Jilid 47

2K 51 0
                                    

Jarak kedua pihak kini tinggal sepuluhan tombak, beruntun dua kali lompatan Kun-gi sudah mengejar tiba. Batu padas itu setinggi tiga tombak, di bawah adalah air danau, jelas tiada jalan lain untuk melarikan diri, tapi selepas mata Kun-gi menjelajah, sekelilingnya sunyi senyap tiada kelihatan ada tanda apa2, entah kemana gerangan bayangan hitam tadi? Memang tempat ini dikelilingi belukar, tapi rumput tumbuh hanya setengah pinggang orang, tak mungkin orang sembunyi di-semak2 rumput, kecuali sudah kepepet maka dia nekat terjun ke air? Inipun tidak mungkin, betapa pun lihaynya seseorang main dalam air, begitu dia terjun pasti menimbulkan riak gelombang dan tak mungkin selekas ini tenang kembali. Kenyataan air danau setenang kaca, cipratan airpun tak kelihatan.

Berdiri sejenak di atas batu cadas, dia menunggu dan menanti reaksi, tapi tetap tak memperoleh jawaban, mendadak tergerak hatinya: "Jelas dia tadi lari kemari kenapa jejaknya menghilang, kalau dia apal seluk-beluk dalam perkampungan ini tentu apal juga keadaan luar sini, sengaja aku dipancing kemari, lalu tiba2 menghilang, memangnya di bawah batu ini ada jalan lain yang menembus entah kemana?" Segera dia melongok ke bawah mengincar suatu tempat untuk tempat berpijak, lalu dengan enteng dia melompat turun.

Kakinya berpijak pada sebuah batu diantara semak2, betul juga didapatinya bagian bawah ini longgar dan lapang, seperti serambi panjang di rumah gedung layaknya, sebuah jalanan kecil berlumut menjurus masuk ke-sela2 batu besar yang tiba cukup untuk berjalan satu orang. Bagian luarnya tertutup rumput tinggi, umpama siang hari juga sukar orang menemukan tempat ini, apalagi dipandang dari atas takkan kelihatan.

Tempo hari Kun-gi mendengar dari Giok-lan yang mengatakan bahwa perahu orang2 Hek-liong-hwe yang menyelundup kemari disembunyikan di bawah tebing, "Mungkin disinilah letak dari tebing itu?" Otak berpikir, sementara kaki melangkah ke depan. Kira2 puluhan tombak kemudian, tiba2 dilihatnya seperti ada sesosok bayangan orang rebah tengkurap di atas pasir di depan sana.

Sekali lompat Kun-gi memburu maju, ia dapat melihat di tempat gelap, setelah dekat didapatnya orang ini mengenakan pakaian ketat warna hijau, golok terselip dipinggangnya, dandanannya mirip Centing Pek-hoa-pang. Setelah diteliti didapatinya pula jiwa orang sudah melayang, sesaat lamanya karena terhantam dadanya oleh pukulan berat.

Terpancar cahaya gemerdep dari bola mata Ling Kun-gi. batinnya: "0rang ini jelas adalah Centing yang ditugaskan berjaga disini, golok yang tergantung dipinggang pun belum sempat tercabut, tahu jiwa sudah melayang, tentunya orang tadi kuatir Centing ini membocorkan rahasianya maka dia dibunuh untuk menutup mulutnya."

Waktu dia berdiri tegak, dilihatnya di-semak2 rumput di depan sana ada sesosok mayat pula. Orang inipun mengenakan seragam warna hijau berdandan sebagai Centing. Kemungkinan dia terpukul mencelat sehingga terlempar sejauh itu, jiwanya jelas sudah amblas.

Berkeriut gigi Kun-gi saking gemas, diam2 dia berjanji akan mengusut perkara ini dan mencari tahu siapa gerangan bayangan itu untuk menghukumnya secara setimpal. Kedua centing ini sudah mati beberapa saat, ini berarti pembokong itu tentu sudah pergi jauh dan tak mungkin dikejar lagi, ia putar balik dan akan melompat ke atas tebing.

Pada saat itulah mendadak didengarnya suara isak tangis sedih memilukan di atas, isak tangis seorang perempuan, begitu sedihnya sampai ter-sendat2 dan banting2 kaki.

Heran Kun-gi, waktu ini sudah kentongan ketiga lewat tengah malam, memangnya siapa yang datang ke pinggir danau dan bertangisan disini? suara tangis seorang perempuan, tentu dia salah satu dara kembang dari Pek-hoa-pang. Mungkin dia menemukan kematian kedua Centing, salah seorang Centing adalah kekasihnya, maka dia menangis begini sedih?

Tengah Kun-gi men-duga2, tiba2 didengarnya perempuan itu berkata sambil sesenggukan: "Ling Kun-gi, oh, Ling Kun-gi, akulah yang buta, sungguh tak nyana kau . . . . Ai, aku . . . . . aku juga tidak ingin hidup lagi . . . . ." Suaranya ter-putus2 oleh sendat tangisnya, lemah dan lirih, tapi di malam sunyi ini Kun-gi dapat mendengarnya jelas sekali, terutama setelah akhir kata2nya, langkah kakinya pun terdengar menuju ke pinggir danau. Jelas dia nekat hendak bunuh diri.

Pendekar Kidal (Cin Cu Ling) - Tong Hong GiokWhere stories live. Discover now