lama2 dia kehabisan tenaga juga.

Padahal pertempuran berlangsung semakin sengit, tapi permainan pedang Song Tek-seng dan Thio Lam-jiang justeru semakin lemah dan kendur.

Sementara itu Ling Kun-gi sudah berhantam ratusan jurus melawan Tokko Siu. Selama itu Lam--sat-sin berpeluk tangan diluar arena, agaknya dia menjaga gengsi, tidak mau main keroyok.. Muka kudanya tampak merengut, dengan tajam mengawasi pertempuran.

Cakar tangan Tokko Siu merangsak dengan buas dan liar, tapi Kim-liong-jiu yang dilancarkan dengan kedua tangan Kun-gi gerakannya saling berlawanan, terutama tangan kidalnya menyerang lebih bagus lagi, selalu Hiat-to yang diincar, gerakannya indah dan menakjubkan, betapapun lihay serangan Tokko Siu selalu dipaksanya menarik kembali di tengah jalan.

Selama ratusan jurus saling serang ini, belum pernah keduanya mengadu pukulan secara keras namun demikian mereka toh sama2 merasa bahwa tipu serangan lawan amat berbahaya dan cukup mengejutkan siapapun yang menyaksikan.

Di tengah pertempuran seru itulah, mendadak dari arah jauh disana beruntun berkumandang dua kali sempritan melengking panjang.

Mendadak Tokko Siu melancarkan dua serangan cepat secara beruntun terus menarik diri melompat kebelakang, teriaknya dengan suara sumbang: "Berhenti!"

"Tokko-heng, apakah kau ingin aku maju sekarang?" tanya Dian Yu-hok.

"Tidak," sahut Tokko Siu.

Kun-gi juga sudah berhenti, katanya: "Loheng, masih ada petunjuk apa?"

"Anak muda, kau memang sudah mendapat warisan kepandaian Hoan-jiu-ji-lay, orang yang mampu melawan ratusan jurus dengan Lohu tidak banyak lagi di Kangouw, tapi Lohu yakin dalam 10 jurus lagi pasti dapat merenggut nyawamu . . . ."

Pendekar Kidal (Cin Cu Ling) - Tong Hong GiokTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang