Jilid 89

1.9K 51 0
                                    

Pedang panjang di tangan Hati Jan-to dimainkan sesakti naga hidup, sinar pedangnya yang semula redup kini mulai menyala meski tetap remang2, sementara ibunya masih bertahan mati2an, permainan memang masih teratur, tapi mau tidak mau dia menjadi cemas juga.

Mendelong pandangan Thay-siang yang sudah pudar, katanya lirih: "Nak, jangan hiraukan aku, lekas maju kesana, Toaci bukan tandingan Han Jan-to, hanya Ih thian-kiam yang dapat menundukkan dia . . . ."

Sambil mengawasi Thay-siang, Kun-gi ragu: "Tapi, bibi . .. ."

Kata Thay-siang dengan ter-sengal2: "Jangan hiraukan aku, aku akan segera mangkat . . . .O. nak, masih ada satu hal, semula aku ingin menjodohkan Bok-tan padamu, Bok-tan anak baik, tapi kalau kau suka So-yok, aku juga tidak menentang, boleh kau pilih dan putuskan sendiri, diantara kedua anak ini, kau harus pilih salah satu, kelak setelah punya anak, jangan lupa berikan satu diantaranya untuk marga Thi supaya tidak putus turunan . . . ."

Kembali suara benturan nyaring memekak telinga, terdengar Han Jan-to tertawa latah: "Thi Ji-giok, berapa jurus lagi kau mampu menandangi aku?"

Bergetar hati Kun-gi, pelan2 Thay-siang ulur tangannya yang gemetar, katanya gugup: "Nak . . . . lekaslah . . . ."

Pelan2 Ling Kun-gi merebahkan Thay-siang, katanya: "Bibi istirahat saja, keponakan pasti . . . ."

"Ingat pesanku," ucap Thay siang lemah, "setelah kalian punya anak . . . . aku ingin memungut satu . . ."

Kun-gi mengangguk dengan berlinang air mata, tak sempat bicara lagi, dia jemput Ih-thian-kiam terus melompat kesana. Ih-thian-kiam berubah selarik sinar hijau meluncur di tengah udara sambil berteriak keras: "Bu, biar anak yang membereskan bangsat durjana ini."

Putaran pedang Han Jan-to yang kencang itu sudah bikin Thi-hujin terdesak di bawah angin, dia mengejek sambll tertawa senang: "Bagus, kalian ibu dan anak boleh maju bersama, supaya menghemat waktu dan tidak menghabiskan tenagaku."

Sebagai seorang yang sudah kenyang mencicipi asam garamnya percaturan Kangouw, baru habis kata2nya, seketika dia merasakan keganjilan dari samberan sinar pedang Ling kun-gi, belum lagi lawan menerjang tiba, hawa pedang yang dingin tajam terasa sudah mencekam perasaannya. Sudah tentu dia kenal baik Ih-thian-kiam di tangan Ling Kun-gi yang tajam luar biasa ini. Keruan mencelos hatinya. pikirnya: "Kepandaian silat bocah ini ternyata tidak lebih asor dari ibunya." -

Sebat sekali dia berkisar ke samping, berbareng pedangnya menabas miring.

Ilmu pedangnya boleh dikatakan sudah mencapai tingkatan tertinggi, maka perhitungan waktunya sudah tentu amat tepat, begitu tebasan pedang terayun ke depan, pada saat itu pula Ling Kun-gi akan hinggap turun di tanah, malah dalam waktu yang sama pula dia berhasil menghindarkan ancaman pedang Ling Kun-gi dengan berkelit ke samping. Walau tebasan pedang itu dilancarkan sambil berkelit, tapi deru angin pedangnya ternyata keras sekali.

Dikala melayang turun tadi. Kun-gi sempat mengegos kesamping, namun dia toh merasakan tekanan hawa pedang musuh, hawa murni pelindung badannya memperlihatkan keampuhannya, pakaiannya tampak melembung, mau tidak mau ia terkejut juga, batinnya: "Keparat ini memang lihay,"

Begitu Kun-gi hinggap di tanah, Thi-hujin lantas tanya dengan gugup: "Nak, bagaimana keadaan adik?"

"Lekas ibu menengoknya, bibi terluka parah, mungkin tak bertahan lagi," sahut Kun-gi.

Tersirap darah Thi-hujin, teriaknya: "Baik, hadapi dia dengan baik, lebih baik kalau kau bekuk hidup2, ibu akan jaga bibimu." - Cepat dia memburu ke tempat Thay-siang merebahkan diri.

Han Jan-to menyeringai, serunya: "Lihat pedang, anak muda!" -Sekali berkelebat bayangannya, orangnya pun mendesak maju, selarik sinar kemilau langsung membelah.

Pendekar Kidal (Cin Cu Ling) - Tong Hong GiokDär berättelser lever. Upptäck nu