Jilid 27

2.4K 59 0
                                    

Laki2 muka legam mundur dengan ragu2, tapi dia tidak berani banyak mulut lagi.

"Nah," ujar laki2 muka kelabu, "sekarang tanggalkan kedok mukanya, kini dia sudah bukan orang kita, tak boleh mengenakan kedok ini, nanti akan kukorek kedua biji matanya."

Laki2 muka legam mengiakan, segera dia mendekat dan menarik kedok si mawar hitam.

Dilihatnya wajah si mawar hitam yang molek berubah pucat dan basah oleh keringat dingin. Dengan hati tak tenteram ia angsurkan kedok itu kepada atasannya.

Laki2 muka kelabu simpan kedok itu ke dalam bajunya, sikapnya tampak tenang2, ia berjalan kesana lalu duduk di atas batu besar dipinggir jalan sana.

Sementara itu wajah mawar hitam yang pucat ber-kerut2 itu sudah dibasahi keringat dingin, badan mengejang dan bergetar semakin keras, giginya berkerutuk menahan sakit. Jelas dengan segala daya dia bertahan akan siksaan yang luar biasa ini. Tidak merintih juga tidak menjerit, hanya giginya yang berkeriut, dia terima siksaan ini dengan tabah dan berani. Dia tahu setelah rahasia dirinya ketahuan, dia terima segala akibat yang bakal menimpa dirinya.

Laki2 muka legam sampai merinding menyaksikan perubahan air muka si mawar hitam, tapi laki2 muka kelabu justeru tetap ongkang2 duduk disana dengan sabar, hatinya seperti terbuat dari besi tanpa perasaan, se-akan2 dia amat puas dan senang melihat keadaan si mawar hitam yang begitu menderita. Dengan terkekeh dingin tiba2 dia berdiri menghampiri, tetap dengan gagang pedang, kembali dia mengetuk badan si mawar hitam. Kiranya, ketukan kali ini untuk membuka Hiat-to yang menyiksa mawar hitam tadi. Si mawar hitam yang sejak tadi duduk bertahan kini menjadi lunglai dan terkapar di tanah.

Dengan terkekeh dingin si muka kelabu mendelik bengis, katanya: "Nomor 28, kau sudah rasakan, kenikmatannya? Ketahuilah, ini baru permulaan supaya kau tahu rasa, yang lebih enak masih bisa kau rasakan jika kau tetap membangkang, ketahuilah kesabaranku juga terbatas."

"Bunuhlah aku," teriak mawar hitam serak.

"Memangnya begini mudah?" jengek muka kelabu. "Sebelum kau mengaku siapa yang mengutusmu kemari? Aku tidak akan membikinmu mampus,"

Mawar hitam membuka pula matanya, mulutnya terkancing rapat2.

"Aku tak percaya, memangnya badanmu ini berotot kawat bertulang besi," demikian ejek si muka kelabu, "Tak mau bicara, jangan sesalkan aku berlaku keji. . . . ." ia angkat pedang pula dan pelan2 gagang pedang kembali hendak menutuk ke dada si mawar hitam.

Pada saat2 genting itulah, tiba2 dari belakang pohon sebelah kanan sana orang membentak nyaring: "Berhenti" -Suaranya merdu, terang itulah suara perempuan, malah perempuan yang masih muda belia.

Gagang pedang di tangan si muka kelabu yang sudah teracung berhenti di tengah jalan, ia melirik ke arah datangnya suara, Pohon dipinggir jalan itu berada beberapa pelukan orang besarnya, bentuknya menyerupai payung, Tampak dua bayangan orang melompat keluar dari balik pohon besar itu.

Dua bayangan semampai dan ramping, yang di depan berusia 19 an memakai gaun panjang warna hijau pupus dengan baju panjang putih mulus, wajahnya tampak jelita dan anggun, di bawah sinar rembulan yang remang2 kelihatannya dia seperti bidadari yang baru turun dari kahyangan. Agak dibelakang adalah seorang gadis pula lebih muda berpakaian serba hijau, kuncir rambutnya yang hitam menjuntai turun menghias dada, dandanannya mirip pelayan, tapi wajahnya juga cantik molek.

Melihat yang muncul hanya dua gadis ayu, si muka kelabu tertawa lebar, katanya: "Agaknya kalian memang sekomplotan, kebetulan kalian akan punya kawan dalam perjalanan ke alam baka, supaya aku tidak membuang waktu disini"

Menjengkit alis gadis bergaun panjang, bentaknya: "Kau membual apa? Kebetulan aku lewat disini, tak senang aku melihat perbuatan kejammu ini terhadap seorang gadis lemah yang tak mampu melawan ini."

Pendekar Kidal (Cin Cu Ling) - Tong Hong GiokWhere stories live. Discover now