"Lo ngga panas?"

Meisya menarik kursi lalu duduk di samping Sarah. Mereka berdua sama-sama menghadap ke meja Alan dan teman-temannya.

"Ngapain panas? Lagian gue udah merasa lebih unggul dari dia. Dia yang kegatelan tapi tetep aja kan gue yang pertama kali berangkat sekolah bareng Alan," bangga Meisya.

Meisya mengedikkan tidak peduli. "Gue sadar sih, gue sebelas dua belas sama si Selena yang ngejar-ngejar Alan. Mungkin orang lain juga bakal cap gue sebagai cewek murahan atau kegatelan. Tapi gue ngga mau serendah Selena. Dia berjuang dengan menghalalkan segala cara. Kalo gue masih mau make otak."

"Selama Alan belom sah jadi milik gue. Gue ngga punya hak larang orang lain buat deket-deket sama Alan," sambung Meisya santai.

"Jadi lo ngga cemburu, Sya?"

"Cemburu sih ada. Tapi apa hak gue?"

Sarah mengangguk paham. Tangannya terangkat untuk merangkul pundak Meisya. "Aduhh...gue bangga sama pemikiran lo. Meskipun lagi jatuh cinta, ternyata lo ngga bodoh-bodoh banget."

"Ngga bodoh-bodoh banget?" Sarah mengangguk. "Berarti bodoh aja gitu? Ya sama aja lo bilang gue bodoh."

Meisya mendengus melepaskan rangkulan Sarah di pundaknya. "Udah ah, lo mau pesen apa?"

"Apa ya?" Sarah tampak berpikir sejenak. "Soto aja deh, gue lagi pengen makan soto."

"Minumnya?"

"Es teh lah, gila es teh itu favorit gue. Apapun makannya es teh minumnya."

Meisya memutar bola matanya jengah. "Enak lo ya, udah gue yang bayar gue juga yang mesen. Laknat lo."

"Punya temen baik, cantik, kaya, ya dimanfaatin lah, biar lo berguna hahahaha..." ejek Sarah.

"Awas aja lo. Sotonya bakal gue kasih sambel sebaskom. Biar bibir lo ndower!" Meisya beranjak dari duduknya untuk memesan makanan.

"Yang ndower-ndower mah enak dicipok!" kekeh Sarah.

Awalnya Meisya santai-santai saja saat berjalan melewati deretan meja yang dihuni oleh segerombolan cowok kakak kelasnya itu. Namun lama-lama Meisya merasa risih karena sebagian di antara mereka semakin gencar menggodanya dengan siulan-siulan jahil atau candaan-candaan yang tidak sepantasnya mereka ucapkan.

Ingin rasanya Meisya menonjok wajah mereka satu-satu. Tapi Meisya harus menahan amarahnya. Meladeni orang yang setengah waras, sama saja dengan membuang-buang waktu berharga.

"Cewek...uhuyyy...!! Gede amat anunya..."

"Aduh ngga kuat gue pengen nganu..."

"Heh cantik senyum dong biar makin menggoda..."

"Cantik itu roknya kok merah? Bocor ya?"

Deg.

Jangan bilang kalau dirinya bocor. Tidak! Tidak! Ngga lucu kalau sampai itu benar-benar terjadi. Meisya berhenti, kemudian dia berusaha melihat rok bagian belakanganya tanpa memedulikan tawa menggelegar dari segerombolan cowok-cowok itu.

Meisya mendengus lega. "Untung ngga bocor beneran."

"Hahahaha..."

"Heh cantik lo bocor ya?" panggil salah satu di antara mereka. Mau tidak mau Meisya langsung menoleh. Karena jelas-jelas panggilan itu ditujukan untuk dirinya.

Meisya menoleh dengan santai. Meskipun sebenarnya perasaannya sudah dongkol dari tadi. "Gue ngga bocor!" jawab Meisya tegas.

"Lah?" balas cowok itu terkekeh. "Emang lo ngerasa cantik? Kok lo yang jawab sih? Hahahaha...."

ALAN [END]Where stories live. Discover now