Diam2 Kun-gi membatin: "Begini keras dan ketat penjagaan disini, entah dimana letak pusatnya?" Pada saat hati me-nimang2, terasa angin menghembus silir2, kupingnya lantas mendengar gesekan dedaunan yang tertiup angin. Agaknya mereka telah berada di sebuah kebon.

Langkah Hou Thi-jiu amat cepat, jelas dia apal jalanan disini, kira2 semasakan air kemudian, hidung Kun-gi mulai mencium bau harum bunga, bau kembang mawar, seruni dan lain2. Pada saat itulah baru Hou Thi-jiu menghentikan langkah dan mengetuk pintu pula.

Sebelum daun pintu terbuka terdengar suara merdu bertanya dari dalam: "Siapa?"

"Inilah Cengcu dari Liong-bin-san-ceng, kau harus melayaninya baik2," kata Hou Thi-jiu.

"Baik, bawa dia ke dalam," sahut suara merdu itu. Lalu dia mendahului melangkah diikuti Hou Thi-jiu.

Kun-gi membatin pula: "Kiranya sudah sampai di Kwi-pin-koan."

Seorang membuka daun jendela, suara merdu berkata pula: "Taruh dia di atas dipan."

Hou-Thi-jiu lantas merebahkan Kun-gi di atas dipan yang beralaskan kasur empuk.

Suara merdu itu bertanya: "Kapan Cengcu ini akan sadar?"

Pertanyaan inipun amat penting artinya bagi Ling Kun-gi.

Didengarnya Hou Thi-hou menjawab: "Kira2 kentongan kedua nanti."

"O," suara merdu berkata pula, "kini sudah kentongan pertama, jadi masih satu jam lagi."

Hou Thi-jiu lantas keluar, katanya: "Cayhe mohon diri."

Suara merdu ikut melangkah keluar dan menutup pintu, sekembalinya dia langsung mendekati pembaringan, kain hitam penutup mata Kun-gi dia copot, lalu ditariknya kemul untuk menutupi badan Kun-gi, dari gerak-geriknya jelas gadis ini sudah terlatih baik menjalankan tugasnya.

Entah apa tujuan mereka menculik Cu Bun--hoa kemari dengan jalan ber-liku2 sedemikian rupa? Demikian Kun-gi ber-tanya2 dalam hati, tapi dia tidak berani membuka mata, karena dengan jelas dia merasakan hembusan napas si gadis tengah berdiri dipinggir pembaringan, mungkin orang tengah mengamati dirinya, atau mengamati "Ciam-liong Cu Bun-hoa Cengcu" dari Liong- bin-sun-ceng.

Dengan telentang di atas pembaringan, kelopak matapun Kun-gi tak berani pergerak, karena gerakan kelopak mata menandakan bahwa dirinya sudah siuman. Untung hanya sejenak gadis bersuara merdu ini mengamati dirinya, lalu mengundurkan diri diam2.

Setelah orang sampai diluar dan menurunkan kerai, dia tetap tidak berani membuka mata. Ia selalu ingat pesan gurunya sebelum berangkat, beliau bilang "Muridku, dengan bekal kepandaianmu sekarang, tiada suatu tempat di dunia Kang-ouw yang pantang kau datangi, cuma berkelana di Kang-ouw, bekal kepandaian hanya sebagai cangkingan belaka, yang penting adalah kecerdikan bertindak dan hati2, ada sepatah kata perlu gurumu berpesan dan kau harus mengukirnya dilubuk hatimu, yaitu semakin besar nyalimu, kau harus semakin hati2. Peduli persoalan atau kejadian apapun yang kau hadapi, kau harus tetap tenang dan waspada."

Sementara itu gadis bersuara merdu tadi sudah berada diluar, tapi dia tetap rebah tak bergerak, dia sedang mengerahkan tenaga saktinya, memusatkan seluruh perhatian mendengarkan keadaan sekelilingnya. Umpama di dalam kamar masih ada orang lain, pasti suara napasnya bisa didengarnya.

Sepeminuman teh kemudian barulah Kun-gi yakin bahwa di dalam kamar betul2 tiada orang lain kecuali dirinya, pelan2 dia membuka mata, walau hanya setengah mengintip saja, tapi dia sudah melihat jelas keadaan didepannya.

Itulah sebuah kamar tidur yang amat besar, pajangannya serba mewah, serba antik. Di bawah penerangan cahaya yang rada redup, semua benda pajangan yang ada di dalam kamar kelihatan indah menarik, letaknya juga diatur sedemikian dan serasi benar membuktikan hasil dari tangan seorang ahli pajang kenamaan.

Pendekar Kidal (Cin Cu Ling) - Tong Hong GiokWhere stories live. Discover now