Pada saat2 genting itulah, mendadak sebuah suara merdu berseru dipinggir telinganya: "Saudara cilik, lekas mundur!"

Kun-gi mengenali yang berseru memberi peringatan itu adalah Hian-ih-lo-sat, namun sebelum membuktikan apa yang akan terjadi, mana dia mau mundur? la berdiri tegak tidak bergerak. Ia tunggu sampai cakar tembaga lawan yang aneh itu hampir mencengkeram dirinya, mendadak ia kerahkan tenaga pada telapak tangan kanan terus menangkis ke depan.

Gerak serangan tangan tembaga lawan memang pelan2, sedang tangkisan Kun-gi bergerak cepat, Tak tahunya begitu telapak tangannya menindih pergelangan tangan lawan terasa seperti membentur sebatang besi, sedikitpun tidak bergeming, cakar tembaga orang tetap bergerak pelan mengincar pundaknya.

Tangan kanan Ling Kun-gi yang menangkis terasa kesakitan, rasa linu kesemutan sampai menjalar ke atas pundak. keruan kagetnya bukan kepalang, sungguh dia tidak habis mengerti bahwa sebuah tangan tembaga bisa begini lihay, cepat dia menarik napas sembari melompat mundur.

Si gede tidak mengejarnya, wajahnya menyeringai puas, matanya melirik ke arah hutan, bentaknya: "Siapa itu di dalam hutan? Apa yang kau katakan kepada bocah ini?"

Tiba2 terendus bau harum terbawa angin lembut, waktu Ling Kun-gi menoleh, tahu2 Hian-ih-lo-sat sudah berdiri di sebelahnya.

" Untuk apa kau kemari?" semprot si gede.

"Apa aku tidak boleh kemari?" Hian-ih-lo-sat cekikikan, matanya mengerling tajam, tanyanya pula: "Kau mengenalku?"

"Lohu tidak kenal," ujar si gede.

Hian-ih-lo-sat tertawa, katanya: "Kau tak kenal aku, sebaliknya aku mengenalmu."

"Kau tahu siapa Lohu?"

"Kau adalah Lam-kiang-it-ki Thong-pi-thian--ong, betul tidak?"

"Thong-pi-thian-ong (raja langit lengan tembaga) ? Tak pernah Suhu menyinggung nama orang ini" demikian Kun-gi ber-tanya2 dalam hati.

Terbeliak mata Thong-pi-thian-ong, sesaat lamanya dia mengamati Hian-ih-lo-sat, katanya ke-mudian. " Kaum persilatan di Tionggoan ternyata ada juga yang kenal Lohu." 

Sampai di sini tiba2 dia manggut2, katanya pula: "Baiklah, Lohu tidak akan berurusan denganmu, boleh kau menyingkir."

"Kalau aku mau pergi, takkan kumuncul di sini," ujar Hian-ih-lo-sat. 

"Kau masih ada urusan apa?" Thong-pi-thian-ong menegas.

Hian-ih-lo-sat tidak menghiraukan pertanyaan orang, katanya berseri tawa kepada Kun-gi: "Agak-nya kau memang tidak gentar pada racunku."

"Cayhe tidak mati, kau merasa di luar dugaan?" ejek Kun-gi.

"Aku bermaksud baik, mengantar obat untukmu."

Merah muka Kun-gi, lekas dia menjura, katanya: "Kalau begitu, aku yang salah paham."

"Syukurlah," ujar Hian-ih-lo-sat, lalu menambahkan- "kau memang tidak keracunan, lekaslah pergi saja."

"Lohu tidak menyuruhnya pergi, siapa yang berani pergi?" bentak Thong-pi-thian-ong. Hian-ih-lo-sat cekikikan, katanya: "Memang-nya kau tidak dengar, aku yang menyuruhnya pergi?"

"Nyonya sudah tahu julukanku, tapi masih bertingkah dihadapanku, memangnya kau sudah menelan nyali harimau."

"Betul, kalau aku tidak punya nyali, mana berani kusuruh dia pergi." 

Lekas Kun-gi bersuara: "Kalau cayhe mau pergi segerapun bisa pergi, peduli amat dengan orang lain"

Hian-ih-lo-sat mengedip seraya berkata dengan Thoan-im-jip-bit (ilmu mengirim gelombang suara): "Thong-pi-thian-ong merajai Lam-kiang (wilayah selatan), saudara cilik, bukan aku merendahkan kau, tapi kau memang bukan tandingannya, biarlah aku mengadangnya sesaat, lekas kau pergi."

Pendekar Kidal (Cin Cu Ling) - Tong Hong GiokUnde poveștirile trăiesc. Descoperă acum