Sikap Kun-gi tidak berubah, katanya membungkuk: "Apa yang ingin hamba sampaikan tadi sudah dijelaskan oleh Hu-pangcu, Thay-siang maha bijaksana, salah atau benar persoalan ini tentu dapat diselidiki dengan adil, hamba terima apa saja putusan Thay-siang."

Karena mengenakan cadar, sukar dilihat bagaimana mimik muka Thay-siang, tapi Bok-tan, So-yok dan Giok-lan sama tertekan perasaannya, napas pun terasa sesak.

Menoleh ke arah Hay-siang, Thay-siang bertanya: "Begitu kau melihat pembunuh lalu menyerangnya dengan panah?"

Hay-siang mengiakan.

"Waktu itu, berapa jauh jarakmu dengan dia?"

Hay-siang berpikir, sahutnya: "Kira2 tiga tombak."

"Baik, Ling Kun-gi, putar badanmu dan majulah setombak lebih."

Pek-hoa-pangcu, So-yok dan Giok-lan tidak tahu apa maksud Thay-siang, diam2 mereka berkuatir bagi Kun-gi.

Jarak setombak setengah berarti sudah berada diluar kamar. Maka Kun-gi melangkah keluar.

"Sudah cukup, berhenti, kau berdiri saja disitu," ucap Thay-siang, "akan kusuruh Hay-siang menimpuk panah kebelakangmu, kau tak boleh berkelit, hanya boleh menyampuk dengan lengan bajumu, sudah tahu?"

Bahwa dirinya hanya boleh menyampuk ke belakang dengan lengan bajunya saja, Kun-gi lantas tahu kemana maksud Thay-siang, cepat dia menjawab: "Hamba mengerti."

"Hay-siang, kau sudah siap?" tanya Thay siang.

"Tecu sudah siap." sahut Hay-siang,

"Bagus, timpuk pundak kanannya," seru Thay-siang.

Sejak tadi Hay-siang sudah genggam sebatang panah kecil ditelapak tangan kanannya, belum lenyap seruan Thay-siang, tangan kanannya pun sudah terayun, "Ser," sebatang panah kecil bagai bintang meluncur ke pundak kanan Ling Kun-gi.

Agaknya kali ini Kun-gi hendak pamer kepandaian, dia diam saja tanpa menoleh, setelah panah melesat tiba lebih dekat, tangan kanan perlahan mengebut kebelakang. Gayanya indah gerakannya ringan dan gagah, lebih harus dipuji lagi karena dia memperhitungkan waktu dengan tepat, ujung lengan bajunya bergerak lamban seperti melambai tertiup angin, kebetulan panah kecil sambitan Hay-siang kena disampuknya. "Creng", panah kecil terbuat dari batang baja itu berdering nyaring seperti membentur benda keras, lengan baju Kun-gi lunak tapi panah baja itu kena disampuknya terpental balik. "Tak", tepat dan persis menancap di papan lantai didepan Hay-siang.

Sudah tentu Hay-siang terperanjat dengan sigap dia berjingkrak mundur.

Demontrasi kepandaian yang tiada taranya ini sungguh membuat kagum dan riang hati Pek-hoa-pangcu. Hu-pangcu dan lain, siapapun tak pernah membayangkan bila kepandaian silat Ling Kun-gi bukan saja tinggi, malah sudah begitu matang dan sempurna.

Thay-siang manggut2 senang dan puas, katanya tersenyum ramah: "Memang tidak malu sebagai murid Put-thong Taysu, balik sini."

Ling Kun-gi balik ke depan Thay-siang, katanya membungkuk: "Thay-siang masih ada pesan apa?"

Lembut suara Thay-siang: "Perlihatkan kepada mereka, apakah ujung lengan bajumu tertimpuk berlubang oleh panah kecil itu?"

Panah kecil itu terbuat dari baja, bobotnya cukup lumayan, tapi lengan baju Ling Kun-gi ternyata tetap utuh tidak kurang suatu apa. Dalam jarak setombak setengah panah kecil itu tak mampu melubangi lengan baju Kun-gi, apalagi kalau dalam jarak tiga tombak. Seketika tersimpul senyuman riang lega pada wajah So-yok.

Pek-hoa-pangcu dan Giok-lan diam2 juga menghela napas lega, rasa kuatir dan jantung dag-dig-dug tadi seketika sirna.

Hay-siang tunduk, katanya: "Ilmu sakti Cong-su-cia tiada taranya, kiranya Tecu yang salah lihat orang." Nyata nada bicaranya pun menjadi lunak dan putar haluan.

Pendekar Kidal (Cin Cu Ling) - Tong Hong GiokOnde as histórias ganham vida. Descobre agora