Bunga Tidur

315 14 0
                                    

TEMPAT itu tampak luas. Tak jauh dari mata memandang, ada sebuah air terjun yang memanjakan mata. Kabut yang mengelilingi tubuhku membuat pakaian tebalku tak berarti apa-apa. Kabut itu berwarna putih. Tebal. Tenang. Dingin.

Aku sempat merasa bingung, kenapa hanya ada aku sendiri di tempat seindah ini? Langit tampak berkilauan, matahari ditutupi oleh awan. Aku mulai berjalan menelusuri tempat yang aku tak tau namanya ini, sampai akhirnya pandanganku gelap lantaran ada sepasang tangan yang sengaja menutupi kedua mataku dengan iseng dari belakang.

Ketika aku menoleh ke belakang, aku mendapati senyuman itu. Aku bisa melihat Alvin tersenyum ke arahku, serta tanganku yang menggenggam kedua tangannya yang semula menutup kedua mataku dari belakang. Kami jadi berdiri berhadapan, saling pandang satu sama lain. Sepersekian detik, dia mengelus kepalaku dengan lembut dan penuh sayang.

"Kamu kemana aja?" tanyaku. "Aku selalu nungguin kamu, tapi kamu gak pernah balik."

"Oh, ya?" Dia bertanya balik. "Kamu nungguin aku?"

Aku mengangguk. "Aku cuma bisa liatin kamu lewat sosmed buat mastiin kamu baik-baik aja. Kamu gak pernah ngabarin aku lagi. Aku juga gak berani ngabarin kamu karena aku takut."

"Takut kenapa?"

Aku sudah dekat dengan Alvin selama kurang lebih lima bulan. Kami tidak pacaran, tapi kami sudah dekat sekali. Aku berani bertaruh bahwa dia tau perasaanku untuknya, begitupun sebaliknya. Namun, sudah dua bulan ini, Alvin berhenti mengabariku. Dia menghilang, seakan-akan kami tak pernah dekat dan seakan-akan dia tak pernah mendengar namaku.

Aku sudah beberapa kali menghubunginya duluan, tapi responnya selalu cuek sehingga aku jadi takut untuk menghubunginya duluan. Aku takut dia marah dan aku takut mendengar alasan dia menjauhiku. Tentu saja, alasannya adalah dia sudah kehilangan perasaan kepadaku.

"Tapi, nyatanya sekarang, aku di sini, kan?" Dia menarikku ke dekapannya, memelukku erat. Seketika, rasa dingin yang menusuk kulitku, menghilang ketika aku merasakan pelukannya.

Dia juga pernah memelukku seperti ini sebelumnya, ketika acara perpisahan SMA. Dia memelukku erat waktu itu dan bilang padaku untuk jangan melupakannya. Rasanya persis seperti ini, bagaikan salah satu tempat yang paling aman bagiku.

Aku mencium aroma tubuhnya dalam. Tak ada yang berubah dari aroma tubuhnya. Masih sama seperti ketika aku yang biasanya berada di dekatnya.

Aku membuka mataku. Langit-langit kamar adalah hal pertama yang kedua mataku tangkap. Aku mengubah posisiku menjadi duduk. Aku menghela napasku panjang.

Bagaimana mungkin mimpi itu terasa begitu nyata?

Aku benar-benar seperti merasakan pelukannya, aroma tubuhnya, kehadirannya. Rasa rindu yang membuncah di dalam diriku benar-benar membuatku setengah gila karena aku benar-benar menginginkannya. Sayangnya, kini, perasaan kami tak sejalan. Dia mungkin sudah melupakanku dan sudah tak memiliki perasaan yang sama lagi denganku. Sementara aku di sini, masih terus memikirkannya dan merindukannya, sampai aku bisa memimpikannya dan merasa bahwa kehadirannya benar-benar nyata.

Aku tak bisa mentoleransi rasa rinduku kepadanya, tapi aku pun tak bisa melakukan apapun. Selain respon dinginnya yang pasti akan menggores hatiku, aku juga tak bisa membohongi diri sendiri bahwa dia sudah tak menginginkanku.

Padahal, dia yang bilang padaku untuk jangan melupakannya, tapi justru dia yang lebih dulu melupakanku.

Aku bahkan tak tau, apakah mimpi yang baru saja kudapatkan adalah mimpi indah atau mimpi buruk. Namun, yang pasti, setidaknya, mimpi itu cukup untuk mengobati kerinduanku kepadanya.

-------------------------------------------

9 Mar 2022

My Cerpens; Kumpulan CerpenWhere stories live. Discover now