Merah muka Kun-gi, katanya sambil menjura: "Terima kasih akan perhatian Cengcu."

"Maaf, Ling-lote, Lohu tidak mengantar."

Tanpa bicara lagi Kun-gi beranjak keluar, rak buku dibelakangnya segera menutup sendiri. Waktu itu Pui Ji-ping sudah membawa nampan berisi mangkok kosong keluar kamar. Pelan2 Kun-gi mendekati kursi malas lalu duduk bersandar, pelan2 pula memejamkan mata, diam2 dia kerahkan hawa murni menghimpun semangat.

Entah berapa lama lagi, terdengar langkah gugup mendatangi dari luar pintu, Lalu terdengar suara serak In Thian-lok berkumandang diluar: "Lapor Cengcu, ada urusan penting akan hamba sampaikan."

Sudah tentu Kun-gi diam saja.

Sesaat kemudian, karena tidak mendengar suara Cengcu, In-congkoan berkata pula: "Apa Ceng-cu sudah tidur?"

Dia tahu bahwa Cu Bun-hoa sudah menghabiskan semangkok bubur, tentu sekarang sudah terbius pulas, tapi dia tidak berani gegabah, mulut bicara, dia tetap berdiri dan menunggu diluar pintu.

Begitulah sesaat lamanya lagi baru In Thian-lok pura2 bersuara heran: "Aneh, Lwekang Cengcu amat tinggi, kenapa tak terdengar suara apa2?"

Kata2nya ini hanya alasan belaka supaya dia dapat mendobrak pintu masuk ke dalam. Kali ini dia keraskan suara: "Cengcu, Cengcu?"

Disekeliling kamar buku ini sudah terpendam anak buahnya, betapapun keras suaranya dia tidak takut mengejutkan orang lain yang tidak bersangkutan. Maka dengan leluasa dia dorong pintu terus memburu masuk. Sekilas mata menjelajah, dilihatnya Cu Bun-hoa rebah telentang di atas kursi malas.

In Thian-lok pura2 kaget, dengan lagak gopoh ia mendekat ke depan kursi dan tanya: "Ceng-cu, kenapa? Lekas bangun!" Lalu dia raba dahi Cu Bun-hoa, seketika wajahnya mengulum senyum sinis girang, mendadak kedua tangan bekerja cepat, kesepuluh jarinya naik turun, bagai kilat delapan Hiat-to penting didada Cu Bun-hoa telah ditutuknya.

Kun-gi sudah mempersiapkan diri, hawa murni sudah melindungi badan, seluruh Hiat-to dibadannya sudah terlindung, sudah tentu Hiat-tonya tidak mudah tertutuk.

Tapi Cu Bun-hoa yang sembunyi dikamar buku dapat menyaksikan dengan jelas, sudah tentu dia tidak tahu kalau Kun-gi sudah meyakinkan hawa murni pelindung badan ini, karuan ia kaget, pikirnya: "In Thian-lok berasal dari golongan hitam, bekal kepandaiannya sendiri tidak lemah, selama tahun2 terakhir ini memperoleh banyak kemajuan lagi atas petunjukku, tingkat kepandaiannya sekarang sudah mencapai kelas wahid, delapan tutukan Hiat-to itu amat lihay, meski Ling-lote tidak terbius, setelah tertutuk Hiat-tonya, tetap dia tak dapat berkutik diantar masuk ke mulut harimau."

Sementara itu In Thian-lok mendekati jendela sebelah selatan, kain gordin dia singkap, daun jendela dia buka, lalu mengambil lilin dan di-gerak2kan tiga kali diluar jendela.

Tidak lama kemudian terdengar suara kesiur angin, sesosok bayangan orang menerobos masuk lewat jendela. Lekas In Thian-lok menyongsong maju, katanya sambil menjura: "Silakan Hou-heng!"

Orang yang baru menerobos masuk berpakaian hijau bertubuh tinggi kurus, suaranya dingin: "In-heng menyerahkan orang tepat pada waktunya, tidak kecil pahalamu."

Tergerak hati Kun-gi, batinnya. "Orang she Hou, mungkin Hou Thi-jiu adanya?"

In Thian-lok tertawa, katanya sambil menuding "Cu Bun-hoa" yang rebah di kursi malas: "Inilah Cu-cengcu, anak buahku sudah tersebar disekeliling kamar ini, bagaimana mengangkutnya keluar, kami tunggu petunjuk Hou-heng."

"Soul ini In-heng tidak usah mencapaikan diri. cuma jalan keluar perkampungan ini, apakah In-heng sudah mengaturnya dengan baik?" tanya laki2 baju hijau.

Pendekar Kidal (Cin Cu Ling) - Tong Hong GiokTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang