Jilid 70

1.9K 55 0
                                    

Kiranya tandu itu berisi bahan peledak yang beratnya hampir sekwintal, maka dapatlah dibayangkan betapa hebat daya ledakannya, ternyata Ui-liong tong telah diledakkan hingga rata dengan tanah.

Ngarai lembah naga kuning di atas sanapun telah gugur rata memenuhi lembah.

Waktu membaca surat rahasia Thay-siang tadi sebetulnya Kun-gi sudah mendapat firasat bahwa yang tersimpan di dalam tandu pasti obat bakar yang amat lihay kekuatannya, baru tandu dilempar ke dalam gua pasti menimbulkan kobaran api besar, karena tak bisa menyembunyikan diri pasti kawanan bangsat Hek-liong-hwe akan terjang keluar. Oleh karena itu dia suruh 8 Hou-hoat-su-cia dan 20 dara kembang berpencar mengepung Ui-liong-tong, musuh yang lari keluar akan ditumpas atau ditawan hidup2.

Dia sudah perintahkan semua orang bersembunyi agak jauh dari mulut gua, supaya senjata api sendiri tidak melukai mereka, tapi tak pernah terduga olehnya bahwa tandu itu membawa sekwintal bahan peledak, betapa dahsyat kekuatannya, gua sebesar itu serta ngarai diataspun dibikin gugur dan lebur.

Begitu mendengar suara ledakan Kun-gi lantas merasakan getaran hebat mirip gempa bumi, lembah dan ngarai seperti berguncang, keadaan amat gawat sekali, lekas dia kerahkan Lwekang serta membentak sekeras guntur: "Semua mundur!"

Walau dia berseru dengan kekuatan Lwekang yang tinggi, kalau dalam keadaan biasa suaranya mungkin bisa terdengar cukup jauh, tapi kini gunung gugur bumi berguncang hebat, suara ledakan masih terus berkumandang saling susul sehingga seruannya tak terdengar sama sekali.

Melihat gelagat jelek, sekali raih Kun-gi pegang tangan Ko-lotoa yang berdiri disampingnya sembari meloncat mundur sejauh mungkin Kong-sun Siang berdiri di sebelah kiri, mulutnya pun berteriak: "Song-heng, Thio-heng, lekas mundur!"

Begitu bergerak, dengan gaya serigala menubruk sekaligus dia melompat mundur sejauhnya. Waktu dia berdiri tegak dan menoleh, batu2 sebesar gajah sedang bergelundungan dari atas ngarai, debu beterbangan dan batu berlompatan menguruk lembah.

Tadi masih terdengar beberapa kali jeritan kaget dan kesakitan disana sini, kini kecuali batu gunung yang masih bergelindingan dengan suara gemuruh, suara orang tak terdengar lagi. Agaknya semua orang sudah teruruk di bawah reruntuhan.

Kaget Kongsun Siang, ia coba berteriak: "Cong-coh, Cong-su-cia . . . ."

Didengarnya suara Kun-gi juga sedang berteriak: "Kongsun-heng, kau tidak apa2?"

"Ling-heng," teriak Kongsun Siang berjingkrak girang, secepat terbang dia melompat ke arah datangnya suara.

Di tanah lapang berumput agak jauh sana keadaan masih gelap berkabut debu, tampak Ling Kun-gi tengah berjongkok, sebelah tangannya menekan punggung Ko-lotoa, kiranya tengah menyalurkan hawa murni ke badan orang.

Tiba disamping orang Kongsun Siang lantas bertanya: "Cong-coh, kenapa, Ko-lotoa?"

Sebelah tangan Kun-gi tetap tak bergerak, katanya gegetun: "Waktu kutarik dia lompat ke belakang dada Ko-lotoa keterjang batu terbang, mungkin . . ."

belum habis dia bicara, dilihatnya Ko-lotoa telah membuka matanya, sinar matanya pudar, bibir bergerak mengeluarkan suara lemah, kata2nya ter-putus2.

"Terima kasih, . . .Cong. . . . coh, aku tak. . . tak tahan. . . . lagi, Ui-liong . .. .tong. . . . . di belakangnya ada . . . . ada sebuah. . . . .jalan rahasia . . . . .menembus. . . ." darah segar tahu2 menyembur keluar dari mulutnya, sehingga dia tak mampu meneruskan kata2nya.

Lekas Kongsun Siang berkata: "Ko-lotoa, tenangkan hatimu, apakah maksudmu bahwa di belakang Ui-liong-tong ada jalan rahasia yang tembus kemana?"

Kun-gi lepaskan telapak tangan yang menekan punggung orang, katanya rawan: "Dia sudah mangkat." Pelan2 dia berdiri, matanya menjelajah sekitarnya, tanpa terasa dia berkata dengan nada, sedih: "Kongsun-heng, agaknya tinggal kita berdua saja yang masih ketinggalan hidup dalam rombongan besar kita tadi."

Pendekar Kidal (Cin Cu Ling) - Tong Hong GiokTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang