64. Maaf Untuk Semua

128K 15.9K 9.4K
                                    

Happy 2M✨

Gimana kabar kalian? Semoga baik-baik aja dan sehat terus yaa

Uda kangen yaa?

Janlup komen yang banyak biar aku semangattt

Budayakan vote sebelum membaca, biar nanti ngga lupa karena keasyikan baca <3

________________________________

Pagi ini Anton dan Andin bisa bernafas sedikit lega setelah mendengar kabar jika operasi Erlang tadi malam berjalan dengan lancar. Namun sayangnya sampai sekarang Erlang belum bangun dari masa komanya. Kata dokter membutuhkan waktu 7 hingga 24 jam untuk membuat Erlang kembali sadarkan diri.

"Bang...!!!" Anton melambaikan tangannya ke Alan. Tampaknya Alan, cowok itu baru saja datang ke rumah sakit setelah tadi malam Anton berhasil membujuk anak sulungnya itu untuk pulang terlebih dahulu agar bisa istirahat di rumah.

"Papa sendirian? Mama mana?" Alan sedikit terkejut melihat papanya sarapan sendirian di kantin rumah sakit. Tidak ada Andin di sana.

"Mama kamu lagi jenguk Meisya."

Alan mengerutkan dahi agak bingung. Bukannya keadaan Meisya sudah membaik? Yang ia dengar kemarin, Meisya tidak mengalami luka yang serius. Hanya kakinya saja yang masih sakit dan belum bisa digunakan untuk berjalan. Maka dari itu, sejak kemarin Meisya selalu menggunakan kursi roda.

"Tadi malem papa dapet kabar dari papinya Meisya. Kemarin setelah selesai donor darah buat Erlang, Meisya pingsan. Terus kondisinya kembali drop."

"Pingsan?" Alan terkejut mendengarnya. "Terus sekarang keadaan Meisya gimana?"

Tanpa Alan sadari, Anton diam-diam tersenyum melihat Alan yang tampak khawatir dengan keadaan Meisya. "Papa gak tau. Kan mama kamu juga baru jenguk sekarang."

"Kamu udah minta maaf sama Meisya kan, bang?" tanya Anton membuat ekspresi di wajah Alan yang tadinya panik langsung berubah menjadi datar.

Alan bungkam. Entah kenapa pertanyaan dari papanya itu justru membuat rasa bersalah dan menyesalnya kembali muncul.

Menyadari keterdiaman Alan. Anton, laki-laki paruh baya itu menggiring anaknya untuk duduk di sebelahnya.

"Sini duduk. Papa mau ngomong sama kamu."

Alan hanya menurut dan menatap papanya datar. Ia sendiri tidak tahu harus bicara apa.

"Kamu itu cowok bang. Jadi cowok itu harus tegas. Papa tau kamu masih sayang sama Meisya."

"Pa, Al..."

"Dengerin papa dulu. Jangan dipotong," sela Anton cepat. "Mau kamu bilang kaya gimanapun. Mata kamu itu gak bisa bohong. Waktu kemaren natap Meisya, papa tau kamu masih nyimpen perasaan sama dia. Sekarang yang harus kamu lakukan itu cuma dua. Kalo kamu bener-bener masih sayang dan gak mau kehilangan Meisya. Kejar dia, minta maaf, terus perbaiki semua selagi masih ada kesempatan. Apapun hasilnya itu urusan belakang. Mau Meisya gak maafin kamu. Mau Meisya usir kamu. Mau Meisya nolak kamu. Itu urusan nanti. Yang penting kamu mau berusaha."

"Tapi kalo kamu emang ngerasa udah gak ada lagi perasaan sama Meisya. Sekarang minta maaf ke dia sebagai laki-laki yang gentle. Setelah itu jauhi Meisya dan jangan pernah berharap Meisya kembali jadi milik kamu. Intinya kamu harus tegas jangan berdiri di antara dua pilihan. Kalo iya, ya iya. Minta maaf dan perjuangin Meisya. Kalo enggak, ya enggak. Minta maaf dan jangan pernah ganggu hidup Meisya lagi."

ALAN [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang