He Loves You

449 40 4
                                    

"JADI, kamu bakalan pulang jam berapa nanti?" tanyaku mendongak ke atas, menatap wajahnya yang lebih tinggi daripada diriku.

"Sekitar jam sembilan atau sepuluh," jawab Danial, melemparkan senyumannya ke arahku, kemudian menangkup kedua pipiku dengan kedua telapak tangannya. "Tungguin aku, ya?"

Aku tersenyum, mengangguk. Kedua tanganku ikut menggenggam tangannya yang ada di pipiku.

"Sayang, aku mau minta tolong kamu buat update software di laptopku, ya?" kata Danial, meraih tasnya, berjalan menuju ambang pintu.

Aku mengernyitkan dahi, berjalan ke arahnya. "Laptop kamu ada dimana?"

"Di dalem lemari, di laci paling bawah," jawab Danial, melihat jam tangannya. "Aduh, aku udah telat. Aku pergi dulu, ya."

Usai mencium dahi dan pipiku, Danial pun berjalan keluar dari apartemen. Aku memerhatikan dia berjalan menjauh, sampai punggungnya tak terlihat lagi oleh mataku.

Dia adalah Danial, pria yang sudah menjadi pacarku selama dua tahun. Rencananya, minggu depan, dia akan datang melamar ke rumah keluargaku, meminta izin untuk menikahiku. Aku beberapa kali menginap di apartemennya, hari ini adalah salah satunya. Hari ini adalah hari Sabtu, hari libur bekerja bagiku. Namun, Danial tetap bekerja seperti biasa. Hari liburnya hanyalah hari Minggu.

Aku pertama kali bertemu dengannya ketika dia tengah berdarah-darah, baru saja ditinggal oleh wanita yang dia cintai waktu itu. Wanita itu bernama Bella, mantan pacarnya yang pernah menjalin hubungan dengannya selama enam tahun. Danial dan Bella putus karena orang tua Bella yang tak setuju akan hubungan mereka berdua. Keduanya masih saling mencintai, hanya saja, keadaan memaksa mereka untuk berpisah.

Keberadaanku bisa dibilang sebagai obat dari segala luka yang Danial miliki saat itu. Aku membantunya untuk kembali tersenyum dan tertawa, aku membantunya untuk kembali berani dalam menjalin hubungan dengan seseorang, aku membantunya dalam segala hal yang terasa sulit baginya. Aku yang memeluknya erat dan menjadikan tubuhku sebagai tameng bagi segala rasa sakit yang ingin menghujam dirinya.

Sampai akhirnya, malam itu, dia bilang dia mencintaiku dan tak ingin kehilangan aku. Dia bilang, dia tak bisa membayangkan apa yang akan terjadi pada dirinya jika aku tak ada. Baginya, aku adalah obatnya. Aku masih ingat, dengan kembang api tahun baru yang terukir di langit dengan segala warna-warninya, kedua mata itu menatap mataku, jemari itu menggenggam jemariku, dan bibir itu tersenyum ke arahku.

Pukul 00.01 AM, 1 Januari 2018, malam itu adalah malam terbahagia bagiku dalam tahun 2019. Aku masih bisa merasakan betapa hangatnya wajahku yang merah merona. Aku masih bisa merasakan seperti apa darahku berdesir saat itu. Malam itu, kepalaku kehilangan akal. Aku hanya menginginkan dirinya.

Aku membuka layar laptop milik Danial, lalu duduk di kursi kerjanya. Setelah membuka kunci laptopnya dengan tanggal ulang tahunku, aku me-refresh layarnya beberapa kali, sebelum jariku menyentuh opsi dokumen.

Aku tersenyum ketika melihat sebuah folder yang bernama 'My Laura' di antara dokumen-dokumen tersebut. Ketika kuketuk folder itu dua kali, aku menemukan beberapa folder lainnya. Folder foto, folder musik, dan folder lainnya. Semua itu adalah file yang pernah kukirim kepadanya. Semua fotoku dan foto kita pun ada disana.

Ketika aku keluar dari folder 'My Laura', aku menemukan folder 'Bella' di antara dokumen tersebut.

Aku tau. Ketika aku masih berteman dengannya, aku juga pernah membuka laptopnya untuk masalah kerjaan dan menemukan folder ini. Folder ini berisi foto, musik, video, dan file lainnya yang mengingatkannya kepada Bella. Pada waktu itu, folder ini tidak bernama 'Bella', tapi 'My Bella'.

My Cerpens; Kumpulan CerpenWhere stories live. Discover now