Kembang Api

209 9 0
                                    

"KITA mau kemana, sih?" tanyaku hanya bisa berjalan mengikuti langkah Dira, menaiki anak tangga satu persatu menuju tempat yang tidak kuketahui.

Hari ini adalah malam tahun baru. Aroma khas dari aneka gorengan di setiap stan makanan yang berjajar rapi di pasar malam ini bahkan masih menusuk hidung, meskipun saat ini, aku sedang menaiki anak tangga yang sangat tinggi.

Pacarku, Dira, membawaku ke sini, malam ini. Dia memang suka sekali berada di sebuah keramaian dan mengobrol dengan banyak orang, memainkan aneka permainan di pasar malam yang kemungkinan menangnya hanya satu dari sepuluh, dan membeli jajanan apapun yang tampak oleh aksa, meskipun pada akhirnya, dia tak bisa menghabiskannya sendiri dan memintaku untuk memakan jajanan miliknya. Berbeda denganku, aku tidak menyukai keramaian sama sekali. Kepalaku sakit jika aku berada di tengah kebisingan orang-orang yang mengobrol. Energiku terkuras dengan cepat, kalau kata Dira, ibaratkan aku ini seperti ponsel bekas dengan baterai yang sudah soak. Sialan.

"Ini kita kemana, sih? Udah anak tangga ke berapa ini?" tanyaku, berdecak sebal. "Aku capek."

"Ini siapa yang laki di antara kita, sih?" tanya Dira balik, memutar kedua bola matanya malas, meremehkanku.

"Eh, pertanyaannya tuh seharusnya bukannya siapa yang laki, tapi siapa yang paling agresif. Yee, lagian kamu mau ngapain ngajakin aku ke atas sana? Mana gelap banget. Mau ngapain sih di situ?"

"Sialan. Jangan mikir yang aneh-aneh," kata Dira, ngos-ngosan, sama sepertiku. "Oke, kita sampe."

Aku mengernyitkan dahi. Kami berada di sebuah puncak setelah menaiki puluhan anak tangga yang mungkin besokannya akan membuat kaki sakit ketika baru bangun tidur. Di bawah sana benar-benar terang, wajar saja, pasar malam itu diterangi banyak lentera berwarna kuning dan lampu-lampu dari stan yang masih melayani pembeli.

"Oke, sekarang apa?" tanyaku, berjalan mendekati railing puncak ini, menyandarkan tanganku di sana, menatap ke bawah. Pemandangannya memang indah dari sini, tapi... sepertinya tak sebanding dengan rasa lelah yang aku dan Dira rasakan untuk sampai di atas sini. "Udah, bengong doang?"

"Bawel banget," komentar Dira, berdiri di sebelahku, mengikat rambutnya. "Tunggu dulu. Gak sabaran banget."

Aku menahan senyumanku melihat ekspresi kesal yang muncul dari wajah Dira. Dibanding tawanya, entah kenapa aku lebih menganggap ekspresi marahnya sebagai sesuatu yang lebih lucu. Dia memang gampang sekali dipancing dan omelannya malah bukannya membuat telingaku sakit, tapi membuatku tertawa.

Ini tahun ketigaku bersama Dira. Ketiga kalinya kami merayakan malam tahun baru bersama. Aku selalu memintanya untuk menonton film atau bermain PS saja di rumah, tapi Dira lebih senang jalan-jalan keluar. Aku selalu menurutinya, meskipun itu melelahkan dan membuatku hibernasi keesokan harinya, mumpung libur.

"Eh, udah hampir sepuluh menit kita diem di sini, mau nungguin apaan?" tanyaku lagi. "Mau nungguin matahari terbit sekalian?"

"Iya, matahari teletabis," jawab Dira, asal-asalan.

DAR! DAR!

Aku mendongakkan kepalaku ke atas. Kedua mataku mendapati kembang api tahun baru yang menghiasi malam berganti pagi ini secara bergiliran dan beraneka rona. Aku berdecak kagum. Aku sudah berkali-kali melihat kembang api tahun baru, tapi pemandangan dari sini membuatnya jauh tampak lebih memesona.

Aku menjatuhkan pandanganku ke samping kananku. Sepasang bola mata yang sebening danau itu menatap langit dengan tatapan kagum dan senyuman yang lebar. Kedua telapak tangannya menangkup wajahnya sebagai reaksi dari kekagumannya. Dia memang perempuan paling ekspresif yang pernah kukenal. Berkebalikan denganku, aku justru adalah lelaki yang sangat datar dan serba bodo amat.

Aku tersenyum. Bukan, bukan karena kembang api tahun baru yang masih menghiasi langit sampai detik ini. Senyuman yang menghiasi wajah pacarku memiliki sifat yang menular. Tidak, atau mungkin persuasif? Aku tak tau mana yang lebih tepat. Hanya saja... aku merasa kembang api itu tidak hanya meledak dan menghiasi langit malam pergantian tahun ini, tapi menghiasi dadaku. Tak peduli berapa kali aku sudah melihat senyuman Dira, jantungku tetap berdetak keras. Perasaanku campur aduk. Bukan campur aduk antara kebahagiaan, kesedihan, ataupun rasa bingung. Aku merasakan perasaan bahagia yang jauh lebih kompleks. Aku merasa beruntung, takut kehilangan, dan ingin memilikinya lagi, meskipun kami sudah saling memiliki.

Pada malam berganti pagi ini, bagiku, dari segala komponen yang menyelimuti malam tahun baru yang terasa hangat ini, yang indah bukanlah kembang apinya, tapi perempuan manis yang ada di sebelahku.

-----------------------------------------------

6 Juni 2023

My Cerpens; Kumpulan CerpenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang