23

2.3K 225 3
                                    

"Oh....."

Apakah maksudnya ketika aku bilang 'kamu sudah melakukan yang terbaik'? Pertanyaan Caelus bukanlah hal yang sulit kujawab, maka aku cukup tersenyum dan menjawabnya saja.

"Karena kamu bisa bertahan hingga akhir dan bahkan kamu tidak terjatuh dihadapan Kaisar"

"Bagaimana kalau kenyataannya tidak seperti itu?"

Caelus tertawa, namun entah mengapa tawa nya terdengar kelam.

"Walaupun begitu, tidak dipungkiri kamu sudah melakukan yang terbaik. Dengan kamu membahasnya seperti ini pun sudah menjadi bukti bahwa kamu mulai bisa mengatasinya"

Sesungguhnya, pasti sulit bagi seseorang untuk mengungkapkan rasa sakitnya melalui kata-kata. Bahkan jika kita bisa melakukannya, itu hanya bisa dilakukan setelah waktu lama berlalu dan luka yang dirasakan sudah mulai memudar.

Sungguh beruntung jika bisa pulih perlahan seperti ini, namun nyatanya, lebih sering terjadi sebaliknya. Luka itu bisa saja menjadi luka yang mendalam dan menjadi tak terhapuskan.

Jadi ini sungguh luar biasa bagi Caelus ketika ia bisa membahas apa yang terjadi siang tadi. Sejujurnya, bukankah Diana yang menjadi pendorong keinginannya untuk mengakhiri hidup? Sungguh pencapaian luar biasa ketika ia masih bisa tenang ketika berhadapan dengan penyebab luka nya.

Caelus mengembuskan nafas dengan berat, seolah ia ingin memuntahkan isi hati nya. Namun kemudian hanya terdengar suara yang cukup tenang.

"Aku selalu memikirkannya ketika aku membuka mata ku. Apa yang salah? Kenapa aku menyia-nyiakan hidup ku dengan hal tak berguna seperti itu...."

Aku bisa memahami perasaan Caelus. Ia mencurahkan seluruh isi hatinya, tapi rasa kekosongan yang mendalam setelahnya tidak mudah disembuhkan dengan apapun.

"Sejujurnya, mengatakan kalau semua ini merupakan pengalaman berharga untukku pun tidak membuat ku tenang. Banyak sekali pertanyaan yang muncul didalam kepala ku 'apakah ini benar-benar sesuatu yang harus kualami dengan cara seperti ini? atau apakah pengalaman hidup seperti ini dapat kualami dengan cara berbeda?'"

Caelus kemudian menenggak lagi minuman ditangannya. Ditengah itu semua, aku bisa merasakan kesedihan yang Caelus rasakan.

Apakah cinta pertama harus seperti ini? Kenapa ia harus merasakan pahitnya kehidupan yang biasanya mudah dilalui oleh kebanyakan orang? Kenapa hidupnya begitu keras.

Bukan hanya dalam masalah percintaan, namun didalam segala aspek kehidupan, seseorang pasti akan bertanya pada dirinya sendiri; kenapa aku harus mengalami hal seperti ini?

Bagi orang yang mengalami rasa sakit semacam itu, hal klise "hidup memang begitu" sungguh tidak membantu. Apa guna nya berkata 'ini bukan apa-apa' dihadapan orang yang ingin merenggut nyawa nya sendiri? Jadi aku tidak ingin berkomentar seperti itu pada Caelus.

"Tapi kamu bisa membuktikannya kalau kamu merupakan orang yang bisa memberikan cinta kasih dengan hangat"

Caelus menatapku sambil terdiam. Wajahku terasa memanas, tapi aku tetap ingin mengutarakan sesuatu yang selalu ingin kusampaikan.

"Jadi kamu bisa lebih percaya diri. Tak peduli cinta seperti apa yang akan kamu alami didalam hidupmu, kamu pasti benar-benar bisa merasakannya. Seseorang yang bisa mencintai merupakan orang yang hebat"

Aku ingin Caelus menyadari kalau ia juga orang yang bisa memberikan cinta. Aku ingin meyakinkannya bahwa ia bukanlah orang yang kaku, dingin, ataupun psikopat melainkan ia merupakan orang yang memiliki kehangatan juga.

Alasan-alasan yang cukup untuk membuatnya percaya diri untuk diperlakukan selayaknya manusia normal lainnya. Pengakuan seperti ini lah yang bisa menjadi dasar rasa percaya diri dan keyakinan ketika nantinya seseorang mencoba merendahkanku.

Demi Biasku yang Tersakiti | For My Abandoned Beloved | For My Derelict FavoriteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang