Berulang kali laki2 jubah sutera membungkuk badan, katanya: "Tidak berani, Siaute sendiri Cek Seng-jiang adanya."

"Tak pernah dengar seorang tokoh Bu lim yang bernama Cek Seng-jiang," demikian batin Ling Kun-gi, "kalau dia tidak menggunakan nama palsu, tentunya karena dia jarang muncul dikalangan Kang-ouw." .

Tanpa menunggu Kun-gi buka suara, Cek Seng-jiang berseri tawa sambil angkat tangan: "Silakan, silakan! Harap Cu-cengcu duduk di dalam."

Dibawah iringan tuan rumah, Kun-gi masuk keruang pendopo yang penuh ukiran ini, dilihatnya tiga orang sudah ditengah ruang pendopo sana. Ketiga orang ini adalah seorang paderi tua berjubah abu2, alisnya panjang matanya sipit, usianya sekitar 60, duduk tegak menunduk kepala, tangannya memegang serenceng tasbih.

Dua orang yang lain adalah kakek berjubah biru, alisnya tebal matanya lebar, muka persegi kuping besar, jenggot hitam menjuntai didepan dada, usianya mendekati setengah abad. Seorang lagi laki2 berjubah coklat, wajahnya putih, tubuhnya sedang tapi rada gemuk, dagunya tumbuh jambang yang lebat, usianya lebih 50 tahun.

Waktu Cek Seng-jiang mengiringi Kun-gi melangkah masuk, sorot mata mereka lantas menatap kearah Ling Kun-gi. Dari sorot mata mereka diam2 Kun-gi tahu bahwa ketiga orang ini sebetulnya memiliki dasar Lwekang yang tangguh, sayang sinarnya redup buyar.

Sembari tertawa Cek Seng-jiang angkat tangan, katanya: "Cu-heng pertama kali datang, silakan duduk ditempat atas."

Kun-gi tidak sungkan2, dengan sewajarnya dia lantas duduk di tempat yang ditunjuk. Cek Seng-jiang mengiringi duduk, dua pelayan segera maju mengisi dua cangkir arak. Sambil mengangkat cangkirnya Cek Seng-jiang berkata:

"Mari, silakan minum!"

Setelah minum dan meletakkan cangkirnya, Cek Seng-jiang lantas berdiri, katanya: "Tuan2 tentunya sudah lama saling dengar nama masing2, tapi belum pernah berkenalan. Nah, marilah kuperkenalkan satu persatu. Lalu dia menunjuk Ling Kun-gi, katanya: "Inilah Cengcu dari Liong-bin-san-ceng. Dikalangan Kang-ouw mendapat julukan Ciam-liong, tentunya, tuan2 bertiga tidak asing akan namanya."

Lekas Kun-gi berdiri seraya menjura. Ketiga orang yang duduk segera berdiri juga dan membalas hormat, sorot mata mereka membayangkan rasa heran dan tidak habis mengerti. Paderi tua jubah abu2 segera bersabda: "Kiranya Cu-tayhiap, sudah lama Lolap ingin berkenalan."

Cek Seng-jiang tuding padri tua, katanya: Inilah Lok-san Taysu."

Tergetar hati Kun-gi, Katanya: "Kiranya Taysu adalah paderi sakti Siau-lim-si."

Melihat wajah orang mengunjuk kaget dan heran, tanpa terasa Cek Seng-jiang mengulum senyum, katanya pula sambil menunjuk kakek tua berjubah biru: "Inilah Tong Thian-jong, Tong-toako dari Sujwan." Lalu dia tunjuk laki2 jubah coklat pula. "Yang ini adalah Un It-hong, Un-lauko dari Ling-lam."

"Ketiga orang ini sudah hadir disini, lalu di mana ibuku? Pasti berada di dalam taman ini pula," demikian Kun-gi membatin.

Karena pikiran ini, mendadak berubah air mukanya, katanya dingin menatap Cek Seng-jiang: "Jika demikian, jadi Cek-cengcu adalah pemimpin Cin-cu-ling yang membikin geger dunia persilatan?"

Cek Seng-jiang tertawa lebar, ujarnya: "Mana berani, mana berani. Soalnya kawan2 Kang-ouw tidak tahu duduknya perkara sehingga timbul salah paham terhadap Siaute . . . ."

Kata Kun-gi tegas: "Lalu apa maksud tujuan Cek-cengcu menculik kami beramai kemari?"

"Cu-heng jangan salah paham," ujar Cek Seng-jiang tertawa, "Sudah lama Siaute mengagumi nama besar kalian berempat, bahwa para pendekar kami undang kemari adalah untuk menghindarkan suatu petaka yang bakal menimpa Bu-lim, se-kali2 tiada terkandung maksud2 pribadi, soal ini panjang kalau dijelaskan. Nah marilah, hidangan sudah tersedia, marilah sambil makan-minum kita mengobrol."

Pendekar Kidal (Cin Cu Ling) - Tong Hong GiokWhere stories live. Discover now