Get Well Soon

177 15 6
                                    

Cerita ini adalah kelanjutan dari cerpen yang berjudul Your Story.

--------------------------------------

ADA yang bilang, hubungan jarak jauh itu menyakitkan. Aku setuju dengan pernyataan itu karena aku tau rasanya. Hubungan jarak jauh itu membuat kita harus berusaha berprasangka baik satu sama lain. Misalnya, jika cuaca buruk, aku harus berprasangka baik kalau Brian pasti bisa menjaga dirinya di kotanya. Atau jika cuacanya bagus, aku harus berprasangka baik kalau harinya pasti menyenangkan dan memberikan mood baik untuknya.

Namun, mungkin ceritaku sedikit lebih berbeda. Aku dan Brian tidak berada di kota yang sama. Selain itu, kami pun tak bisa saling bertukar kabar satu sama lain seperti pasangan nornal. Masalahnya cukup panjang jika kuceritakan. Intinya, dokter Brian mengatakan bahwa Brian harus fokus kepada diri sendiri untuk menyembuhkan dirinya. Konsentrasinya tak boleh pecah karena percintaan atau semacamnya.

Aku, sebagai orang yang menyayangi Brian, di luar kondisi mau tak mau ataupun suka tak suka, tentu saja aku harus menerima keputusan itu jika aku memang ingin bersamanya. Brian pun menjalani pengobatan itu karena dia ingin bersamaku dan aku percaya padanya.

Meskipun aku akui, menunggu bukanlah hal yang mudah. Tak pernah mudah, sekalipun tidak. Kita bisa melihat seberapa sulit itu melalui seberapa banyak orang yang mau untuk disuruh menunggu dan tak semua orang mau melakukan itu karena hal itu memang berat dan penuh risiko. Namun, ada yang bilang, the right one won't leave, dan aku ingin menjadi orang itu.

Aku bertanya-tanya bagaimana harinya, apa yang mengganggu pikirannya sehari-hari, apakah kerjaannya lancar, dan sebagainya. Namun, kami lost contact untuk saat ini. Aku hanya bisa menunggunya kembali. Hanya itu yang bisa kulakukan.

"Aku ngejalanin ini karena aku mau terus sama kamu."

Ucapannya waktu itu selalu aku ingat. Aku sangat menghargai semua usahanya untuk sembuh dan tentu saja, aku tak boleh mengganggu pikirannya. Hanya saja, kalau boleh jujur, kadang aku merindukannya. Dan itu menyakitkan.

Aku hanya ingin dia baik-baik saja dan aku tau, dia bisa.

Andai aku bisa menatap matanya dan memberikan beberapa kalimat, aku hanya ingin mengatakan, Mas, aku tau mungkin ini rada alay bagi kamu, tapi aku kangen kamu. Mas, kamu udah gak mimpi aneh-aneh lagi, kan? Mas, kamu happy, kan?

Sebenarnya, aku pun ingin dia tau kalau aku memiliki suatu ketakutan. Ketakutan itu adalah jika jarak memudarkan perasaannya dan seandainya dia kembali, dia tak hanya sekedar kembali, tapi juga berpamitan. Kadang, aku takut perasaannya memudar dan tiba-tiba, kedatangannya yang tiba-tiba hanya bertujuan untuk pamit kepadaku. Ini adalah salah satu bentuk risiko dari menunggu.

Kadang, aku takut tulisanku terlalu jujur, aneh, alay, dan sifat bocah lainnya yang membuatnya lari, seperti lirik dalam lagu Forever & Always, "Did I say something way too honest, made you run and hide like a scared little boy?" dan kupikir, saat ini, itulah ketakutanku meskipun aku tau, mungkin ketakutan itu hanya datang karena aku terlalu sering memikirkannya.

Namun, andaikata ketakutan itu memang benar terjadi, aku ingin dia langsung memberitahuku dan memberikanku isyarat untuk mundur agar aku tak terus larut dan terlena dalam perasaanku.

Aku pun takkan menulis apapun tentangnya, jika hal itu terjadi.

Meskipun dia selalu bilang, jika kita tak ditakdirkan berjodoh, pasti gantinya selalu lebih baik, tapi otakku belum sematang dia yang lebih tua dan dewasa, jadi aku malah berpikir, meskipun kita mendapatkan ganti yang lebih baik, kita harus melewati rasa sakit terlebih dahulu untuk tiba di titik itu, bukan?

Semua orang membutuhkan waktu masing-masing untuk sembuh dan aku percaya kalau tak ada usaha yang sia-sia. Get well really soon!

--------------------------------------

11 Mei 2022

My Cerpens; Kumpulan CerpenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang