Berubah air muka Jik Hwi-bing, serunya ter-gelak2 sambil mendongak: "Nona begini congkak, memangnya kalian mampu menahan kami bertiga?"

Seorang gadis lain segera menanggapi dengan suara merdu: "Memangnya kalian bisa pergi?" Tampak dari belakang gunung buatan diseberang sana muncul seorang gadis berpakaian cokelat, di atas sanggul tertancap sekuntum bunga Bwe, tangan menenteng pedang, langkahnya ringan mantap, kira2 lima kaki di depan pintu lantas berhenti.

Dibelakang gadis baju coklat beriring keluar empat gadis berpakaian ketat, semuanya bersenjata pedang, begitu si gadis baju coklat berhenti, mereka lantas berdiri berjajar sambil memeluk pedang.

Bersamaan dengan munculnya gadis baju coklat ini, dari jalanan disebelah timur sana juga muncul seorang gadis berpakaian serba merah menyala, diatas sanggul rambutnya tertancap sekuntum bunga anggrek merah, bersenjata pedang, empat gadis baju hijau mengikuti dibelakangnya.

Lalu dari arah barat diantara semak2 bunga muncul juga seorang gadis baju kuning dengan bunga seruni tertancap di sanggul, seperti yang lain empat gadis bersenjata pedangmengiringinya pula. Merekapun, berhenti dalam jarak lima tombak, keempat gadis pengiring itupun berjajar dibelakang. jadi sekarang Jik Hwi-bing bertiga telah dikepung. .

Dingin sorot mata Jik Hwi-bing, dia terkekeh kering, katanya:'"Hanya begini saja perbawa kalian?"

Selama puluhan tahun menjabat salah satu Tongcu dari tiga pejabat tinggi dalam Hek-liong-hwe, betapa sering dia menghadapi pertempuran besar kecil, sudah tentu nona2 cantik ini sedikitpun tidak masuk perhatiannya.

Giok-lan berdiri di undakan, tantangnya: "Kalau kalian kurang senang, boleh mencobanya."

"Benar, memang Lohu ingin menjajal," sahut Jik Hwi-bing.

Gadis baju coklat alias Bwe-hoa tertawa, katanya: "Tua bangka, muka merah, kau tidak mau menyerah tapi ingin ditelikung, ini rasakan beberapa kali tusukan pedang nonamu."

Pek Ki-ham yang berdiri disebelah kanan Jik Hwi-bing berpaling, sorot matanya kelam dingin, katanya: "Tongcu biar Siaute yang menghadapinya.".

Jik Hwi-bing manggut2, katanya: "Baiklah, hati2"

"Sret" Pek-Ki-ham melolos pedang, katanya kepada Bwe-hoa: 'Hanya nona saja yang turun gelanggang?"

"Memangnya berapa orang harus turun tangan bersama?" jengek Bwe-hoa.

"Baiklah," kata Pek Ki-ham, pelan sekali dia gerakan pedang di tangan kanan.

Bwe-hoa berpaling dan berpesan kepada ke-empat gadis dibelakangnya: "Kalian siap untuk bantu aku membekuk dia." - Empat gadis mengiakan.

Wajah Pek Ki-ham yang pucat halus mengunjuk mimik kejam diliputi hawa nafsu, dengusnya: "Nona, hati2lah." Gaya pedangnya aneh dan amat pelan, tapi lenyap suaranya pedang panjang ditangannya tiba2 menyambar laksana selarik rantai perak seperti bianglala, cepatnya luar biasa.

Sigap sekali Bwe-hoa menggeser, dengan enteng dia hindarkan diri, baru saja dia siap balas menyerang, didengarnya Pek Ki-ham tertawa dingin, pedang tahu2 terayun balik, sekaligus dirinya dicecar delapan kali serangan.

Bwe-hoa se-akan2 tiada kesempatan untuk balas menyerang, cuma gerak-geriknya gesit dan tangkas, dia hanya main berkelit. Harus diketahui siapapun yang menyerang dengan gencar, pada suatu ketika harus ganti napas dan serangan tentu sedikit lambat atau tertunda, tapi delapan jurus serangan Pek Ki-ham ini hakikatnya tidak memberi peluang bagi Bwe-hoa untuk bertindak, sedikit gerakannya tertunda, segera dia tutup dengan gerakan lengan baju tangan kiri serta mencecar pula delapan kali pukulan, setiap gerak pukulan ternyata membawa deru angin dingin luar biasa.

Pendekar Kidal (Cin Cu Ling) - Tong Hong GiokTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang