CHAPTER 7

9.6K 507 10
                                    

Mawar

Oops! Ang larawang ito ay hindi sumusunod sa aming mga alituntunin sa nilalaman. Upang magpatuloy sa pag-publish, subukan itong alisin o mag-upload ng bago.

Mawar

"Vin, ini gue Windi. Please, bangun!" Windi tiada henti mengguncang tubuh Alvin. Ia begitu takut kehilangan sosok cinta pertamanya yang habis dipukuli lantaran mencoba menyelamatkannya dari aksi brutal siswa/siswi Lavendius.

Windi masih di sana, menunggu Alvin untuk bisa segera sadar dari pingsannya. Betapa tidak, ada sekitar 8 siswa yang mengeroyokinya, melayangkan berbagai pukulan pada wajah, perut dan punggungnya hingga ia tidak berdaya. Alvin yang hanya seorang diri tidak bisa berbuat lebih untuk menyelamatkan dirinya, apalagi Windi.

Gadis itu ingat jelas bagaimana Janice tersenyum licik ke arahnya sedang Ariel tampak membentak Anette, memaksanya untuk segera pulang. Dalam hati ia bersumpah, kalau Alvin sampai kenapa-kenapa, ia tidak akan segan untuk mematahkan leher Ariel.

Entah, rasa takut yang sebelumnya hadir kini seperti lenyap. Yang ada hanyalah kebencian terhadap sosok laki-laki yang menjadi dalang atas semua perlakuan siswa/siswi tadi terhadapnya. Ia tahu jelas bahwa ia sama sekali tidak bersalah, namun Janice memfitnahnya dan mengadu pada Ariel.

"Vin, bangun.. "

Kemudian Windi mendengar suara getar sebuah ponsel. Dirabanya saku celana Alvin lalu memungut  ponsel berwarna hitam di sana. Seseorang bernama Mawar rupanya tengah melakukan panggilan. Tanpa sempat berpikir siapakah Mawar itu, Windi dengan segera menerima panggilannya.

[Alvin lo dimana?]

"Alvin lagi pingsan gara-gara dikeroyok. Bisa nggak lo ke sini?" tanya Windi sesegukan. "Kita masih di Lavendius. Area gedung 2A."

[Hah? Oke-oke. Gue ke sana sekarang]

Kemudian sambungan terputus. Windi kembali mencoba menyadarkan Alvin, hingga beberapa menit kemudian matanya terbuka perlahan, mendesis karena rasa sakit yang disebabkan oleh luka di wajahnya.

"Windi.. " ucap Alvin begitu pelan. "Lo nggak kenapa-kenapa?" Alvin berusaha mengangkat tubuhnya yang terasa nyeri.

"Seharusnya gue yang tanya itu ke elo," air mata Windi menetes lagi, dan kini terjadi di hadapan Alvin. "Gue minta maaf. Gue takut lo kenapa-kenapa."

Alvin menyunggingkan senyum. "Kebiasaan lo yang nggak pernah berubah. Minta maaf atas hal yang sama sekali nggak pernah lo lakuin." Kemudian perlahan tangannya terulur, menghapus air mata yang membasahi pipi gadis manis itu dengan punggung telunjuknya. "Lo itu kuat. Pemegang sabuk hitam karate. Kenapa masih bisa cengeng gini?"

Windi mendecakkan lidah. Tidak menyangka Alvin yang sudah bonyok begitu masih bisa meledeknya. "Udah tahu bonyok gitu lo masih bisa ngeledek gue!"

Alvin tersenyum. "Jadi jelek, ya? Gue pernah lebih parah dari ini. Tapi masih hidup sampek sekarang."

"Karena ulah Ariel?"

Alvin diam, tapi lama-lama ia mengaku juga kalau dahulu pernah diperlakukan demikian oleh Ariel. "Gara-gara gue belain mantannya yang dimaki sama dia. Nggak terima, gue digiring ke belakang setelah pulang sekolah terus dipukulin rame-rame. Sama 13 orang termasuk dia."

Bad Boy In Love [COMPLETED]Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon