Kun-gi tersenyum, ujarnya: "Beruntunglah aku ini, tiada sesuatu obat bius apapun yang tak dapat kutawarkan."

"O, jadi kau sedang menggodaku, "rengek Giok-lan, "sia2 aku berkuatir bagimu . . ."

"Mana berani Cayhe menggoda nona, soalnya ....."

"Ada, omongan apa silakan Ling-kongcu katakan saja, omongan seorang Kuncu pasti tidak akan kubocorkan, tak usah kuatir."

"Legalah Cayhe mendengar ucapan nona ini," kata Kun-gi, mendadak dia gunakan ilmu gelombang suara, "Cayhe masih ingat waktu pertama kali bertemu dengan Pangcu, atas pertanyaan Pangcu Cayhe pernah menyebut ibuku she Thi."

Semula Giok-lan kira ada persoalan penting apa yang hendak dibicarakan oleh Kun-gi sampai dia merasa perlu menggunakan ilmu bisikan, tak tahunya hanya membicarakan she ibunya. Tapi terpaksa dia menjawab dengan ilmu suara pula: "Memangnya ada apa?"

Tetap menggunakan ilmu suara Kun-gi berkata pula: "Waktu itu Cayhe hanya bicara sekenanya, pada hal waktu Cayhe keluar rumah, ibunda pernah berpesan wanti2, Cayhe dilarang menyebut she beliau dihadapan orang luar."

"Soal ini hanya diketahui aku dan Toaci, kami pasti tidak akan bicarakan kepada siapapun."

"Kemarin waktu Cayhe menemui Thay-siang, besar sekali perhatiannya terhadap riwayat hidupku ...."

"Lalu kau juga katakan hal itu kepada Thay-siang?"

"Waktu itu aku lupa akan pembicaraanku dengan Pangcu, maka kukatakan ibuku she Ong."

"Jadi kau kuatir Thay-siang tanya soal ini padaku dan Toaci, padahal jawabanmu satu sama lain tidak cocok?"

"Begitulah maksudku, maka . . . ."

"Kau ingin aku bantu kau berbohong?"

"Selama hidup belum pernah Cayhe berbohong, soalnya pesan ibu, harap nona . . . ."

"Tak usah sungkan, nanti sekembali akan kusampaikan Toaci, kalau Thay-siang tanya, anggaplah kami sendiri juga tidak tahu."

"Bukan sengaja Cayhe hendak membohongi Thay-siang, kalau nona dan Pangcu dapat membantu, sungguh betapa besar terima kasih Cayhe."

"Baiklah, hayo lekas jalan, jangan bikin Thay-siang menunggu terlalu lama," langkah mereka segera dipercepat.

Setiba di ujung tangga batu, Giok-lan mendorong sebuah pintu batu serta meniup padam api lampion dan digantung diatas tembok, lalu mereka melangkah keluar.

Tahu2 sang surya ternyata sudah tinggi di tengah angkasa, tapi kabut masih tebal di Pek-hoa-kok, pancaran sinar surya nan kuning emas menambah semarak panorama lembah yang penuh ditaburi kembang mekar semerbak. Pek-hoa-teng (gardu seratus bunga) di tengah lembah sana seperti bercokol diantara taburan bunga yang menyongsong pancaran sinar mentari.

Duduk menggelendot di kursi malas di dalam gardu yang dibangun serba antik dan megah itu, gadis rupawan yang mengenakan pakaian warna merah menyala, wajahnya ber-seri2 seperti mekar -kuntum2 bunga disekelilingnya, biji matanya mengerling lembut, penuh gairah hidup nan bahagia, pelan2 dia berdiri, bola matanya lekat meratap wajah Ling Kun-gi, katanya dengan tertawa: "Kenapa Ling-heng sekarang baru tiba? Sudah sekian lama orang menunggumu disini." Dia ubah panggilannya menjadi 'Ling-heng' (kakak Ling), terasa betapa mesra dan dekat hatinya? Gadis rupawan ini bukan lain adalah Hu-pangcu So-yok.

Hari ini bukan saja dia bersolek dan berdandan, malah sinar matanya tampak bercahaya, wajahnya ber-seri2 penuh gairah. Sudah tentu kali ini dia tidak memakai kedok.

Ter-sipu2 Kun-gi menjura, katanya: "Maaf Hu-pangcu menunggu terlalu lama."

Giok-lan tertegun, selamanya belum pernah dia melihat So-yok berdandan begini cantik, maklumlah biasanya dia begitu angkuh, dingin dan ketus.

Pendekar Kidal (Cin Cu Ling) - Tong Hong GiokWhere stories live. Discover now