Vindictive Woman

138 21 1
                                    

Cerita ini bergenre thriller. Jika tak suka, silakan skip.

-------------------------------------------

WANITA mandiri yang galak dan dingin, begitulah orang-orang memanggilku. Tiap kali aku tiba dan berjalan menuju ruang kerjaku, mereka menyapaku dengan senyuman manis dan sapaan hangat, meskipun aku tau, topik obrolan favorit mereka adalah aku, atasan mereka yang super tegas dan galak.

"Pagi, Bu Sofia," sapa mereka, tersenyum lagi pagi ini.

"Pagi." Aku melemparkan senyuman ringanku ke arah mereka, membalas sapaan mereka dengan singkat, padat, dan jelas. Suara lembut, dingin, bagaikan ranting yang basah oleh air hujan pada dini hari. Begitulah aku mengibaratkannya.

Usiaku 30 tahun. Di saat wanita seusiaku mengurus suami, anak, dan sibuk mengerjakan pekerjaan rumah, aku lebih memilih untuk fokus dengan diriku sendiri dan pekerjaan, menjadi pemimpin sebuah perusahaan dan menghasilkan banyak uang untuk diriku sendiri. Siapa peduli jika orang mengatakan aku akan menjadi seorang perawan tua? Aku tak peduli. Memang itu mauku.

Para pria terlalu bodoh untuk mendapatkan kasih sayangku. Cintaku terlalu mahal untuk dipeluk oleh seorang tak berguna yang disebut pria. Jiwaku terlalu bersih untuk disentuh oleh tangan kotor mereka. Jika ada yang bertanya, apakah yang paling kubenci di dunia ini? Jawabannya adalah pria. Oleh karena itu, sampai kapanpun, aku takkan pernah berurusan dengan mereka, apalagi dalam perihal rumah tangga.

Mencintai dan dicintai itu menjijikkan.

Aku melirik jam tanganku, melihat tanggal berapa sekarang. Aku mengernyitkan dahi. Jadi, hari ini tanggal tiga belas Agustus?

Biar kujelaskan mengenai diriku secara singkat. Benar kata orang-orang, aku adalah wanita mandiri yang terlewat tegas. Sedari dulu selalu begitu. Aku adalah wanita yang selalu menjadi pemimpin atas apapun, bahkan sejak aku duduk di bangku sekolah dan perguruan tinggi. Aku memiliki otak dan kemampuan untuk mengatur semuanya dengan teliti dan kompeten. Aku adalah orang terpelajar yang memang dari dulu selalu mengedepankan akademis dan ambisi.

Aku memang berhubungan beberapa kali dengan laki-laki, tapi tak satupun hubungan itu berhasil. Orang bilang, aku terlalu powerful bagi para laki-laki. Orang bilang, aku membutuhkan pria yang lebih alpha dibandingkan diriku. Orang bilang, begini dan begitu. Siapa yang peduli dengan pendapat orang lain? Justru bagus jika aku hanya sendiri seumur hidup. Siapa yang membutuhkan laki-laki?

Maafkan aku, mungkin aku terlalu sombong mengenai diriku sedaritadi.

"Permisi, Bu Sofia, Anda memiliki jadwal pertemuan dengan Pak Johan, hari ini."

Aku yang semula berkutat di hadapan layar laptopku, lantas menoleh ke arah seseorang di ambang pintu. "Ya, benar. Apakah beliau sudah datang?"

"Sudah, Bu. Kalau Ibu berkenanー"

"Persilakan beliau masuk."

Ambang pintu itu menampakkan seorang pria bertubuh tinggi dan wajah yang rupawan. Senyuman khas dengan sorot mata yang indah. Dia adalah pemimpin dari perusahaan tetangga yang berniat menjalin kerjasama dengan perusahaan yang kupimpin. Itulah tujuan kedatangannya ke sini.

"Siang, Bu Sofia," sapanya, tersenyum padaku dengan sopan.

Aku membalas senyumannya dengan sangat tipis, hampir tak terlihat. "Siang, Pak Johan."

"Anda cantik seperti biasanya, tentu saja," kata Johan. "Jika saya boleh memuji."

Aku terkekeh kecil. "Apakah Anda menyindir kerutan yang mulai tampak di wajah saya?"

My Cerpens; Kumpulan CerpenWhere stories live. Discover now