Tak lama kemudian aku tiba di kediaman Countess Erinis. Aku sengaja tiba lebih cepat dari waktu yang dijanjikan. Berkat nya aku bisa menyiapkan apa yang harus kulakukan.

Adalah hal yang sopan untuk menyapa pemilik rumah ketika kita diundang berkunjung.

"Countess Erinis, saya Hestia. Terima kasih sudah mengundang saya hari ini"

"Senang berjumpa dengan Anda, Marchioness"

Wanita berusia paruh baya yang elegan menyambutku dengan senyuman hangat. Aku harus bisa membaca apakah senyum ini asli atau hanya pura-pura.

Aku berjalan disampingnya. Aku tidak perlu merasa kerdil, lagipula statusku Marchioness walaupun mereka pasti berpikir latar belakangku rendah.

"Semuanya sangat penasaran bagaimana cara Marchioness bisa mengatasi kuil"

"Wow, sejujurnya saya malu akan hal ini. Itu tidak begitu hebat ketika Anda mendengar ceritanya langsung"

"Tapi tidak semua orang bisa melakukannya. Jika Anda tidak keberatan, bisakah Anda menceritakannya pada kami? Apa saja yang Anda katakan pada Pendeta Besar hingga tak berkutik?"

Walaupun ini pertama kalinya kita bertemu, Countess Erinis cukup ramah. Cara nya berbicara pun tidak begitu lembut. Sungguh karakter yang diharapkan dari orang yang mendominasi kalangan sosialita.

Tempat duduk ku persis di sebelah pemilik acara. Hal ini menunjukkan pesta teh hari ini diadakan karena aku. Dengan cepat aku menghitung jumlah kursi yang disediakan. Jumlah totalnya enam kursi. Jadi ini bukan acara yang ramai. Sepertinya hanya teman terdekat Countess yang diundang.

Aku pun duduk setelah diarahkan oleh Countess, dan tamu lain pun mengikuti. Sepertinya waktunya agak terlambat dari waktu yang dijanjikan.

"Orang yang kita tunggu untuk bertemu sudah hadir. Semuanya perkenalkan Marchioness Hestia"

Aku harus merespon dengan hormat setelah perkenalan dari Countess Erinis.

"Saya merasa gugup untuk bertemu dengan orang-orang terkenal. Tapi saya berharap bantuan dari Anda semua"

Aku tidak perlu berpura-pura menjadi bangsawan. Aku merupakan putri dari Tuan Elea yang nama nya tidak familiar di kalangan sosialita. Tapi aku yakin kalau sosialita kawakan sudah mengetahuinya. Maka dari itu aku akan sedikit berpura-pura menjadi pemalu untuk dapat disukai.

Suasana pesta teh cukup ramah. Seperti Madam Harmonia, mereka semua penasaran bagaimana aku bisa menjadi istri Marquis dan juga kejadian di kuil.

Namun salah satu tamu bertanya hal yang cukup sensitif, seolah mengingatkan kalau aku tidak boleh lengah.

"Tapi mohon maaf Marchioness, setelah Anda menikah dengan Marquis, apakah Anda tidak khawatir dengan percintaan masa lalu Marquis?"

"Oh...."

Ini yang kutunggu. Pertanyaan ini memiliki maksud lain walaupun mereka tahu pertanyaan ini sensitif. Aku tidak boleh terlihat bodoh.

"Apakah ada alasan bagiku untuk khawatir? Pernikahan kami bukan sembarangan. Namun, selama Marquis mengakui kemampuanku dan menerimaku sebagai istrinya, saya rasa hubungan kami lebih kuat daripada hanya mengandalkan emosi semata. Selama saya bisa menunjukkan kemampuan saya, saya tidak takut pernikahan kami akan hancur"

Walaupun aku membicarakan kemampuan ku dan sedikit melebihkannya, aku berhasil menunjukkan bahwa aku orang yang tangguh pada wanita sosialita ini.

Sebagai tambahan, aku sengaja menyebutkan "hubungan emosional" untuk membuat mereka teringat pada Diana dan Helios.

Demi Biasku yang Tersakiti | For My Abandoned Beloved | For My Derelict FavoriteWhere stories live. Discover now