CHAPTER 34

6.4K 318 78
                                    

Jadi orang baik itu nggak susah sebenarnya. Susahnya itu membuat orang-orang percaya.

🍃🍃🍃

Windi memutuskan untuk masuk sekolah hari ini agar pelajarannya tidak tertinggal. Benar, sebentar lagi UTS akan dilaksanakan serentak di Lavendius. Ia tidak ingin nilai-nilainya ada di bawah KKM meski ia tahu otaknya tidak seencer teman-teman kelasnya. Tapi setidaknya Windi tahu bahwa usaha tidak akan pernah mengkhianati hasil. Ia akan berjuang menghadapinya.

"Bunda, Windi berangkat, ya!" pamit gadis itu sambil mengeluarkan sepedanya.

Namun langkah Windi seketika terhenti kala melihat Alvin yang sudah berada di luar bersama mobil Jazz hitamnya.

"Hey!" sapa Alvin lalu tersenyum hangat pada Windi.

Gadis itu lantas langsung merekahkan senyum yang menampilkan gigi gingsulnya selepas terkejut. "Lo kok ke sini?" tanya Windi.

Alvin berjalan menghampiri Windi la bertanya. "Gue titip mobil di sini boleh?"

Gadis itu terkesiap. "Maksud lo?"

Tanpa menjawab pertanyaan Windi lelaki itu membuka pintu rumah lalu masuk. Setelah beberapa detik kemudian gadis itu mendengar bahwa Alvin tengah meminta ijin pada orang-orang di rumahnya untuk berangkat bersama Windi menaiki sepeda. Ia juga berkata bila dirinya yang akan menyetir. Windi lagi-lagi mengulas senyum bahagia.

"Iya, nggak apa-apa kok. Mobilnya taruh depan saja," kata Bunda yang baru saja keluar dari dalam rumah dengan Alvin berjalan di belakangnya.

"Kalau gitu saya titip salam sama Om, Tan. Nanti kalau beliau udah datang saya mau ajakin semua di sini makan bersama. Kayak dulu lagi,"

Bunda menepuk bahu Alvin lalu tertawa renyah. "Kamu ini, bagaimana kalau Tante aja yang masak banyak terus kamu ikut makan sama kita. Kayaknya bakal lebih dapet suasananya."

Alvin mengangguk. "Boleh juga. Saya suka, tuh bakso ikan buatannya Tante."

"Kemarin Tante masak, cuma habis. Kebetulan juga ada temennya Windi kemarin dateng jenguk terus makan siang bareng."

"Siapa, Tan?"

Windi ganti menjawab. "Anette, Vin. Kemaren dia dateng jenguk gue. Terus sekalian deh gue ajakin dia buat makan siang bareng."

"Iya, terus dia ngasih kue motif kodok. Tante sampek nggak tega yang mau motong tuh kue karena saking gemasnya."

Alvin menyipitkan kedua matanya lalu menoleh ke arah Windi. Ia tahu jelas bahwa sahabatnya itu sama sekali tidak suka dengan kodok atau hal-hal yang berkaitan dengan kodok. Mengapa Anette bisa membelikan kue bermotif seperti itu? Mungkin bisa juga kebetulan.

"Vin, udah jam enam lebih, nih. Yuk berangkat," sergah Windi.

Alvin melirik ke arah jam tangan hitam yang melingkar di pergelangan tangan kirinya. "Oh, iya. Ayok!" lalu ia pamit pada Bunda. "Kita berangkat, Tan."

Bad Boy In Love [COMPLETED]Where stories live. Discover now