Maklumlah si tokoh aneh dari Lam-kiang (wilayah selatan) ini biasanya merajai daerah selatan, selamanya belum pernah tunduk terhadap orang lain, lalu siapakah yang telah mampu menundukkan dia sekarang?

Begitu si gede tiba dan berdiri disamping, Cu Bun-hoa lantas buka suara: "Yang menghentikan pertempuran tadi apakah tuan?"

Mendelik sebesar jengkol mata si gede, bentaknya: "Diam, tak boleh ribut!" Suaranya memang keras seperti bunyi genta.

Kini Cu Bun-hoa lebih yakin bahwa si gede memang Thong-pi-thian-ong adanya, tapi caranya bicara jelas dia hanya mengawal seseorang belaka. Sungguh luar biasa. Semakin kejut dan heran Cu Bun-hoa, mendadak dia mendongak sambil bergelak tawa, katanya: "Dandanan dan tampang tuan ini mirip sekali dengan Lam-kiang-it-ki Thong-pi-thian-ong, entah sejak kapan tuan terima diperbudak orang atau jadi pengawal pribadinya."

Semakin bulat mendelik mata si gede, suaranya menggerung gusar: "Kusuruh kau diam, kau harus diam, memangnya kau tua bangka ini sudah bosan hidup?"

Gerungannya yang dahsyat itu membuat Pui Ji ping yang sembunyi di atas batu hampir pecah kupingnya, jantungnya ber-debar2, hampir saja dia menjerit.

Tiba2 terasa dari belakang tersalur sejalur tenaga yang tidak kelihatan membantu dirinya mengendalikan darah yang bergolak, kupingpun lantas mendengar suara lirih berbisik seperti bunyi nyamuk: "Jangan bersuara Siau-sicu, itulah Kim-loh-ong yang hebat dari Thong-pi-thian-ong. "

Heran Ji-ping, baru saja dia kendak berpaling, suara lirih seperti nyamuk berkata pula: "Situasi malam ini amat gawat dan berhahaya, sekali2 jangan Sicu menoleh kebelakang, mata dan kuping Thong-pi-thian-ong amat tajam, Jarakmu hanya sepuluh tombak dengan mereka, sedikit lena, jejakmu pasti konangan."

Tatkala itu tampak dua buah lampion tengah mendatangi dari jalanan gunung sana. Dua gadis belia baju hijau tengah mendatangi dengan gemulai sambil menenteng dua lampion.

Malam di tengah pegunungan sudgah tentu amat gielap sehingga cahaya lampu lampion ini terasa terang benderang. Tak jauh dibelakang kedua gadis membawa lampion menyusul sebuah tandu mewah dan indah, dan laki2 kekar memikul tandu mini ini, langkah mereka enteng seperti berlari menuju ke tanah berumput ini.

Selarik kain warna merah sutera yang semampir dipundak dan pinggang kedua laki2 kekar pemikul tandu itu bertuliskan empat huruf warna hitam yang berbunyi: "Wakil langit mengadakan ronda".

Akhirnya tandu mini itupun berhenti dan diturunkan di tanah berumput sebelah kanan atas. Kedua gadis pembawa lampion berdiri di kiri kanan tandu, di bawah sinar lampion tandu itu tampak indah gemerlapan, kerai menjuntai lembut dan rapat sehingga tidak kelihatan siapa yang duduk didalamnya? Tapi Thong-pi-thian-ong dan kesepuluh kawanan jubah hitam serempak memberi hormat lalu berdiri tegak dengan prihatin.

Tiba2 tergerak hati Cu Bun-hoa melihat keadaan ini, tadi dia dengar salah seorang jubah hitam pernah menyinggung "Thiansu" atau duta langit, setelah melihat tulisan "Wakil langit mengadakan ronda", jelas bahwa orang di dalam tandu adalah Thian-su yang dimaksud, cuma siapa dia dan tokoh macam apa pula?

Pedang disimpan kembali, Cu Bun-hoa berdiri membusung dada sikapnya gagah berwibawa, tapi hatinya kebat-kebit, diam2 dia kerahkan Lwekangnya, mempersiapkan diri untuk bertindak bila menghadapi sergapan musuh.

Maka terdengarlah sebuah suara halus nyaring berkumandang dari dalam tandu: "Thio thi-jiu"! Suaranya bagai kicau burung kenari, lembut dan merdu.

Tak pernah terpikir dalam benak Cu Bun-hoa bahwa Thian-cu atau "duta langit" ini ternyata seorang perempuan, dari suaranya kedengaran bahwa dia adalah gadis belia pula.

Tampak salah seorang jubah hitam yang berdiri paling depan tadi mengiakan sambil melangkah ke depan tandu.

Terdengar perempuan dalam tandu bertanya: "Kalian sudah tanya asal usulnya?"

"Dia tidak mau mengatakan," sahut Thio thi-jiu.

"Bagaimana ilmu silatnya?" tanya perempuan dalam tandu pula.

"Kami berempat mengeroyoknya, tapi tak mampu mengalahkan dia."

"Pada jaman ini. dengan kekuatan kalian berempat, memangnya siapa yang tak mampu kalian kalahkan, tapi siapakah dia!" kata2 terakhir amat lirih, seperti bicara untuk dirinya sendiri.

Thio thi-jiu berdiri tegak lurus, sudah tentu dia tak berani bersuara.

Sesaat kemudian perempuan dalam tandu berkata pula: "Baiklah, kau boleh minggir."

Thio-thi-jiu mengiakan, lalu mundur ketempatnya semula.

Perempuan dalam tanda lantas berpesan kepada gadis pembawa lampion sebelah kiri. katanya: "Mintalah orang tua itu maju kemari, ada pertanyaan hendak kuajukan padanya."

Gadis itu segera tampil ke depan Cu Bun-hoa, katanya setelah memberi hormat. "Tuan ini diharap maju kedepan, Siancu (dewi) kami ingin bicara dengan kau."

Cu Bun hoa juga ingin tahu asal usul pihak sana, memangnya siapa sebetulnya Thian-cu yang serba misterius ini? Maka dengan mengelus jenggot dan tertawa lebar, katanya: "Lohu memang ingin bertemu dengan Siancu kalian." Lalu dengan langkah lebar dia menghampiri, beberapa kaki di depan tandu dan berhenti, katanya sembari memberi hormat: "Silakan Siancu, terima kasih akan undanganmu, entah ada petunjuk apa?"

Perempuan dalam tandu cekikik riang, katanya: "Loyacu adalah tokoh kosen Bu-lim, sungguh beruntung kita bertemu disini." Sampai disini tiba2 dia berseru keras: "Kenapa tidak singkap kerai ini?"

Kedua gadis yang berdiri di kiri kanan segera menyibak kerai kedua sisi, kedua lampionpun diarahkan ke depan tandu sehingga perempuan yang duduk, di dalam tandu kelihatan wajahnya.

Ternyata "Dewi yang mewakili langit mengadakan ronda" ini hanyalah seorang nyonya muda belia yang berusia sekitar 25, berpakaian serba putih, dandanannya mirip puteri keraton, tengah tersenyum simpul mengawasi dirinya.

Sesaat Cu Bun-hoa melenggong, dia jarang keluar pintu, tapi semua tokoh Kang-ouw yang sedikit punya nama pasti pernah didengarnya. Nyonya muda molek ini mampu menundukkan Lam-kiang-it-ki sampai terima menjadi pengawal pribadinya, kenapa belum pernah dia mendengar adanya perempuan selihay ini, serba misterius lagi dalam tindak tanduk.

Memang otaknya cerdik, banyak akal dan pandai mengikuti situasi, sekilas melenggong segera Cu Bun-hoa berdehem, katanya tertawa: "Siancu meronda mewakili langit tentunya kau inilah Thian-su adanya? Entah siapakah nama harum Siancu yang mulia?"

Jari jemari nan runcing halus dari nyonya muda itu terangkat dan mengelus gelung kundainya, katanya tertawa: "Agaknya tidak sedikit yang Loyacu ketahui. aku she Coh, karena biasanya aku suka mengenakan pakaian serba mulus begini, maka orang memanggilku Hian-ih-sian-cu, harap Loyacu tidak mentertawakan diriku."

"Hian-ih-sian-cu!" Cu Bun-hoa tetap tidak pernah dengar nama julukan ini.

Mengerling biji mata Hian-ih-sian-cu, katanya sambil cekikikan "Loyacu adalah tokoh kosen pada jaman ini, mohon tanya siapakah nama besar Loyacu?"

Cu Bun-boa bergelak tertawa, katanya: "Lohu Ho Bun pin, orang liar yang hidup di gunung, mana berani disebut tokoh kosen segala."

'Hian-ih-sian-cu cekikikan genit, katanya: "Nama yang Loyacu sebutkan kukira bukan nama tulen bukan?"

"Mungkin Siancu belum pernah dengar namaku yang tidak terkenal ini, dan lagi apa perlunya Lohu harus menyembunyikan nama dan asal-usul?"

"Betul," kata Hian-ih-sian-cu, "menurut penglihatanku, wajah Loyacu juga dirias, entah betul tidak perkataanku?"

Bersambung

Pendekar Kidal (Cin Cu Ling) - Tong Hong GiokWhere stories live. Discover now