Kini dia sudah putar balik, menuju ke buritan lagi, supaya orang yang memperhatikan dirinya di tempat gelap itu melihat lebih jelas, maka setiap langkah kakinya itu bergerak amat pelan sekali..

Ada kalanya dia menunduk kepala seperti memikirkan sesuatu, lalu menengadah memandang ke tempat jauh seperti mengenang masa silam, sementara jari jemarinya mengucek2 sapu tangan sutera di tangannya.

Bagi orang yang tidak tahu duduk persoalannya tentu mengira nona ini sedang menunggu sang kekasih di tengah malam buta dan hendak mengadakan pertemuan rahasia, karena tidak sabar menunggu maka dia mondar-mandir menghabiskan waktu.

Diam2 Kun-gi manggut2, batinnya: "Walau hanya sandiwara, tapi dia dapat main dengan baik sekali, seperti kejadian sesungguhnya."

Kini sudah putaran yang ketiga. Dari haluan dia melangkah ke buritan pula, lalu kembali lagi ke haluan, Kalau orang itu akan muncul maka dia akan keluar di tengah perjalanan antara buritan ke haluan ini.

"Nah, tibalah saatnya," demikian batin Kun-gi, dia sudah menarik napas panjang, matanya menatap tajam ke arah Bi-kui, iapun pasang kupingnya yang tajam sambil melirik sekitarnya, ke segala sudut kemungkinan dari mana orang itu akan muncul.

Inilah detik2 yang menegangkan, karena hal ini amat penting, maka dia merasa perlu tahu dari arah mana orang itu akan muncul. Karena dari mana dia keluar mungkin pula dari arah itu juga dia akan mundur dan Kun-gi harus bersiaga mencegat jalan mundurnya, kalau tidak jangan harap akan bisa menawannya hidup2.

Tatapan Kun-gi ikut bergerak mengikuti langkah Cu-cu, dari buritan sampai ke haluan kapal. Kini dia sudah selesai menjalankan isyarat yang telah dijanjikan sebelumnya, pulang pergi tiga kali, lalu berdiri tegak dihaluan kapal.

Orang yang ditunggu dan harus keluar itu tetap tidak kunjung tiba. Sudah tentu Cu-cu tidak akan bergerak lagi, terpaksa dia tetap berdiri tenang di haluan, menyongsong hembusan angin malam, bersikap pura2 seperti orang kelelahan dan sedang istiranat.

Sebetulnya pikirannya timbul tenggelam, gelisah dan masgul pula. "Kenapa dia belum muncul juga?"

Sudah tentu yang gelisah bukan hanya dia seorang. So-yok lebih risau lagi, tangannya sejak tadi sudah menggenggam gagang pedang, alisnya bertaut dan sudah habis kesabarannya menunggu.

Giok-lan biasanya sabar dan tenang, kini iapun ikut gelisah pikirnya: "Orang itu tak mau muncul, bisa jadi dia sudah tahu akan rencana kita hendak menyergap dia, tapi rasanya tidak mungkin."

Walau gelisah Kun-gi tak pernah lena, matanya tetap memperhatikan Cu-cu yang berdiri disana, dia masih berharap sesuatu perubahan akan terjadi, dia menunggu penuh kesabaran. Tak ubahnya seperti seseorang yang memancing ikan, sedikit bergeming, ikan yang akan terpancing bisa terkejut dan lari..

Cu-cu masih berdiri di haluan tingkat dua. Tiga orang yang sembunyi di tingkat ketiga juga tetap ber-jaga2 penuh waspada. Detik demi detik telah berlalu, orang seharusnya muncul tetap tidak kunjung datang.

Lama2 Ling Kun-gi jadi kesal. "Mungkinkah orang itu tidak akan muncul? Kenapa dia tidak keluar? Dalam soal ini tentu ada sebab musababnya." Mengingat 'sebab musabab' ini, seketika dia teringat adanya beberapa gejala yang mungkin menjadikan orang itu merasa curiga dan bertindak hati2. Umpamanya: "Apakah betul isyarat yang dituturkan Ci Gwat-ngo? Tapi setelah dia berpesan kepada Cu-cu untuk melaksanakan tugasnya sesuai apa yang dia jelaskan, lalu bunuh diri, jelas bahwa isyarat yang dia tuturkan takkan salah. Kalau isyarat ini tidak salah, kenapa orang itu tidak muncul? Mungkinkah dia curiga dan tahu akan rencananya? Tapi inipun tidak mungkin.

Mendadak ia teringat kepada Ci Gwat-ngo suruh Cu-cu mondar-mandar tiga kali di atas kapal, memangnya isyarat untuk menyampaikan sesuatu berita? Mungkinkah rahasia Cu-cu tiruan ini sudah diketahui oleh Ci Gwat-ngo?

Pendekar Kidal (Cin Cu Ling) - Tong Hong GiokWhere stories live. Discover now