Obat Endi

435 29 0
                                    

SANTI hanya bisa berdiri di ambang pintu, memperhatikan Endi yang tengah mengemasi barang-barangnya ke dalam sebuah karung. Pakaian, senjata untuk perlindungan diri, serta beberapa bahan makanan yang dikemas lagi di dalam kantung plastik.

"Kau sudah yakin ingin pergi hari ini?" tanya Santi memandang dengan tatapan sedih. Endi, yang melihat istrinya itu tampak khawatir, lantas berjalan menuju Santi dan mengelus kepala perempuan itu.

"Ini adalah yang terbaik untukku. Aku harus mencari obat agar aku bisa sembuh," kata Endi. "Aku harus sembuh agar aku bisa terus berada di sampingmu."

Endi dan Santi berjalan ke pintu depan rumah.

"Jaga dirimu baik-baik selama aku tak ada. Oke?" Endi memeluk Santi, mengusap kepala perempuan itu pelan. "Ingat, aku mencintaimu."

Endi pun berlalu. Dia tak ingin memandangi wajah Santi karena melihat Santi menangis terasa menyakitkan baginya. Namun, semua ini terpaksa dia lakukan agar dia bisa sembuh dari penyakit yang sewaktu-waktu bisa membunuhnya.

Endi dan Santi adalah sepasang suami istri kurcaci yang tinggal di sebuah hutan. Mereka tinggal di sebuah rumah berbentuk jamur yang nyaman dengan danau kecil dan kebun bunga di depan rumah mereka. Namun, baru setahun mereka menikmati kehidupan rumah tangga, Endi menderita sebuah penyakit langka yang mematikan. Memang belum parah dan dia masih bisa beraktivitas normal, tapi seiring berjalannya waktu, penyakit itu akan terus semakin parah dan bisa merenggut nyawa jika tidak diobati.

Dokter Fran, dokter kurcaci yang pertama kali mendiagnosis penyakit Endi, bilang bahwa dia tak memiliki obat dari penyakit itu. Obat itu ada di dekat air terjun Aristes, di kota seberang. Itulah kenapa, Endi terpaksa harus pergi sendiri dan tak tau kapan bisa kembali.

Endi menelusuri jalan, beristirahat beberapa kali sampai akhirnya dia tiba di kota seberang dalam beberapa hari. Dia bertemu dengan banyak kurcaci yang berpakaian lebih elit, rumah sakit jamur yang lebih besar daripada di kotanya, serta berbagai fasilitas lainnya yang lebih lengkap. Dia berpikir, andai saja dia mengunjungi kota Aristes bersama Santi, mungkin dia akan merasa lebih bahagia.

Endi pun bertemu dengan beberapa orang baik, seperti Marlin yang kebetulan adalah seorang dokter. Endi bertemu dengannya ketika mereka tengah mengantri di sebuah kios makanan. Waktu itu, Endi membiarkan Marlin memesan makanan terlebih dahulu karena Endi mendengar percakapan Marlin dan putrinya yang mengatakan bahwa mereka ingin membawa makanan itu untuk istrinya yang sedang sakit.

Sejak itu, mereka berteman baik. Endi pun merasa sangat bersyukur bisa bertemu Marlin karena Marlin bisa membantu banyak mengenai penyakitnya. Selain itu, Marlin memang orang yang sangat baik.

Sampai suatu hari, Endi berhasil mendapatkan obat di air terjun Aristes tersebut. Dia pun meminta Marlin untuk mengubah tanaman itu dalam bentuk obat. Endi pun meminum obat tersebut, lalu menginap di rumah Marlin atas permintaan Marlin karena katanya, agar Marlin bisa memantau reaksi penyembuhan yang obat itu berikan di tubuh Endi.

Hari berganti bulan. Akhirnya, tiba saat dimana Marlin menyatakan bahwa Endi sudah sepenuhnya sembuh dan boleh pulang. Marlin juga membawakan obat itu untuk Endi, agar Endi bisa membawanya pulang, sewaktu-waktu ada kurcaci di kotanya yang menderita penyakit seperti yang Endi alami.

"Kau sudah sembuh, Endi. Aku sangat bangga kau bisa melewati proses penyembuhan dengan sabar dan mengikuti segala nasihatku," ucap Marlin.

Endi tak menjawab apapun, memasang wajah datar.

"Ada apa?"

"Kau tau, Marlin. Ini aneh," Endi memberi jeda, masih berbaring di atas tempat tidur. "Kau sudah menyatakanku sembuh, tapi aku masih merasakan sesuatu yang tak enak di tubuhku."

Marlin mengernyitkan dahinya. "Maksudmu?"

"Aku memang sudah sehat, tapi di sisi lain, aku pun merasa sakit. Aku tak tau kenapa," kata Endi.

Marlin tersenyum ringan. "Kau tau kenapa?"

Endi terdiam, menunggu kelanjutan ucapan Marlin.

"Obat sebenarnya adalah istrimu, Santi," ujar Marlin. "Kau merindukannya, bukan?"

Endi lagi-lagi terdiam, mulai mencerna makna dari ucapan Marlin.

"Rasa rindu itu juga penyakit," tambah Marlin. "Kau jauh-jauh mencari obat ke sini, tapi obat yang sebenarnya ada di rumahmu, di pelukan orang yang kau cintai."

Endi tersenyum tipis. Marlin benar. Apapun yang dia lakukan, dia selalu memikirkan Santi. Sesimple mengenai apa yang sedang Santi lakukan, apa yang Santi masak hari ini, dan apakah Santi baik-baik saja.

Akhirnya, Endi pun berpamitan dengan Marlin. Dia berjanji, dia akan kembali ke kota ini dan mengunjungi Marlin lagi, tapi bersama Santi. Endi pun berjalan pulang ke kota asalnya.

Setelah beberapa hari melakukan perjalanan, Endi pun tiba di rumahnya. Santi sedang menyirami tanaman di halaman rumah mereka. Perempuan itu kaget dan langsung berlari ke arah Endi dengan tersenyum senang. Endi bahkan menjatuhkan karung yang memuat barang-barangnya, saking eratnya Santi memeluknya.

"Kau sudah sembuh?" tanya Santi.

Endi menggeleng, tersenyum. "Sebelum aku bertemu denganmu, aku masih sakit."

Santi mengernyitkan dahinya, khawatir. "Apa yang terjadi? Kau tak berhasil menemukan obat itu?"

Endi tertawa. "Aku berhasil mendapatkannya. Aku hanya… jadi menderita penyakit baru."

Santi masih menatap khawatir. Endi yang melihat itu, lantas meraih kedua tangan perempuan itu dan mencium jemarinya.

"Penyakit baru itu adalah rasa rindu. Kau adalah obatnya, Santi."

--------------------------------------

6 Feb 2022

My Cerpens; Kumpulan CerpenWhere stories live. Discover now