Pui Ji-ping yang sembunyi di-semak2 pohon begitu melihat laki2 jubah hijau berdiri di depan jendela, karena hati keder, tanpa terasa dia menarik kencang lengan baju Ling Kun-gi, sedikit gerakan ini menyebabkan daun pohon tersentuh sehingga mengeluarkan suara kresek, walau hanya gerakan lirih sekali, tapi kedua mata laki2 jubah hijau yang mencorong itu sudah memperhatikan ke arah sini, mulutpun membentak kereng. "Siapa ?" walau suaranya tidak keras, tapi sangat berwibawa.

Terpaksa Ji-ping berdiri dan keluar dari semak2, sahutnya pelahan: "Aku paman !" jadi dia adalah keponakan laki2 jubah hijau itu.

Lalu dia membalik tubuh serta berkata: "Ling-toako, lekas ikut aku." dari sebutan Toako mendadak dia ubah menjadi "Ling-toako" dihadapan pamannya sehingga kedengaran lebih wajar.

Setelah Ji-ping keluar, terpaksa Kun-gi ikut keluar, satu persatu mereka melompati jendela masuk ke dalam dan berdiri di hadapan laki2 jubah hijau.

Dengan tajam orang mengawasi mereka, terutama melihat dandanan Pui Ji-ping, seketika dia mengerut alis, katanya: "Kau ini Ji-ping?"

Si nona tertawa, katanya. "Sudan kupanggil paman, kalau bukan Ji-ping, siapa lagi ?" lalu ia berpaling kepada Kun-gi, dan berkata: "Ling--toako, inilah pamanku, Cengcu dari Liong-bin--san-ceng ini."

Lekas Kun-gi memberi hormat, katanya: "Cayhe Ling Kun-gi memberi salam hormat kepada Cu- cengcu !"

"Paman, Ling-toako telah dua kali menolong jiwa keponakanmu, maka sengaja kubawa dia kemari untuk menemui paman," demikian tutur Ji-ping,

Tajam dan lekat pandangan Cu Bun-hoa, sejenak dia awasi Kun-gi, katanya sedikit manggut2: "Silakan duduk saudara Ling, Ji-ping, suruhlah orang menyuguh teh." dalam hati dia membatin, "Budak ini malam2 menemui aku, entah ada urusan apa."

Sambil mengelus jenggot dan tatap Ji-ping, tanyanya. "Kalian ada urusan apa?"

Ji-ping menekan suaranya: "Ada urusan penting yang amat rahasia hendak kami laporkan kepada paman."

Cu Bun-hoa melengak dan bertanya: "Urusan rahasia apa?"

Kata Ji-ping sungguh2: "Paman, urusan ini amat penting dan gawat, sekali2 tidak boleh bocor."

Melihat sikapnya yang prihatin, hati Cu Bun--hoa rada bimbang, katanya: "Ji-ping, siapapun tanpa kupanggil tiada yang berani masuk ke kamar buku paman ini, maka boleh kau terangkan sekarang."

"Aku tahu," sahut Ji-ping, "tapi lebih baik kalau kututup jendela ini."

"Memangnya begitu penting?" tanya Cu Bun-hoa.

"Ya" sahut Ji-ping tertawa, "tadi kami sembunyi diluar jendela, bukankah percakapan paman dengan In-congkoan dapat kami dengar semua?" lalu iapun menutup jendelanya.

Cu Bun-hoa duduk dikursi sebelah atas, tanyanya: "Ji-ping, apakah Toaci (maksudnya ibu Ji-ping) baik2 saja dirumah?"

"Aku belum pulang," sahut Ji-ping menggeleng.

"Lalu kemana saja kau selama ini?"

Merah muka Ji-ping, sekilas dia lirik Kun-gi, katanya: "Di tengah jalan kubertemu dengan Ling-toako, lalu bersama dia."

Pandangan Cu Bun-hoa beralih ke arah Kun-gi, katanya tertawa: "Aku sudah tahu, walau usia Ling-lote masih muda, tapi sorgot matanya gemilang, kepandaian silatnya tentu tidak rendah, entah siapakah gurunya?"

Belum Ling Kun-gi buka suara, Ji-ping sudah mendahului: "Paman, pandanganmu memang tajam, Ling-toako adalah murid Hoan-jiu ji-lay."

Melengak Cu Bun-hoa, katanya serius: "Jadi Ling-lote adalah murid kesayangan paderi sakti Hoan-jiu-ji-lay, maaf aku kurang hormat."

Pendekar Kidal (Cin Cu Ling) - Tong Hong GiokWhere stories live. Discover now