I Love You, Pak

298 40 2
                                    

"MENURUT kamu sendiri gimana?" Pak Reza mengangkat sebelah alisnya, menunggu jawabanku dengan senyuman sinis di bibirnya.

"Ya, menurut saya, jawaban saya bener dan seharusnya saya dapet nilai yang lulus KKM, Pak," kataku.

"Kamu aja yang jadi guru, gimana?" tanya Pak Reza lagi. "Kayanya, kamu jago banget ngatur saya, gitu loh."

Aku hanya bisa diam, tak membalas apa-apa lagi. Aku pun berusaha sekuat tenaga untuk mengontrol wajahku agar tidak mencerminkan jelas emosi yang menggelegak di dalam dadaku. Tak salah lagi, pria yang di hadapanku ini memang menyebalkan.

Dia adalah Pak Reza, pria berusia 23 tahun yang mengajar pelajaran Kimia di kelasku selama beberapa bulan ini karena Bu Rida, guru Kimia di sekolahku sedang mengambil cuti melahirkan.

Pria berusia 23 tahun? Bukankah itu terlalu muda untuk menjadi seorang guru? Benar. Sebenarnya, dia adalah anak dari kepala sekolah dan dia tengah menempuh S2. Akibat keterbatasan guru Kimia untuk kelas dua belas, maka Bapak Kepala Sekolah meminta tolong kepada anak bungsunya tersebut untuk sementara mengambil alih pelajaran Kimia di beberapa kelas, termasuk kelasku.

Pak Reza adalah pria yang tampan. Aku ingat sekali betapa deretan kelas dua belas gempar membicarakan Pak Reza yang akan mengajar di kelas kami. Tak munafik, aku yang juga merupakan 'pencinta cogan' ini juga sempat menyukai Pak Reza, awalnya. Namun, aku tak mengerti, pandangan anak kelas dua belas kian hari kian berubah karena melihat cara Pak Reza mengajar.

Dia adalah guru yang killer. Aku bisa mengerti jika dia disebut guru killer karena menjunjung tinggi kedisiplinan atau semacamnya, tapi Pak Reza memiliki kekilleran yang aneh. Contohnya, kalian tau pulpen tinta gel dan pulpen standard, bukan? Dia tak mau menerima kertas jawaban ulangan yang tidak memakai pulpen tinta gel. Katanya, dia ingin semuanya memakai pulpen tinta gel agar tiap jawaban bisa dia lihat dengan jelas.

Dasar pria perfeksionis yang aneh. Aku ingat sekali, dia sempat menegurku masalah pulpen ketika ulangan. Dia bahkan mengomeliku di depan semua orang di kelas dan memberikanku pena miliknya. Benar-benar menyebalkan. Wajah tampannya tak bermakna apa-apa lagi jika orang-orang tau mengenai personality yang dia miliki.

Semuanya seperti itu sampai sekolahku mengadakan kemah untuk kelas dua belas. Semester satu sudah akan berakhir dan kami pun akan dibantai oleh les sore, ratusan soal latihan ujian nasional, persiapan masuk perguruan tinggi, dan lain-lain. Itulah kenapa, ketua angkatanku meminta agar anggota OSIS mengadakan kemah di sekolah untuk kelas dua belas, hanya untuk berkumpul dan menghabiskan waktu bersama sebelum pergantian semester.

Aku memiliki fisik yang lemah. Baru sehari berada di sekolah, malamnya aku terkena demam. Ketika kami semua mengadakan uji nyali berkelompok, aku tak bisa menahan tubuhku lagi sehingga semuanya berubah menjadi gelap.

Aku bangun di ruang UKS. Jam dinding menunjukkan pukul dua pagi dan suasana sunyi sekali. Aku melirik ke sebelahku dan merasa kaget ketika melihat Pak Reza yang duduk di sofa sudut ruangan, menyilangkan kakinya dan tengah fokus ke layar ponsel yang ada di tangannya.

"Kamu udah bangun?" Dia langsung mematikan layar ponselnya, lalu bangkit dari duduknya dan berjalan ke arahku.

Aku hanya diam memerhatikannya. Dia pun menempelkan telapak tangannya di dahiku, mengukur suhu tubuhku. "Masih panas, tapi udah mendingan dibanding yang tadi."

"Maaf, Pak, saya ngerepotin karena bikin Bapak harus jagain saya di sini," kataku. Aku bahkan tak tau kenapa dia berada di sekolah ini. Setauku, dia bukan salah satu dari guru pembina kelangsungan perkemahan ini. "Bapak salah satu guru pembina acara kemah anak kelas dua belas?"

My Cerpens; Kumpulan CerpenOnde histórias criam vida. Descubra agora