Persetujuan Dara

123 17 0
                                    

"KENAPA gak boleh main sama Om Ridho? Kan Om Ridho udah janji mau main masak-masakan sama Dara!"

Dara merengut kesal. Perempuan kecil berusia empat tahun yang berambut panjang dan berponi itu melipat kedua tangannya di depan dada. Mama, yang semula sibuk dengan riasan di depan meja rias, lantas mengelus kepada Dara, mencoba menenangkan anak pertamanya tersebut.

Om Ridho adalah adik bungsu Mama. Om Ridho berusia dua puluh sembilan tahun. Bagi Dara, Om Ridho adalah teman terbaiknya karena Om Ridho selalu memanjakannya sejak dulu. Om Ridho selalu datang mengunjungi rumah Dara setiap akhir minggu. Om Ridho kerap membawakan Dara mainan, membawa Dara jalan-jalan, dan mengajak Dara jajan di luar. Dara sangat menyukai Om Ridho.

Namun, hari ini berbeda. Meskipun hari ini adalah hari Sabtu dan mama papanya libur, seisi rumah Dara bangun pagi sekali. Mama dan Papa memakai baju yang bagus. Mama memakai riasan dan Dara pun mengenakan baju yang seragam dengan Mama. Rambut Dara yang panjang dikuncir dua dan Dara jadi rapi sekali.

Lalu, ketika Dara bertanya kapan Om Ridho akan datang, Mama bilang, hari ini Om Ridho takkan datang ke rumah mereka. Kata Mama, hari ini, mereka semua, termasuk Om Ridho, akan mendatangi rumah Tante Olin.

Dara sempat mendengar nama itu sebelumnya. Tante Olin adalah orang yang sering berbicara dengan Om Ridho di telepon dan Tante Olin juga sering menitipkan makanan yang enak untuk Dara melalui Om Ridho. Om Ridho pernah menunjukkan foto Tante Olin kepada Dara dan bertanya apakah wanita itu cantik atau tidak di mata Dara. Menurut Dara, Tante Olin adalah wanita yang cantik.

Singkat cerita, Mama, Papa, dan Dara berkendara menuju rumah Oma dan Opa. Oma dan Opa juga mengenakan pakaian bagus dan rapi sekali. Om Ridho mengenakan batik dan dia tampak tampan dengan wajah yang berseri-seri. Om Ridho sempat menyapa dan menggendong Dara, sebelum akhirnya mereka semua berkendara menuju rumah Tante Olin.

Setibanya di rumah Tante Olin, keluarga dari Tante Olin pun mengenakan pakaian bagus dan rapi. Mereka semua menyambut keluarga Dara dengan hangat. Dara juga dapat melihat Tante Olin di antara mereka. Tante Olin tampak bersinar di antara yang lainnya. Dia sangat cantik.

Dara hanya bermain boneka di sebelah Mama selama acara yang Dara tak tau apa itu berlangsung. Ketika acara tersebut selesai dan dua keluarga tersebut sibuk bercengkrama, Om Ridho datang menghampiri Dara yang tengah sibuk bermain sendiri.

"Dara lagi ngapain?" tanya Om Ridho. Dara yang semula sibuk berbicara sendiri dan memainkan peran kedua bonekanya, lantas tersenyum ketika melihat Om Ridho yang sudah lebih dulu tersenyum teduh ke arahnya.

"Lagi main boneka," jawab Dara, dengan tiap kata yang belum terlalu jelas diucapkan. "Om mau ikut main?"

"Boleh," kata Om Ridho, meraih salah satu boneka Dara. "Tante Olin boleh ikutan juga, gak?"

Dara yang semula tersenyum, lantas mengubah ekspresinya menjadi datar, sedikit bingung. "Tante Olin tuh yang cantik itu, ya? Yang mirip barbie?"

Om Ridho tertawa. "Masa, sih? Emangnya Tante Olin cantik kaya barbie?"

Dara mengangguk. "Cantik banget, kaya boneka Dara."

Om Ridho terdiam sejenak. "Dara seneng gak kalau Tante Olin jadi bagian keluarga kita?"

Dara terdiam, tak terlalu paham dengan apa yang Om Ridho maksud.

"Dara seneng gak kalau Tante Olin jadi tantenya Dara?" ulang Om Ridho, memperjelas maksud pertanyaannya.

"Tantenya Dara? Kaya Tante Jasmin?"

Tante Jasmin adalah adik Mama Dara yang kedua, kakak dari Om Ridho.

Om Ridho mengangguk. "Iya, kaya Tante Jasmin."

"Gimana caranya?" tanya Dara, mengernyitkan dahi. "Kan Tante Olin bukan anaknya Oma."

Om Ridho menahan senyumannya. Meskipun Dara masih berusia empat tahun, tapi Om Ridho tau, Dara adalah anak yang pintar. Om Ridho juga tau, takkan sulit menjelaskan hal ini kepada Dara.

"Caranya... menikah," jawab Om Ridho. "Kaya Mama dan Papa Dara. Kaya Oma dan Opa. Kaya Tante Jasmin dan Om Fernan. Kita semua bakalan jadi keluarga."

Dara terdiam. Sepersekian detik, Dara menunduk, mengukir ekspresi sedihnya, seperti seorang anak kecil yang ditolak untuk bermain bersama.

"Kenapa?" tanya Om Ridho, menaikkan sebelah alisnya. "Kok Dara sedih?"

"Kalau Om Ridho udah nikah sama Tante Olin, nanti Om Ridho lupa sama Dara, dong," ujar Dara. "Gak pernah main sama Dara lagi. Gak pernah nemenin Dara jajan lagi."

Om Ridho terdiam sejenak. Sepersekian detik, pria itu memeluk bahu Dara, tersenyum lebar. "Dara tau gak kalau Tante Olin jago masak?"

"Jago masak?" tanya Dara. "Bisa bikin makaroni panggang kaya Mama juga?"

Om Ridho. "Bisa banget. Tante Olin jago banget masak, lho. Nanti tiap Sabtu Minggu, Tante Olin bakalan bikinin makanan yang Dara suka, ya. Dara juga bisa minta ajarin masak sama Tante Olin."

Mata Dara berbinar. "Beneran, Om?"

Om Ridho mengangguk.

Sepersekian detik, mata Dara sayu kembali. "Tapi, Om Ridho bakalan lebih sayang sama Tante Olin."

Om Ridho terdiam sejenak. "Tapi, nanti kalau Om Ridho sama Tante Olin punya anak, bisa jadi temennya Dara."

"Iya?" tanya Dara, semangat. "Boleh gak kalau anaknya kembar? Biar temen Dara banyak."

Om Ridho menahan tawanya. "Iya. Gimana? Dara seneng gak, kalau Tante Olin jadi keluarga kita?"

Dara mengangguk semangat. Dari kejauhan, Dara dapat melihat Tante Olin yang tersenyum manis sambil melambaikan tangannya ke arah mereka. Dara yang sudah membayangkan betapa menyenangkannya jika Tante Olin menjadi keluarga mereka, lantas membalas senyuman dan lambaian dari Tante Olin.

Bagi Om Ridho, senyuman dan lambaian tangan itu adalah tanda persetujuan dari Dara, keponakan kesayangannya.

-------------------------------------------

14 Mar 2022

My Cerpens; Kumpulan CerpenWhere stories live. Discover now