Surat dari Josef

194 30 0
                                    

"KAMU tau hari ini hari apa, Mike?" tanyaku tersenyum lebar ke arah Mike, ikan jenis channa yang ada di akuarium kaca tersebut. "Hari ini hari Minggu dan waktunya kita bersih-bersih. Kamu tunggu aku kelarin semuanya, terus Josef bakalan ganti air akuarium kamu, ya."

Aku berjingkrak sambil bersenandung menuju gudang, tempat dimana aku menyimpan semua alat bersih-bersih seperti kemoceng, sapu, kain pel, dan lain-lain.

Hari Minggu di akhir bulan selalu menjadi hari  bersih-bersih di kalenderku. Aku selalu senang jika sudah hari Minggu dan bersih-bersih seperti ini, karena rumah yang bersih membuat hatiku senang dan aku pun nyaman, berhubung aku selalu sibuk di hari-hari biasa.

Namun, hari ini, sepertinya aku tak hanya akan bersih-bersih. Aku juga akan mengganti posisi letak beberapa perabotan di rumahku, seperti tempat tidur, meja belajar, meja makan, bahkan lemari buku. Biasanya, aku memang selalu mengganti posisi beberapa perabotan rumah tiap enam bulan sekali.

"Kapan aku bisa punya pacar ya, Mike?" tanyaku sembari menyapu lantai kamarku. "Jomblo mulu. Lebih aneh lagi kalau ada yang suka sama aku, aku malah gak suka sama mereka dan jadiin Josef sebagai pacar pura-pura."

Josef? Siapa Josef? Josef adalah sahabatku. Kami sudah berteman sejak SMP. Dia satu kelompok denganku pada MOS SMP dan kami sudah melalui hal bodoh bersama. Dia selalu menjagaku dengan baik dan memukul lelaki-lelaki yang jahat kepadaku. Tak sepertiku yang selalu mencoba mencari kecocokan di beberapa lelaki brengsek, Josef justru selalu mendapatkan perempuan baik dan setia kepadanya.

Aku pernah menyukai Josef, pada suatu momen. Namun, aku sadar bahwa kami hanya berteman dan tentu saja dia tak menyukaiku. Selain itu, aku tak ingin perasaanku justru mengacaukan persahabatan yang sudah kami bangun selama bertahun-tahun.

Saat ini, kami sudah berusia 25 tahun dan lebih sibuk dengan pekerjaan. Aku sibuk dengan pekerjaanku dan tak pernah ada waktu untuk memulai hubungan dengan pria manapun. Begitu pula Josef, meskipun dulu dia selalu memiliki pacar dan tak pernah sendiri. Padahal dulu, pada jaman sekolah dan kuliah, dia selalu mengejekku karena katanya, aku adalah jomblo stadium akhir. Kurang ajar, emang.

Drrt. Drrt.

Aku merogoh saku celanaku, lalu menekan tombol hijau tersebut.

"Halo."

"Lo dimana, nyet? Jadi gak, minta tolong gue buat ganti air akuariumnya Mike?" tanya Josef.

"Nyat nyet nyat nyet," komentarku, mendengus kesal. "Jadi. Bentar lagi, Sef. Lo buruan dateng, ya. Ini gue lagi beresin rumah."

"Yaudah, gue bentar lagi ke situ," kata Josef. "Lo mau dibawain apa? Nitip sesuatu, gak?"

"Ehm…"

"Udah, gak jadi. Kelamaan. Udah ya, bye," kekeh Josef, lalu menutup teleponnya.

Aku hanya bisa mencibir kesal, lalu memasukkan ponselku kembali ke dalam saku celanaku. Sebenarnya, tanpa kuberitahu pun, dia pasti sudah tau aku ingin dibawakan apa.

Kue sarang laba-laba yang selalu dia beli di dekat rumahnya.

Aku pun melanjutkan kegiatanku. Setelah mengubah beberapa letak perabotan di kamarku dan membersihkannya, aku pun berjalan menuju ruang depan, di dekat pintu masuk. Sepertinya, aku harus mengubah letak dari pot bunga yang besar ini dan menggantinya dengan vas kaca yang lebih ramping. Aku sudah menetap di rumah ini sejak kuliah dan selama ini, pot bunga itu tak pernah dipindahkan karena memang super berat.

Apakah aku tunggu Josef saja? Ah, sepertinya aku bisa melakukannya sendiri. Baiklah, pelan-pelan saja.

Aku mencoba menggeser letaknya dengan amat kesulitan. Pot bunga ini bahkan sama tingginya dengan pinggangku.

My Cerpens; Kumpulan CerpenWhere stories live. Discover now