61. Benar atau Salah?

98.8K 14.4K 10.7K
                                    

Selamat pagi beban orang tua✨

TOLONG dari chap 60 kemaren dan selanjutnya dibaca dengan amat teliti ya. Karena kalo kalian skip2, kalian nanti gak paham dan ujung2nya akan ada pertanyaan yang harusnya gak usah ditanyakan.

Hari ini lagi sibuk ngapain?

Yang gamau komen burik no debat

Budayakan vote sebelum membaca, biar nanti ngga lupa karena keasyikan baca <3

________________________________


"Bang, kenapa?"

Andin, Anton dan Aksa baru saja tiba di rumah. Wanita paruh baya itu sedikit terkejut melihat ekspresi wajah Alan sekarang. Anak sulungnya itu tampak marah dan tidak tenang.

"Bang..." Andin mendekati Alan yang duduk di sofa. Sementara Anton, pria itu membawa Aksa ke kamar karena anak bontotnya itu sudah tertidur pulas di dalam mobil selama perjalanan pulang.

Alan menyadari kehadiran mamanya. Tapi cowok itu masih saja diam. Pikirannya kembali tidak tenang melihat kehadiran Meisya tadi. Semacam menginginkan Meisya tetapi juga membencinya.

"Ada masalah?" tanya Andin hati-hati. Andin menyadari, sepertinya Alan sedang tidak baik-baik saja sekarang. Ah, bahkan dari kemarin-kemarin. "Cerita sama mama, bang."

Setelah beberapa detik Alan hanya diam tanpa suara. Akhirnya cowok itu menatap mamanya begitu intens. "Alan kangen sama El," ucap Alan singkat.

Mata Andin mendadak berkaca-kaca. "El pasti juga kangen sama kamu. Sama kita," jawab Andin seraya bergerak memeluk tubuh kekar Alan.

Alan membalas pelukan mamanya. Tidak terasa tiba-tiba air mata keduanya menetes begitu saja. Tanpa saling mengetahui satu sama lain.

"Ikhlasin El ya, bang," kata Andin memberikan usapan pelan di punggung Alan.

Sangat jarang sekali melihat Alan bisa mengungkapkan apa yang dia rasa secara gamblang seperti sekarang. Biasanya cowok itu lebih banyak memendamnya sendirian. Sampai tidak ada satupun orang yang paham, dia sedang sedih, senang, atau sedang tidak baik-baik saja. Semua tampak sama, karena wajah Alan memang selalu datar.

"Ma, soal kecelakaan El dulu. Apa mama gak mau cari tau siapa orang yang..."

"El udah tenang di sana, bang. Kita gak boleh mengungkit-ungkit hal itu lagi," sela Andin cepat. Membuat bibir Alan kembali mengatup. Terdiam untuk beberapa saat.

"Tapi ma..."

"Dengerin mama." Andin melepaskan pelukan mereka. Menatap Alan lebih dalam. Tidak menyangka, Alan, anaknya yang selalu bersikap cuek dan dingin itu, hari ini benar-benar mau menunjukkan sisi kelemahannya dengan bekas air mata di pipinya.

"El pergi bukan karena hal itu. El pergi karena emang udah waktunya. El udah dipanggil sama Tuhan. Mau ada kejadian itu atau tidak. El bakal tetep pergi. Semua itu cuma perantara dari Tuhan, bang."

"Mulai sekarang mama minta, berhenti buat nyalahin diri kamu sendiri dan nyalahin orang lain atas kepergian El. Kita manusia cuma bisa berdoa dan berusaha. Semua ketentuan dan ketetapan tetap di tangan Tuhan."

*****

"Hari ini bekalnya udang crispy sama spagetti aja ya?" tanya Meca pada Meisya. "Emm...atau kamu mau yang lain?"

"Itu aja mi," sahut Meisya sembari membenarkan tali sepatunya.

Hari ini Meisya berencana untuk menanyakan sesuatu pada Meca karena sejak tadi malam ia tidak bisa tidur. Ia terus-terusan kepikiran mengenai dirinya yang tiba-tiba disebut sebagai penyebab El meninggal oleh Alan.

ALAN [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang